Mohon tunggu...
Mikhael Yosia
Mikhael Yosia Mohon Tunggu... Dokter - Medical/Operational Research Coordinator Doctors Without Borders (Médecins Sans Frontières), Master in Occupational Health

dr. Mikhael menyelesaikan studi dokter umumnya di Universitas Indonesia dan University of Melbourne di Australia. Selama beberapa tahun melakukan riset di bidang hematologi (darah) pada anak, menghasilkan beberapa publikasi internasional. Saat ini dr. Mikhael menjadi koordinator penelitian untuk negara-negara di Asia dalam bidang infeksi pada anak, vaksinasi, pelayanan medis pada bencana alam, dan wabah penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menggunakan Artificial Intelligence untuk Prediksi Akhir Covid-19

8 Mei 2020   14:25 Diperbarui: 8 Mei 2020   17:15 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prediksi akhir COVID-19 di Indonesia berdasarkan data per tanggal 02 April 2020. (Sumber: SUTD)

Sebagai seorang peneliti dan dokter dibidang kesehatan, pertanyaan yang sering dilontarkan kepada kami akhir-akhir ini adalah: "Kapan COVID-19 berakhir?". Jujur, sampai sekarang susah untuk saya menjawab pertanyaan itu. Hati ingin optimis, tapi otak tetap pesimis. Banyak sekali faktor yang harus diperhatikan, belum lagi keadaan di satu negara tidak pernah sama dengan negara lainnya.

Selusin model dan prediksi telah dikeluarkan oleh berbagai belahan pihak masyarakat, dari ahli matematika sampai para cenayang dengan kemampuan indera keenamnya. Tetapi jawaban yang pasti mengenai kapan COVID-19 berakhir masih hanya diketahui oleh Yang Maha Esa saja.

Beberapa saat lalu, Singapore mencoba menggunakan pendekatan yang berbeda dalam memprediksi kapan COVID-19 akan berakhir. Peneliti dari Singapore University of Technology and Design (SUTD) berkesperimen dengan menggunakan Artificial Intelligence (AI) untuk menganalisa data dari berbagai negara dan menghitung kapan kira-kira COVID-19 akan berakhir di negara-negara tersebut.

Mungkin sebuah pandemi penyakit dapat terlihat "random" datang dan pergi secara tiba-tiba dan semaunya saja, seperti kasih yang tidak sampai. Tetapi pandangan ini tidak sepenuhnya benar, seperti yang kita pelajari dari pandemi-pandemi sebelumnya semua pandemi, termasuk COVID-19, mengikuti siklus hidup standar yang terdiri dari fase-fase tertentu. 

Dimulai dari awal mulainya wabah, pandemi akan melalui fase akselerasi, titik belok, fase deselerasi seblum mencapai fase akhir. Namun lama dan kapan muncul fase-fase ini dapat bervariasi tergantung jenis penyakit yang menyebabkan pandemi dan oleh negara masing-masing. Negara menjadi sebuah variabel penting dalam menentukan akhir sebuah pandemi karena pemerintahan dan kebijakan-kebijakannya sangat dipengaruhi dan mempengaruhi bagaimana sebuah pandemi berkembang. 

Dengan memanfaatkan pengetahuan akan siklus hidup dan fase-fase pada pandemi, peneliti dari SUTD telah menciptakan model matematika berbasis SIR (suseptible-infection-recovered atau berdasarkan angka populasi subseptible-terinfeksi-sembuh) yang diniliai dapat memprediksi infeksi COVID-19 dimasa mendatang.

Dasar dari hitungan matematika ini adalah data jumlah kasus dan kematian COVID-19 yang dilaporkan oleh pemerintah dunia. Semua ini dilakukan dan dihitung langsung oleh AI, yang juga akan menganalisa data-data yang masuk untuk memperbarui prediksi akhir COVID-19 setiap harinya. 

Model ini dikembangkan menjadi sebuah model pemantauan-prediktif (memantau kejadiaan yang terjadi secara riil berdasarkan data pemerintahan dan dengan itu memprediksi kemungkinan akhir COVID-19).

Data yang dimasukkan divisualisasikan dalam diagram batang, dan kurva berbentuk lonceng di atasnya menampilkan lintasan penyakit yang diprediksi, memungkinkan pengguna untuk dengan mudah mengidentifikasi fase utama pandemi, termasuk titik belok - atau puncak kurva - dan akselerasi dan fase deselerasi.

Pada 30 April 2020, model ini memperkirakan akhir 100% dari pandemi pada skala dunia sekitar 4 Desember. Ini berbeda untuk negara-negara tertentu, dengan Singapura diprediksi 100% bebas dari virus sekitar 28 Juni, Inggris akan 100% gratis sekitar 27 Agustus dan AS akan 100% gratis sekitar 20 September.

Prediksi ini akan berubah setiap harinya sembari makin banyaknya asupan data yang masuk. Tim SUTD sempat pula menekankan bahwa model dan data "tidak akurat karena harus bersanding dengan realitas yang kompleks, berkembang, dan heterogen dari berbagai negara" dan bahwa "ramalan ini tidaklah pasti."

Setiap prediksi harus dibaca dalam kombinasi dengan peristiwa terkini yang terjadi di dunia nyata dan perubahan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi penyebaran virus.

Penguatan pembatasan di Singapura pada bulan April mungkin telah menekuk kurva lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya, dan relaksasi aturan jarak sosial di Jerman atau protes terhadap penguncian di AS dapat menunda titik akhir akhirnya karena tingkat infeksi mulai membangun sekali lagi. 

Begitupula dengan negara kita dengan aturan PSBB yang terkesan tidak tegas, kesadaran masyarakat yang rendah, dan gonta-gantinya kebijakan pemerintah akan izin operasi transportasi umum disaat pandemi ini. Prediksi dari SUTD bulan lalu menyatakan bahwa COVID-19 akan berakhir di Indonesia sekitar tanggal 6 Juni 2020, minggu lalu prediksinya mundur ke tanggal 23 September 2020, dan minggu ini prediksi akhir COVID-19 mundur lagi menjadi 27 Oktober 2020.

Ini bukanlah berita baik jika ternyata model yang dikeluarkan oleh AI milik SUTD akurat. Untuk pertanyaan faktor apa yang menyebabkan maju atau (lebih tepatnya) mundurnya prediksi akhir COVID-19 di negara ini, mari kita introspeksi diri dan memperhatikan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Prediksi akhir COVID-19 di Indonesia berdasarkan data per tanggal 02 April 2020. (Sumber: SUTD)
Prediksi akhir COVID-19 di Indonesia berdasarkan data per tanggal 02 April 2020. (Sumber: SUTD)
Prediksi akhir COVID-19 di Indonesia berdasarkan data per tanggal 06 April 2020. (Sumber: SUTD)
Prediksi akhir COVID-19 di Indonesia berdasarkan data per tanggal 06 April 2020. (Sumber: SUTD)

Walaupun adanya prediksi akhir mungkin dapat menjadi sebuah cahaya harapan, selalu ada bahaya dalam optimisme berlebihan terhadap tanggal yang diperkirakan. Jangan kira karena AI menyebut bulan September atau Oktober kita bisa lengah.

Perlu diketahui bahwa setiap pelonggaran aturan jarak sosial dapat menyebabkan perputaran infeksi dan perpanjangan pandemi. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, meskipun prediksi berdasarkan sains dan data ditujukan untuk menjadi objektif, pada dasarnya hal ini masih tidak pasti. 

Satu hal yang pasti adalah bahwa model, data, dan prediksi tidak akurat dan tidak cukup untuk sepenuhnya mewakili realitas dunia kita yang kompleks, berkembang, dan heterogen. Data-data dan prediksi dari tim SUTD dapat dilihat di tautan berikut.

Kapan kah ini akan berakhir? Mari kita tanyakan pada rumput yang bergoyang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun