Di Indonesia, sudah ada brand kosmetik Wardah sebagai pionir yang menjual kosmetik halal sejak tahun 1995. Wardah didirikan oleh Nurhayati Subakat dan berada di bawah naungan PT Paragon Technology & Innovation (PTI). Wardah memulai perjalanannya dari home industry di kawasan Cibodas, Jawa Barat.Â
Menurut Shabrina Salsabila (2019), selaku brand Manager Wardah Cosmetics mengatakan bahwa Wardah selalu mengutamakan faktor halal dalam setiap produk, mulai dari proses pengembangan hingga produksi. Bahkan, brand kecantikan ini menyabet penghargaan Halal Top Brand 2018 dari LPPOM MUI untuk kategori sampo dan perawatan rambut. Ini merupakan kemajuan pesat dalam perkembangan industri kosmetik halal di Tanah Air.
Menurut Airlangga (2018), selaku Menteri Perindustrian mengatakan bahwa perkembangan industri kosmetik terjadi karena adanya permintaan yang besar dari pasar domestik dan didorong oleh meningkatnya jumlah populasi penduduk usia muda atau generasi milenial. Maka dari itu, produk kosmetik ini sudah menjadi kebutuhan primer terutama bagi kaum wanita yang merupakan target utama dari Industri Kosmetik.
Peningkatan permintaan mengenai kosmetik ini membuat perusahaan kosmetik mulai melakukan proses sertifikasi halal. Hal ini sejalan dengan Kemenag yang mulai mewajibkan obat-obatan, kosmetik, dan barang gunaan bersertifikat halal sejak 17 Oktober 2021. Hal itu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.Â
Kewajiban bersertifikat halal diatur dalam Pasal 141 PP Nomor 39 Tahun 2021 yang mencakup jenis produk:
- Obat tradisional, obat kuasi, dan suplemen kesehatan (sampai 17 Oktober 2026);Â
- Obat bebas dan obat bebas terbatas (sampai 17 Oktober 2029);
- Obat keras dikecualikan psikotropika (sampai 17 Oktober 2034);Â
- Kosmetik, produk kimiawi, dan produk rekayasa genetik (sampai 17 Oktober 2026);Â
- Barang gunaan yang dipakai kategori sandang, penutup kepala, dan aksesoris (sampai 17 Oktober 2026);Â
- Barang gunaan yang digunakan kategori perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi umat Islam, alat tulis, dan perlengkapan kantor (sampai 17 Oktober 2026);Â
- Barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko A sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (sampai 17 Oktober 2026);Â
- Barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko B sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (sampai 17 Oktober 2029);Â
- Barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko C sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (sampai dengan tanggal 17 Oktober 2034); dan
- Produk berupa obat, produk biologi, dan alat kesehatan yang bahan bakunya belum bersumber dari bahan halal dan/atau cara pembuatannya belum halal, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijakan sertifikasi halal melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57 Tahun 2021 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal pada Kementerian Agama. Pemerintah pun mencanangkan program pembebasan biaya sertifikasi halal khususnya bagi UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
Menurut Sri Mulyani (2021), selaku Menteri Keuangan mengatakan bahwa kebijakan yang sudah ada diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing industri mikro dan kecil sehingga mampu memperluas akses industri halal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Maka dengan kebijakan dan regulasi yang ada di Indonesia, para pelaku industri kosmetik halal dimudahkan dalam proses sertifikasi halal dan konsumen kosmetik halal merasa lebih aman dalam mengkonsumsi kosmetik halal yang memiliki label halal bersertifikasi. Label halal merupakan bukti bahwa zat yang terdapat dalam kosmetik merupakan bahan yang diperbolehkan dan sesuai dengan Syariat Islam. Berdasarkan data LPPOM MUI, sejak 2017 jumlah perusahaan kosmetik yang sudah melakukan sertifikasi halal sejumlah 794 perusahaan, dengan 1.913 sertifikat dan 75.385 produk kosmetik (Arintawati, 2021).
Konsumsi Kosmetik Halal di Masa Pandemi
Sejak Maret 2020, World Health Organization (WHO) telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi akibat tingkat penyebarannya yang eksponensial secara global. Pandemi yaitu sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus Corona yang ditemukan pada tahun 2019 dan masih  ada  sampai  beberapa  tahun  belakangan ini. Maka ini berdampak pada penurunan konsumsi produk halal di Indonesia tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Tetapi, ada satu sektor yang mengalami peningkatan konsumsi pada saat pandemi yaitu konsumsi pada produk kosmetik halal.
Berdasarkan State of The Global Islamic Report (Tabel Konsumsi Kosmetik Indonesia Tahun 2019-2020) hanya konsumsi pada kosmetik halal saja yang mengalami peningkatan yang positif yaitu sebesar 0,71 persen. Berbeda dengan sektor lainnya yang mengalami penurunan konsumsi, seperti penurunan terbesar pada konsumsi pariwisata halal yang mencapai 70 persen. Kemudian diikuti oleh penurunan konsumsi pada sektor makanan dan minuman yang mencapai 6,44 persen, konsumsi pada sektor fashion yang mengalami penurunan sebesar 4,99 persen, konsumsi pada sektor farmasi penurunan sebesar 4,29 persen, dan konsumsi pada media yang mengalami penurunan sebesar 4,65 persen.