Scene 1
Tempat : Kelas
Ishaan diminta untuk membaca buku halaman 38 oleh gurunya
Ibu guru : “Bacalah kalimat pertama dan sebutkan semua kata sifatnya.”
Ishan terdiam sambil menerka tulisan.
Ibu guru : “ okay, kata sifatnya kita sebutkan bersama-sama. Baca
kalimatnya untukku.”
Ishan masih terdiam, kesulitan membaca
Ibu guru : “Hanya baca, ishan.”
Ishan : “Hurufnya menari”
Ibu guru : “Hurufnya menari? Bacalah huruf yang menari itu. Mencoba
melucu? bacalah kalimatnya keras dan benar! Kataku keras dan
benar, Ishan. Keras dan benar!”
Ishan membaca dengan bla.. Bla.. Bla
Ibu guru : “Hentikan! Cukup! Cukup! keluar kamu! Keluar! Kamu ingin
keluar juga?” Siapa yang ingin mengikuti dia? (Sambil
menunjuk murid yang lain).
Belajar merupakan kegiatan berproses yang sangat fundamental
dalam berbagai tingkatan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan, baik di sekolah, lingkungan masyarakat, atau keluarga, sangat tergantung pada proses belajar. Melalui belajar, manusia dapat mengeksplorasi, memilih, dan membuat keputusan penting dalam kehidupannya. Proses belajar juga dapat menghasilkan perubahan positif dalam tingkah laku, transformasi dari ketidaktahuan menjadi pengetahuan yang lebih baik. Penting bagi seorang guru untuk menilai hasil belajar siswa dengan memperhatikan berbagai aspek kinerja psikologis secara utuh. Siswa yang mengalami proses belajar yang ideal diharapkan mampu mengembangkan psikologis baru yang positif, yang pada gilirannya dapat membentuk beragam sifat, sikap, dan keterampilan konstruktif.
Keterbatasan dalam berkomunikasi
Permasalahan muncul ketika seorang anak mengalami gangguan dalam pemerolehan bahasa, terutama dalam kemampuan membaca, yang dikenal sebagai Disleksia. Disleksia merupakan jenis kesulitan belajar yang menyebabkan ketidakmampuan membaca. Gangguan ini bukan disebabkan oleh masalah penglihatan, pendengaran, intelegensia, atau keterampilan berbahasa, tetapi lebih terkait dengan gangguan dalam proses otak saat mengolah informasi. Tanda-tanda resiko penyandang Disleksia melibatkan kesulitan mengeja, membedakan huruf b dan d, kekurangan atau kelebihan huruf dalam menulis, sulit mengingat arah, kesulitan membedakan waktu, kesulitan mengingat urutan, sulit mengikuti instruksi verbal, kesulitan berkonsentrasi, mudah beralih perhatian, kesulitan berkomunikasi secara lisan maupun tulisan, kesulitan dalam berhitung, khususnya dalam soal cerita, dan kurangnya percaya diri. Disleksia didefinisikan sebagai salah satu gangguan belajar yang bersifat khusus terkait dengan bahasa, ditandai oleh kesulitan dalam menguraikan kata-kata, terutama akibat keterbatasan pemrosesan fonologis (Orton, 2014). Menurut Subyantoro (2013), Disleksia adalah ketidakmampuan mengenal huruf dan suku kata dalam bentuk tertulis.
Pandangan teori belajar berbahasa
Pandangan behavioristik menganggap bahasa sebagai hasil dari respons terhadap imitasi. Tokoh utama dalam aliran ini, seperti Skinner dan Bandura, memandang bahwa berbicara dan memahami bahasa berkembang melalui interaksi dengan lingkungan, terutama melalui teori belajar yang disebut operant conditioning. Skinner berpendapat bahwa perilaku verbal yang diinginkan adalah perilaku yang dikendalikan oleh konsekuensinya, seperti hadiah atau sesuatu yang menyenangkan. Bandura, sementara itu, menekankan perkembangan bahasa melalui tiruan atau imitasi dari orang lain, tanpa harus bergantung pada penguatan eksternal. Teori behavioristik ini didukung oleh tokoh seperti Jhon B. Watson, yang menyoroti aspek langsung dari perilaku berbahasa dan hubungannya dengan stimulus dan respons terhadap lingkungan. Teori ini meyakini bahwa setiap respons atau reaksi terjadi sebagai akibat dari rangsangan atau stimulus, dengan pemahaman bahwa setiap tindakan memiliki sebab dan akibat seperti api yang menghasilkan asap (Adriana, 2008).
Masa perkembangan dan pertumbuhan anak dianggap sebagai periode sensitif, suatu konsep yang diperhaluskan oleh Bruer (2001, dalam Papalia, 2008). Menurut Bruer, periode sensitif adalah masa di mana peristiwa, pengalaman, atau masalah tertentu dapat memiliki dampak signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan anak secara keseluruhan. Faktor-faktor ini mempengaruhi anak karena prinsip dasar pertumbuhan dan perkembangan anak adalah saling keterkaitan antar aspek perkembangan (Yusuf, 2012).
Permasalahan pada perkembangan membaca, terutama disleksia pada anak, merupakan isu yang memiliki dampak signifikan. Kesulitan dalam perkembangan berbahasa seringkali memengaruhi anak terutama dalam aspek akademik, karena masalah tersebut dapat menyulitkan proses belajar mengeja dan membaca. Menguasai keterampilan membaca merupakan aspek dasar yang penting untuk proses pendidikan formal (Nelson et al., 2006; Law et al., 2004).
Membangun komunikasi yang baik
Untuk mencapai komunikasi yang baik selama pembelajaran disekolah, penting untuk terus merangsang dan membangun hubungan yang berkelanjutan antara subjek dan orang tua subjek dengan menerapkan pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua subjek. Penerapan pola pengasuhan yang tepat memainkan peran kunci karena cara orang tua mengasuh anak dapat memengaruhi perasaan anak terhadap dirinya sendiri dan hubungan anak dengan orang lain (Martin & Colbert, 1997). Orang tua, sebagai figur yang memiliki peran penting dalam proses pengasuhan, dituntut untuk terus mendukung dan memelihara pertumbuhan anak, tidak hanya secara fisik tetapi yang terpenting adalah membentuk kelekatan emosional dan ikatan psikologis dengan anak (Brooks, 1991). Untuk mengoptimalkan kualitas pengasuhan yang baik, orang tua perlu belajar untuk memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka sendiri. Kesadaran orang tua terhadap kompetensinya dalam peran tersebut dapat membawa kepuasan dan kesenangan dalam pengasuhan, bahkan dalam kondisi lingkungan yang sulit sekalipun.
Untuk meningkatkan komunikasi selama pembelajaran, penting untuk melakukan pendampingan dan komunikasi dua arah agar subjek dapat terbuka dan mau berinteraksi dengan teman-teman dan orang dewasa di lingkungan manapun. Hal ini diharapkan dapat berdampak positif pada kemampuan interaksi subjek. Selain itu, sosialisasi dua arah dan dukungan dari orang tua, guru, teman, dan lingkungan sekitar juga diperlukan agar subjek dapat memperbaiki hubungan komunikasinya selama pembelajaran. Ke depannya, diharapkan terjadi perkembangan dari pembelajaran bahwa dengan anak keterbatasan membaca dengan anak normal lainnya menjadi perhatian penting. Hal ini diharapkan dapat memulihkan komunikasi subjek dan meningkatkan fokusnya dalam proses belajar baik disekolah maupun dirumah. Begitu pula, harapannya adalah bahwa hubungan komunikasi subjek dengan teman-temannya dapat kembali terjalin dengan baik dan mereka dapat bermain bersama-sama seperti pada anak normal dan tanpa harus dikucilkan atau dibedakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H