Salam 3 Jari yang diucapkan dalam pidato kemenangan Jokowi di kapal Pinisi adalah pertanda terakhir yang saya tunggu.
Satria ke-7 pemimpin Indonesia adalah Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu. Setelah Presiden ke-6 memimpin Indonesia, maka sudah pasti berikutnya adalah pemimpin ke-7. Pertanda yang biasa muncul menandai munculnya calon pemimpin adalah lintang kemukus, komet ISON yang sangat terang muncul di akhir tahun 2013. Merapi njeblug muntah ngulon, Merapi meletus dan laharnya mengarah ke barat yang selama ini aman sehingga meratakan desa Juru Kunci Mbah Marijan sudah terjadi. Satrio di sini adalah pemuda pemimpin negara yang makna lainnya adalah Raja. Pinandhito berarti peri kehidupannya sederhana sebagaimana kehidupan para pandita, tidak dengan kemewahan yang seharusnya bisa dilakukan sewajarnya sebagaimana seorang Raja. Sinisihan Wahyu berarti tingkah laku hidupnya mengikuti agama Wahyu, sedangkan agama wahyu di dunia ini adalah agama-agama dari Timur Tengah, bukan agama asli orang Indonesia. Masa kecilnya hidup susah menderita untuk ukuran Satria calon Raja yang umumnya lahir dari keluarga kerajaan maupun kesatrian yang serba berkecukupan. Muncul dari kaki gunung Lawu, adalah jelas Solo di kaki gunung Lawu. Sebelah Bengawan, apalagi kalau bukan Bengawan Solo. Sekti tanpo Aji, walau tidak memiliki latar belakang kepangkatan militer maupun gelar kebangsawanan -baik kebangsawanan kerajaan masa lalu maupun kebangsawanan trah politik, dia tetap mumpuni mampu menyelesaikan tugas dan permasalahan yang belum tentu mampu dilakukan oleh mereka yang dari militer maupun bangsawan. Paras seperti Krishna yang murah senyum kepada rakyat, tapi wataknya seperti Baladewa yang tegas dalam setiap tindakan dan keputusannya. Peparap pangeran perang, sebagai Presiden RI dia adalah panglima Tertinggi TNI, Tan pokro anggone nyandhang, berpakaiannya ala kadarnya, sederhana tidak seperti biasanya seorang Raja dan Panglima. Iso nyembadani ruwet renteging wong sak pirang-pirang. Bisa menyelesaikan keruwetan dan kesulitan orang banyak. Sebagai pejabat sejak walikota sampai gubernur apa yan dilakukan tidak untuk keuntungan diri sendiri maupun keluarga, karena dia telah selesai dengan dirinya sendiri. Semua yang dilakukan adalah menyelesaikan kesulitan dan problem rakyatnya. Nglurug tanpo bolo, mendatangi masyarakat menyelesaikan permasalahan turun sendiri tidak mengandalkan rombongan kekuatan baik dinas maupun militer. Selain itu makna nglurug yang artinya menyerang secara aktif biasanya terjadi dalam pertempuran peperangan dengan tujuan utama mengalahkan lawan dan memenangkan perang. Bila menyerang tanpa bala tentara bagaimana bisa mengalahkan lawan? Karena maju sendirian menghadapi persoalan dan masyarakat menggunakan cara diplomasi, rembug, untuk mencapai hasil win-win solution, tidak ada yang dikalahkan. Menang tanpo ngasorake. Itulah efek dari maju menghadapi musuh dengan diplomasi untuk menyelesaikan persoalan, mencapai kemenangan tanpa membuat pihak lawan dipermalukan atau merasa dikalahkan. Selama ini Jokowi tidak pernah menjelek-jelekkan rival dalam pemilihan, dan tidak mengungkit menjelekkan pejabat pendahulu. Ratu nyembah kawulo. Sebagai raja dan pemimpin tidak disembah dan dilayani rakyatnya, justru dia yang datang kepada rakyat dan menjadi pelayan rakyat. Paradigma baru bagi filosofi kekuasaan kerajaan Jawa. Piningit tersembunyi sebelumnya tidak masuk dalam konstelasi politik selama ini, dan muncul tiba-tiba sehingga menjadi pemimpin yang segar bersih dari dosa-dosa politik masa lalu. Keratonnya dua, di Mekkah sebagai orang Islam dan di tanah Jawa, sebagai orang suku Jawa. Tindakannya ibarat trisula adalah bener, jejeg, jujur. Benar, lurus dan jujur kita semua sudah mengakui menjadi kualitas Jokowi selama ini. Sekian ciri di atas belum semuanya. Banyak ciri-ciri lainnya yang tidak cocok bahkan beberapa pertanda tidak bisa dipahami dengan logika dan kondisi jaman ini. Tapi sekian ciri ini sudah mencukupi bagi saya untuk memantapkan hati mengenal Satrio ke-7 yang akan memimpin Indonesia menggantikan Presiden SBY. Dua Capres yang tersedia, Jokowi dan Prabowo memudahkan saya memilih, mana yang lebih banyak kemiripan dengan sekian ciri-ciri tersebut. Dan Senjata Trisula adalah yan saya tunggu-tunggu. Memang dulu Jokowi sering mengacungkan salam metal dengan tiga jari pula, tapi itu saya anggap tindakan seorang penggemar musik yang tidak ada urusannya dengan masalah kepemimpinan nasional. Salam 3 Jari Presiden Jokowi di atas kapal Pinisi menggenapi pertanda yang saya tunggu selama ini. Salam 3 jari yang pas dengan sila ke-3 Pancasila sangat cocok dengan situasi terkini setelah Pilpres yang alot ini. Mengapa saya muncul di kompasiana ini adalah karena proses Pilpres 2014 ini. Sejak muncul menjadi calon Gubernur DKI saya mulai mencurigai Jokowi adalah Satrio Piningit itu. Dan saya mulai aktif mengikuti berita di kompas.com dan rajin mengisi komen di tiap artikel berita. Saya juga komen di tribunnews, vivanews, republika, tempo. Komen yang mulai memanjang membuat saya tertari terjun menulis di kompasiana. Dengan kemampuan menulis apa adanya karena belum pernah menulis menumpahkan isi hati, karena menginginkan Jokowi menjadi Presiden RI ke-7. Sekarang saya sudah mencapai keyakinan bahwa Jokowi adalah Presiden RI ke-7 walau Prabowo mengulur-ulur waktu sebagai nyamuk pengganggu. Terpenuhi sudah alasan saya menulis di kompasiana ini. Maka tiba waktunya saya undur diri dari kompasiana. Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman kompasianer yang tidak perlu saya sebut satu persatu namanya. Terima kasih kepada semua yang telah membaca tulisan-tulisan saya dan memberikan komentar-komentar. Selamat tinggal semuanya. Selamat menyambut Indonesia maju dan hebat, jaya dikenal seluruh dunia. Salam bahagia selalu, dari saya yang berbahagia. Simpanglima Semarang, 24 Juli 2014 22.22 wib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H