Sisi Nyata MediaÂ
Konflik baru-baru ini yang terjadi di Timur Tengah sudah berjalan selama satu tahun. Konflik ini masih terbalut dengan kontroversi, siapa yang memulai duluan atau siapa yang lebih bertanggung jawab masih selalu dibahas. Dunia pun terpecah belah dan saling berbeda pendapat akibat terjadinya konflik tersebut. Sekarang, konflik tersebut telah meluas, pasukan IDF mulai memasuki selatan Lebanon, Iran telah menembakan roketnya untuk kedua kalinya ke Israel, dan ketakutan akan perang dunia ketiga semakin nyata. Â
Dengan banyaknya peristiwa yang terjadi, kanal-kanal berita langsung menangkap peristiwa yang terjadi dan mengolahnya menjadi berita yang akan disebar ke media massa. Banyak berita mulai bermunculan membahas hal-hal yang terjadi dan hampir semua disampaikan menurut paham haluan yang anut. Kanal berita haluan liberal hanya menyampaikan bagian berita yang menitikberatkan kejahatan Israel, seperti pengeboman kota Beirut. Di lain sisi, kanal berita haluan konservatif hanya menyampaikan berita yang menitikberatkan kejahatan para militan muslim, seperti penembakan rudal ke Israel. Kedua haluan juga mencoba menjustifikasi aksi-aksi faksi mereka dukung, sekaligus menyalahkan aksi-aksi faksi lawan.
Patut dipertanyakan mengapa kanal-kanal berita menjadi berpihak seperti ini. Padahal fungsi dari berita adalah untuk mendapatkan informasi secara keseluruhan. Berita adalah sarana masyarakat untuk mengerti konteks yang sedang terjadi di dunia. Berita tersebut menjadi sumber orang-orang untuk melakukan tindakan. Jika berita tersebut hanya memberikan sebagian fakta yang terjadi sebenarnya, orang-orang akan salah menyimpulkan berita yang terjadi. Akhirnya, orang-orang jadi salah mengambil tindakan.Â
Media Menciptakan PolarisasiÂ
Pemberitaan bias yang dilakukan oleh media-media korporasi telah membuat dunia mengalami polarisasi yang tajam. Tensi dan konflik pada aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pendukung pihak yang bertikai sebenarnya bisa terjadi karena pemberitaan bias itu sendiri. Media-media korporasi berhasil menyetir orang-orang awam untuk menjustifikasi kekejaman salah satu pihak hingga menuju perilaku terror yang terbuka. Slogan yang mengancam berkumandang jelas di aksi-aksi demonstrasi. Diskriminasi seperti penyerangan fisik dan mental juga terjadi karena pemberitaan bias ini.
Peran media korporasi telah membuat orang-orang semakin tidak bisa bersatu, identitas orang-orang semakin terpisah dengan asosiasi kuat yang mereka asumsikan, dan asumsi ini semakin menguatkan pemisahan identitas. Sesama burung merpati sudah bertengkar satu sama lain karena pertengkaran elang dan falkon yang memperebutkan wilayah kekuasaan. Bisikan gagak membuat para merpati mulai menganggap mereka adalah elang atau falkon. Mereka bukan menjalankan hidup mereka sebagai merpati lagi, melainkan elang atau falkon dan beranggapan bahwa mereka harus menang mengalahkan musuh mereka. Merpati sudah tidak lagi menjadi penengah dari konflik.Â
Berani BerbedaÂ
Ini menjadi sebuah ironi bahwa berita-berita yang disiarkan oleh para individu di internet menjadi opsi yang lebih dipilih oleh kebanyakan orang. Ketenaran individu tersebut memang tidak ada bandingannya dengan popularitas media-media korporasi. Namun, bagi orang-orang yang ingin mengerti berita secara keseluruhan, integritas mereka patut diacungi jempol. Memang, tidak semua individu bisa mempertahankan netralitasnya, tetapi untuk individu yang benar-benar mempertahankannya, para penonton selalu bersedia untuk melihatnya.Â
Akun-akun seperti Real Talking Fish, Roca News, dan Vologda Mapping telah menjadi opsi yang lebih dipilih orang-orang. Sebenarnya akun-akun tersebut bekerja dengan menggabung-gabungkan informasi dari berbagai berita dari berbagai haluan, bukan menyiarkannya dengan observasi sendiri. Namun, mereka tetap mempertahankan integritasnya dengan menyebarkan informasi secara penuh dengan apa adanya.Â