Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terkait Nyanyian Freddy Budiman, Menunggu Keberanian Jokowi

1 Agustus 2016   10:51 Diperbarui: 1 Agustus 2016   11:40 2762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.sinarharapan.co

Belasan Ribu Pemuda Sumsel Konsumsi Narkoba.

Indonesia adalah satu dari sekian banyak negara di dunia yang masih menerapkan hukuman mati, terutama terhadap para bandar narkoba.

Perdebatan tentang ekseskusi mati masih menjadi topik yang menarik, karena sudah banyak negara yang tidak lagi menerapkan hukuman mati.

Para pegiat HAM selalu mengatakan bahwa HUKUMAN MATI TIDAK AKAN MEMBERI EFEK JERA. Mereka beralasan, eksekusi hukuman mati telah melanggar hak untuk hidup bagi manusia seperti yang tercantum dalam pasal 28 ayat 1 UUD 1945. Tidak ada satu manusiapun yang boleh menentukan hidup matinya seseorang. Ini yang selalu menjadi senjatanya.

Selain itu, sudah terbukti bahwa sejak diterapkan hukuman mati, peredaran narkoba, masih tetap banyak di Indonesia. Bandar narkoba masih tetap banyak memproduksi atau mengimpor narkoba.

Para penegak hukum, BNN, sebaliknya beralasan bahwa hukuman mati justru memberi efek jera terhadap para pengedar narkoba. Sebaliknya, jika tidak diterapkan hukuman mati pada pengedar narkoba, maka peredaran narkoba di Indonesia, pasti akan jauh lebih banyak lagi. Jumlah bandar dan korban pasti lebih banyak lagi.

Dengan kata lain, para pegiat HAM, menentang hukuman mati, dengan mengatasnamakan HAK UNTUK HIDUP bagi manusia. Di sisi lain, para penegak hukum menetapkan eksekusi mati untuk melindungi masyarakat dari jerat narkoba.

*Apakah para pegiat HAM dan para penegak hukum sudah sering duduk bersama, membahas eksekusi mati dengan parameter yang sama?

Jika para pegiat HAM dan penegak hukum tidak menyamakan persepsi nya dulu, bagaimana perdebatan ini bisa mempunyai titik temu?

Karena tidak memakai tolok ukur yang sama, makanya tidak heran jika perdebatan yang tidak akan ada habisnya dan terus menjadi polemik yang berkepanjangan.

Lucunya, perdebatan soal hukuman mati, kerap terjadi HANYA PADA SAAT AKAN ADA EKSEKUSI MATI.

Patut diingat, bahwa dalam setiap pembahasan untuk menetapkan sebuah aturan, undang-undang dan hukum yang menjadi tolok ukur adalah UNTUK KEPENTINGAN MASYARAKAT YANG LEBIH BANYAK, BUKAN SEGELINTIR ORANG ATAU GOLONGAN. Ini poin pentingnya.

Sebagaimana kita tahu bahwa narkoba telah menghantam seluruh sendi masyarakat di seluruh dunia.

Narkoba tidak membedakan gender, status sosial, ras bahkan usia. Sehingga korban narkoba, entah harta, keluarga, sampai dengan nyawa manusia sudah tak terhitung lagi.

Sekedar ilustrasi untuk mengingatkan para pegiat HAM terutama yang ada di Indonesia.

Silahkan diingat lagi, bagaimana Tiongkok yang begitu besar bisa ditaklukan oleh Inggris, hanya dengan mencecoki rakyatnya dengan candu (kata lain dari madat, sejenis narkoba yang sekarang sudah sangat jarang didapat).

Bangkitnya kesadaran sebagian rakyat Tiongkok bahwa efek candu terbukti telah melemahkan rakyat, menghancurkan perekonomian dan masa depan bangsa. Hal ini menyebabkan perlawanan disana-sini yang akhirnya meletus perang candu. (secara histori, perang candu adalah perebutan kekuasaan dalam perdagangan candu).

Silahkan nonton film tentang mafia yang sangat terkenal yaitu trilogi film Godfather (di rilis 1972, 1974 dan 1990, yang diperankan oleh Marlon Brando dan Al Pacino).

Dalam film tersebut, menunjukan secara jelas penyebab kematian sang Godfather, Michael Corleone (Marlon Brando), dikarenakan ia tidak mau bahkan menentang keras untuk bekerjasama dengan mafia narkoba.

Bahkan Corleone raja mafia saja sadar bahwa narkoba bisa sangat berbahaya bagi masyarakat.

***

Sebelum berpanjang kali lebar, ijinkan saya promosi dulu ya...

Jeda, Iklan...iklan...Hahahaa...

Sedari awal saya bergabung di Kompasiana, selain menulis tentang politik dan korupsi saya juga sering menuli tentang narkoba.

Sudah ada 11 artikel saya tentang narkoba, 6 diantaranya mendapat label HL.

Enaknya Jadi Pecandu Narkoba

Narkoba dan Aparat Penegak Hukum

Lapas Harus Segera Diawasi

Lebih Kejam Mana, Begal Motor, Pengedar Narkoba, Teroris atau Koruptor?

Narkoba Dalam Lapas Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Ini Penyebab Bandar Narkoba Tidak Kapok Walaupun Sudah Dihukum Mati

Mary Jane Ditunda, Abraham Samad Ditangkap

Sekarang Saja 50 Orang mati Tiap Hari, Masih Mau Membela Bandar Narkoba?

Kaitan Antara Korupsi, Narkoba dan Anggita Sari yang Tidak Dijerat dengan Pasal Narkoba

Menunggu Aksi Nyata Buwas

Susahnya Membongkar Kejahatan Kerah Putih

***

Pembahasan tentang bahaya narkoba sudah jutaan kali dilakukan oleh aparat maupun para pegiat anti narkoba. Begitu juga dengan artikel, sudah ada jutaan tulisan yang membahas tentang narkoba.

Walaupun sudah banyak kampanye anti narkoba yang membeberkan tentang bahaya narkoba, tapi sampai saat ini, tetap saja narkoba banyak dikonsumsi orang.

Angka pengguna narkoba dari tahun ke tahun bukan menyusut malah meningkat.

Oleh sebab itu, disini saya hanya mencoba untuk menuliskannya secara singkat, sependek pengetahuan saya saja, beberapa faktor yang menjadi penyebab tentang hal tersebut...

1. Pertumbuhan penduduk, kesenangan yang berlanjut dan kelengahan.

Ledakan penduduk dari tahun ke tahun terus meningkat bukan menyusut. Angka usia remaja, pemuda semakin bertambah. (Khusus mengenai hal ini bisa dibahas dilain artikel)

Manusia yang sejak diciptakan terkenal sebagai mahkluk pembangkang, yang mana dilarang, itulah yang dilanggar. Dan manusia adalah mahluk hidup yang selalu mau tau. Senang mencoba hal baru. Senang mencari tantangan.

Kebanyakan anak remaja atau usia muda, masih fokus untuk bermain dan bersenang senang. Mereka mulai mencari kesenangan yang lain daripada yang lain.Mereka mempunyai energi yang besar yang perlu disalurkan. Ada yang menyalurkan dan mencari kesenangan melalui games, seks, narkoba dan lain lain.

Silahkan cek, angka pengguna game, prostitusi dan pengguna narkoba, pasti banyak dari usia remaja, dan usia muda.  (Ingat, pengguna bukan pembuat, germo atau pemasok).

Berbeda dengan pecandu game mungkin karena keterbatasan usia akhirnya tidak bisa lagi bermain game.

Begitu juga dengan prostitusi, karena keterbatasan usia tidak lagi menjadi pelanggan atau menjadi PSK. Jikapun ada yang sampai usia lanjut, angkanya sangat kecil.

Maka untuk narkoba, orang bisa mendapatkan kesenangan yang sangat berbeda dengan segala kesenangan lainnya. Para pengguna bisa mendapat segala bentuk ilusi yang diinginkannya.

Bagi pengguna narkoba tidak ada batasan usia. Dan efek kecanduan narkoba terus berlanjut sampai nyawa berpisah dari badannya.

Upaya rehabilitasi hanya memberi tidak bisa bertahan lama. Banyak pengguna narkoba setelah keluar dari panti rehabilitasi yang kembali menjadi pecandu. Ini harus ditangani lebih serius lagi dan secara terus menerus (Saya punya pengalaman buruk tentang in)

Oleh sebab itu, harus ada peran dari keluarga, teman dan masyarakat, yang mau perduli untuk membantu untuk mengawasi, mengajak dan memberi motivasi, pekerjaan atau kesibukan lain supaya korban narkoba tidak balik lagi menggunakan narkoba.

Jangan sampai kita lengah dalam mengawasi mantan pecandu narkoba. 

Karena sama halnya dengan kelengahan pemerintah Orba yang menganggap enteng permasalahan narkoba dulu.

Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. 

Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba. 

2. Uang.

Apalagi di dunia ini yang tidak terkait dengan uang? Semua karena uang.

Dari mulai pengguna, pecandu, kurir, pengedar sampai dengan bandar pemasok, penegak hukum semua terkait dengan uang.

Indonesia surga bagi para pemasok narkoba. Karena harga narkoba di Indonesia termasuk yang paling mahal di Asia.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2012.

Untuk sabu asli Iran, di negara asalnya hanya Rp 100 juta per kilogram. Sabu itu kemudian diselundupkan ke Malaysia harganya menjadi Rp 300 juta. Tiba di Indonesia, harga sabu itu menjadi Rp 1,5 miliar (Kompas)

Tahun 2016.

Pasokan sabu dari Iran yang sangat murah tersebut, sampai sekarang masih mendoniminasi pasar sabu di Indonesia. Baru-baru ini jajaran Reserse Narkoba Polda Metro Jaya juga menyita 72 kaleng lem asal Iran. Di dalamnya ada sabu cair yang jika ditotal, beratnya mencapai 44 kg. (Mediaindonesia)

Untuk jenis methamphetamine atau sabu, menurut Arman, harga di Indonesia sekitar US$ 156-254 ribu per kilogram atau sekitar Rp 1,5-2,5 miliar. Nilai ini terbilang tinggi dibandingkan harga sabu per kilogram di Malaysia yang hanya mencapai US$ 72 ribu, Kamboja US$ 45 ribu, Jepang US$ 130 ribu, Filipina US$ 27 ribu, dan Singapura US$ 187 ribu. Indonesia hanya lebih rendah dari Australia yang mencapai US$ 300 ribu per kilogram. (Tempo)

Ada pengakuan yang lebih mengerikan lagi dari Almarhum Freddy Budiman kepada Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar

Menurut Pak Haris berapa harga narkoba yang saya jual di Jakarta yang pasarannya 200.000 – 300.000 itu?”

Saya menjawab 50.000.

Fredi langsung menjawab: “Salah. Harganya hanya 5000 perak keluar dari pabrik di Cina. Makanya saya tidak pernah takut jika ada yang nitip harga ke saya. Ketika saya telepon si pihak tertentu, ada yang nitip Rp 10.000 per butir, ada yang nitip 30.000 per butir, dan itu saya tidak pernah bilang tidak. Selalu saya okekan. Kenapa Pak Haris?”

Fredy menjawab sendiri. “Karena saya bisa dapat per butir 200.000. Jadi kalau hanya membagi rejeki 10.000- 30.000 ke masing-masing pihak di dalam institusi tertentu, itu tidak ada masalah. Saya hanya butuh 10 miliar, barang saya datang. Dari keuntungan penjualan, saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu.”

Belum lagi jika kita bicara harga yang jatuh ke pengguna, dengan barang yang sudah dicampur dengan bahan lain untuk mendapat keuntungan berlipat.

Karena selisih harga yang demikian besar, telah menarik para pemasok untuk bisa masuk di Indonesia.

Dan karena tergiur dengan iming-iming uang yang sangat besar juga telah membuat banyak orang yang mengedarkan, menjadi kurir atau memproduksi narkoba sendiri.

Sebenarnya Indonesia bukan hanya terkenal sebagai salah satu negara pengguna narkoba terbesar dan pasar yang menggiurkan saja. Tapi, Indonesia juga dikenal sebagai penghasil ganja kualitas no 1 di dunia.

Selisih harga narkoba yang bisa memberi keuntungan berlipat, sebenarnya bukan hanya terjadi  di Indonesia saja. Bahkan hal itu bisa menggiurkan anak-anak muda di Amerika yang ingin mendapat uang cepat.

Silahkan nonton film The Preppie Connection yang menceritakan tentang seorang pelajar berprestasi, yang berani bolak balik Amerika-Meksico untuk menyelundupkan narkoba.

3. Hukum di Indonesia bisa dibeli.

Ingat pomeo “LAPOR HILANG KAMBING MALAH HILANG SAPI”

Jadi, kalau bicara hukum dan aparat di Indonseia bisa dibeli, bukan omong kosong atau sekedar mengarang cerita saja. Siapa sih rakyat Indonesia yang tidak tahu bahwa hukum di negeri ini bisa dibeli? Justru kalau tidak tahu soal itu malah aneh.

Dari pelapor, terlapor, tersangka, terdakwa sampai terpidana semua bisa dijadiin duit.

Terkait dengan beredarnya pengakuan Almarhum Freddy Budiman, saya malah jadi heran dengan cara ngeles polisi dan BNN yang seperti itu.

Emang beneran ga tau pak bahwa banyak polisi yang sering bermain dalam setiap kasus? Sumpeh lo?

Mbok ya, jangan buru-buru membuat statemen, pak.

Masa Harris Azhar yang disuruh membuktikan? Bagaimana dia bisa membuktikannya, wong, Oom Freddy nya udah di dor koq. Emang bisa nanyain Oom Freddy lagi yang udah dalam kubur?

Kalau gitu malah jadi keliatan kalap, pak.

Apa sudah lupa, dengan kasus AKP Ichwan Lubis, Kasatserse Narkoba, yang sedang sial karena terbongkar menerima uang hasil bisnis narkoba, baru baru ini?

Kasus itu hanya contoh dari ribuan kasus serupa. Sudah bukan rahasia lagi, ada kongkalikong antara polisi dengan calon tersangka. Terlebih lagi pada kasus narkoba yang menjadi lahan basah.

Banyak bandar narkoba yang bisa terlepas dari jerat hukum

Pertanyaannya : Koq bisa, bagaimana para pengedar narkoba menghidar dari jeratan hukum?

Jawabannya jelas, yaitu ketika ditangkap mereka pasti bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk bisa mendapat pasal undang-undang tersebut.

Jadi, secara tidak langsung, Buwas mengatakan ada permainan antara aparat penegak hukum ketika menerapkan pasal itu untuk melindungi pemasok atau bandar narkoba supaya bisa mendapat keuntungan ganda.

Saya kasih contoh yang gampangnya aja ya: Suatu ketika ada bandar narkoba yang ditangkap aparat, kemudian dibawa ke kantor Polisi untuk diproses dan dibuat BAP. Dalam proses pembuatan BAP itulah, terjadi tawar menawar pasal yang akan diterapkan oleh petugas

Saya kasih contoh yang gampangnya aja ya: Suatu ketika ada bandar narkoba yang ditangkap aparat, kemudian dibawa ke kantor Polisi untuk diproses dan dibuat BAP. Dalam proses pembuatan BAP itulah, terjadi tawar menawar pasal yang akan diterapkan oleh petugas.

Jadi cerita Freddy Budiman bukan cerita baru atau cerita asal ngarang saja tapi sudah menjadi tradisi.

4. Kekuasaan

Bukan karena uang orang bisa berkuasa, tapi karena kekuasaan orang bisa mendapat segala termasuk uang.

Oleh sebab itu tidak heran, jika orang menggunakan berbagai macam cara untuk meraih kekuasaan.

Narkoba adalah satu senjata yang sering dipakai untuk meraih kekuasaan.

Contohnya yang nyatanya sudah saya tulis di atas yaitu perang candu di Tiongkok.

Narkoba bisa dipakai untuk melemahkan lawan. Bisa menjadi perangkap yang mematikan, seperti halnya Kantong Semar yang menyerap semua kekuatan mangsanya.

Awalnya kantong semar "memancing" serangga dengan cara mengeluarkan aroma dari kelenjar nektar di kantongnya, supaya mendekati bibir kantong. Setelah itu serangga akan tergelincir dan masuk ke dalam kantong dan terjebak dalam cairan kantong. Cairan asam berfungsi mencabik-cabik tubuh serangga menjadi molekul protein.

Selanjutnya kantong semar mengeluarkan enzim proteolase (nephenthesin) sebagai enzim pengurai protein menjadi zat-zat sederhana (nitrogen, fosfor, kalium & garam-garam mineral). Zat-zat ini yang akan diserap menjadi nutrisi makanan.

5. Penyelundupan dan penjualan narkoba gaya baru.

dokpri
dokpri
SEBELUMNYA PENTING SAYA TEGASKAN DAHULU.
INI BUKAN PROMOSI,

INI ADALAH KENYATAAN YANG ADA DI DEPAN MATA, YANG HARUS DITINDAK LANJUTI OLEH APARAT KHUSUS DAN MENJADI PERHATIAN KITA –MASYARAKAT- UMUMNYA.

Kemajuan tehnologi bisa digunakan apa saja dan siapa saja untuk mengambil keuntungan. Begitu juga dengan bandar narkoba. Mereka tidak mau ketinggalan jaman. Beberapa tahun belakangan ini, mereka memperdagangkan narkoba lewar jalur online yang lebih aman.

Apakah selama ini pernah dengar ada penangkapan narkoba yang diperjual belikan lewat online? Kalaupun ada pasti sedikit.

Sudah nonton film Deep Web (2015)? Sebuah film dokumenter yang menceritakan transaksi narkoba, bitcoin dan dunia bawah tanah internet.


Di film tersebut disebutkan sebuah website yang memperdagangkan narkoba secara online dengan cara yang paling aman. Bagaimana caranya supaya semua transaksi bisa aman?

Dalam website tersebut pengunjung dipandu untuk melakukan langkah langkah pengamanan.

Ide pembuatan web Silk Road sungguh nyeleneh, mereka menganggap narkoba adalah barang legal, tidak melanggar hukum. Adalah Hak Asasi Manusia untuk menggunakan narkoba yang tidak boleh dihukum.

Yang lebih gila lagi, mereka justru mengatakan bahwa, dengan membuat website ini mereka ingin menekan angka kematian akibat narkoba.

Mereka mengacu pada perang antar geng narkoba yang telah banyak membawa korban. Mereka beranggapan jika semua pedagang narkoba bertransaksi melalui website, maka persaingan harga menjadi lebih terbuka dan sangat kecil terjadinya perang antar geng narkoba.

Jangan buru buru menyangkal. Ini bukan omong kosong. Ini bukan karangan atau hayalan. Ini adalah kenyataan yang ada didepan mata.

Apakah aparat keamanan kita bisa menembus silkroad? 

Hmmm... Saya tidak yakin...

Silahkan pelajari kasus Ross William Ulbricht, seorang anak yang cerdas yang ditangkap karena dianggap sebagai pendiri Silk Road.

http://bc.ctvnews.ca/alleged-drug-kinpin-behind-silk-road-site-ordered-hit-on-b-c-dad-docs-1.1484676
http://bc.ctvnews.ca/alleged-drug-kinpin-behind-silk-road-site-ordered-hit-on-b-c-dad-docs-1.1484676
***

Udah capek bacanya? Masih panjang nih...Hahahahaa...

Biar agak santai, kita nyanyi dulu yook...


http://yosca.deviantart.com/art/Iwan-Fals-140240128
http://yosca.deviantart.com/art/Iwan-Fals-140240128
Nah sekarang udah lebih rilek kan?

Lanjutttttttt.........

***

Dari kelima penyebab di atas, kita bisa lihat betapa hebatnya peredaran narkoba. Betapa berbahayanya akibat dari narkoba bagi bangsa ini.

Saya berani mengatakan bahwa pada dasarnya peredaran narkoba tidak bisa diberantas sama sekali!

Ini bukan sikap pesimis tapi sebuah kenyataan yang harus dihadapi.

Sebagai mana penyakit masyarakat, narkoba hanya bisa di tekan, ditekan dan ditekan saja, supaya tidak membesar.

Karena, selama orang masih mencari kesenangan, selama orang masih butuh uang banyak dengan cepat, selama orang masih haus kekuasaan, disitu ada narkoba.

Narkoba tidak bisa diberantas dengan tuntas, hanya bisa ditekan angka peredarannya.

Lalu apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk menekan peredaran narkoba?

Perang terhadap narkoba bukan perang untuk kita sendiri atau pemerintah saja, tapi ini merupakan perang besar -perang kita semua- yang sangat panjang, yang memerlukan energi, kekuatan serta keberanian yang lebih.

Oleh sebab itu, kita tidak bisa hanya mengandalkan segelintir orang atau badan pemerintah saja, harus ada peran serta dari kita –masyarakat- untuk menekan peredaran narkoba.

Saya mencoba memberi beberapa cara yang bisa dilakukan oleh kita dan pemerintah.

1. Perbanyak kampanye anti narkoba dan mengajak masyarakat ikut bekerjasama.

Salah satu tugas BNN adalah mencegah meluasnya peredaran narkoba. Ini yang terpenting.

BNN harus merekrut lebih banyak orang lagi untuk memberi pendidikan dan penjelasan tentang bahaya efek narkoba.

BNN bisa bekerjasama dengan para pegiat anti narkoba atau bisa juga mengikut sertaakan korban korban narkoba yang sudah insyaf. Mereka ini yang nantinya secara kontinyu, memberikan penjelasan ke sekolah, sejak masih duduk di Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum.

Jangan hanya dilakukan sekali dua kali saja dalam satu masa pendidikan, tapi terus kontinyu. Apalagi bentuk narkoba, cara peredaran, cara merekrut para kurir terus berkembang mengikuti jaman.

Kita –masyarakat- bisa membantu pemerintah dari lingkungan terkecil yaitu keluarga sendiri.

Beri pemahaman yang benar tentang narkoba dan segala macam efeknya.

Jangan ada yang ditutupi, jelaskan segamblang gamblangnya bahwa sesuatu yang bisa menyenangkan, membuatnya berhalusinasi, belum tentu akan memberi dampak yang baik.

Ketimbang anggaran negara dihabiskan untuk rehabilitasi, lebih baik berikan reward yang memadai atau bisa menggairahkan, kepada Ketua RT/RW, Lurah, Camat yang daerahnya terbebas dari narkoba.

2. Penegakan hukum.

Selayaknya kejahatan yang luar biasa, narkoba harus menjadi perhatian lebih dari pemerintah. Karenanya harus ditangani lebih spesifik lagi. Tidak cukup hanya menerapkan hukuman mati bagi para bandar narkoba.

Beberapa waktu lalu, Kepala BNN, Komjen Budi Waseso telah memberikan usulan yang sangat cemerlang.

Badan Narkotika Nasional (BNN) mengusulkan adanya pengadilan khusus narkoba dalam revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika kepada DPR RI.

"Kami sudah memberikan masukan kepada DPR," kata Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso yang akrab disapa Buwas di Jakarta, Rabu (4/5).

Selain itu, diusulkan hakim dan jaksa dalam pengadilan narkoba tersebut harus khusus penegak hukum narkoba serta terkait penanganan aset-aset kasus narkoba. "Kita menginginkan kasus narkoba ditangani di pengadilan narkoba khusus seperti di KPK ada pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," kata Buwas.

Ini yang harus segera direspon dan dimasukan dalam Prolegnas oleh DPR, supaya usulan tersebut bisa segera terealisasi.

Apa yang diusulkan Komjen Budi Waseso bukan mengada ada tapi perlu didukung, karena kasus narkoba termasuk dalam kejahatan luar biasa yang penangannya pun harus spesial.

Apalagi jika mengingat betapa semakin banyaknya orang orang yang berada di lembaga Yudikatif yang terjerat kasus korupsi. Sehingga tidak jarang mereka membuat keputusan yang janggal.

Dengan adanya pengadilan khusus narkoba, maka sidang kasus narkoba bisa cepat mendapat putusan atau vonis, tidak perlu bertele tele seperti sekarang ini. Semakin lama sidang, semakin banyak bargaining, terutama pada kasus pengedar atau bandar besar.

Penetapan vonis hukuman mati dan eksekusi seringkali menjadi alat tawar.

Oleh sebab itu, jika sudah ada vonis hukuman mati bagi para bandar narkoba, segera laksanakan eksekusi, tidak perlu menunggu berganti pemerintah atau sampai berpuluh tahun.

"Indonesia hukumnya enggak adil. Kalau suami saya dihukum mati kenapa enggak langsung setelah putusan? Suami saya di dalam penjara 15 tahun dan tetap ditembak mati," ucap Fellicia.

Ini penting, kerap pada pemerintah baru, karena ingin dianggap baik, selalu melakukan eksekusi mati terhadap terpidana narkoba.

Jadi ada anggapan bahwa mereka adalah korban dari pemerintah demi menjaga citranya.

Ini Pesan Terakhir Michael Titus Igweh :

Saya ini jelas-jelas korban politik di negara ini," katanya.

"Bapak Jokowi terimakasih banyak. Anda sudah naik Presiden. Saya disuruh milih kamu orang baik. Kesalahan kamu mulai membunuh orang-orang. Supaya masyarakat kamu melihat kamu tegas perangi narkoba. Dan masyarakat kamu puji-puji kamu perangi narkoba," demikian Titus.

3. Aparat Anti Narkoba.

Seperti yang telah saya uraikan secara gamblang di beberapa artikel bahwa aparat penegak hukum ikut bermain dalam kasus narkoba.

Dari mulai penangkapan, penggeledahan, penyitaan barang bukti, tawar menawar pasal, vonis hukuman, sel tahanan,sampai dengan penghancuran barang bukti dan remisi tiap tahun, semua berbau uang, uang dan uang. 

(Pak Jokowi, Mengapa Yasonna Dipertahankan?)

Masih ada lagi cara ngeles supaya tidak di sel yaitu upaya rehabilitasi, yang biasa dilakukan oleh anak pejabat, artis atau anak anak orang berduit.

Semua ada uangnya. Bukan uang ecek ecek recehan sejuta dua juta, tapi ratusan juta bahkan bisa ratusan milyar.

Saya tidak akan menguraikannya lagi disini, silahkan baca di artikel sebelumnya :

*Narkoba dan Aparat Penegak Hukum

*Lapas Harus Segera Diawasi

*Narkoba Dalam Penjara Siapa Yang Harus Bertanggung Jawab?

*Ini Penyebab Bandar Narkoba Tidak Kapok Walaupun Sudah Dihukum Mati

*Menunggu Aksi Nyata Buwas

Terbukti aparat penegak hukum yang ada sekarang telah disusupi, telah terkontaminasi, telah masuk dalam perangkap jaring narkoba. Mereka tidak lagi bisa diandalkan dalam penegakan hukum kasus narkoba.

Bahkan anggota paspampres pun beberapa kali kedapatan membawa narkoba!

Anggota Paspampres Tertangkap Bawa Sabu Di Bandara Kualanamu

Anggota Paspampres Ditangkap Dalam Razia Narkoba Di Mangga Besar

Astaga Oknum Paspampres Tertangkap Konsumsi Narkoba

Jadi aparat penegak hukum jangan ngeles lagi, jangan berlaga pilon, jangan berlaga terkaget-kaget dengan apa yang diungkap Oom Freddy Budiman. Itu bisa bikin ngakak orang...

Kisah Freddy Budiman, Michael Titus Igweh, adalah kisah nyata, bukan sekedar omong kosong atau hayalan saja. Hal yang seperti itu masih terus terjadi sampai saat ini.

Untuk membuktikannya tidak sukar. Mudah aja koq...

Silahkan bentuk tim independen yang tidak terkait dengan Polri, Kejaksaan dan Kehakiman. Lakukan sidak secara acak dan menyeluruh ke pengadilan atau lapas. Tanyakan pada tersangka ataupun terpidana kasus narkoba. Pasti ceritanya mirip semua deh. Mesti ada jual beli pasal dalam penangkapan narkoba. Mesti ada permainan uang jika ingin mendapat hukuman ringan.

Kalau mau sedikit ribet, tanya aja sama keluarga para napi atau tersangka narkoba. Berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk polisi, panitera, jaksa dan hakim.

Karenanya, dalam artikel ini saya mengusulkan supaya pemerintah berani membongkar habis Polri dan BNN.

Bubarkan kesatuan narkoba ditubuh Kepolisian. Bentuk BNN yang baru yang lebih independen yang tidak lagi berkoordinasi dengan Kepolisian. 

Karena kepolisian dan BNN yang sekarang sudah keliatan jelas, kurang (tidak) berhasil menekan angka peredaran narkoba, bahkan banyak dari anggota polisi yang terlibat kasus narkoba.

Jadikan Buwas (yang sudah keliatan aksinya) sebagai Ketua BNN baru ini. Pecat dulu semua anggota yang ada sekarang, apalagi yang terindikasi terlibat narkoba. Rekrut anggota baru sebanyak banyaknya, bisa diambil dari TNI atau dari elemen masyarakat yang punya kepedulian terhadap pemberantasan narkoba.

Ini bukan tindakan membakar lumbung ketika ada tikus. Tapi ini demi memenangkan sebuah perang, sebuah perjuangan masa depan negeri. Kepolisian tetap ada, hanya saja, khusus untuk penanganan kasus narkoba, di Kepolisian dibongkar.

Sekedar pengingat...

Saking muaknya dengan perilaku penegak hukumnya, pada tahun 1977, pemerintah Hongkong pernah melakukan suatu tindakan yang ekstrem, yaitu memberhentikan seluruh aparat penegak hukumnya.

Dari mulai polisi, jaksa dan hakim semua dipecat. Tak terkecuali juga seluruh bagian administrasi juga dipecat.Semua diberikan pesangon yang cukup.

Yang terindikasi korupsi dipersilahkan keluar dari Hongkong, harta hasil korupsinya tidak dirampas oleh negara dan dijamin tidak akan diusut. Namun, untuk yang tetap bertahan di Hongkong, segala sesuatunya akan diusut.

Hanya mantan aparat yang bersih dan baik saja yang berani tinggal di Hongkong. Sedangkan yang merasa kotor berlumuran lumpur korupsi, kabur ke luar negeri.

Benar, Hongkong tidak langsung terbebas dari perilaku korup tapi perlahan lahan mereka bisa menekan angka korupsi. Terbukti, sekarang Hongkong menempati ranking ke 18 dalam Index Persepsi Korupsi. Mempunyai skor 75 dari kemungkian 100.

(Bisa dibaca selengkapnya : Berantas Koruptor Indonesia ala Veracruz dan Hong Kong)

Hal yang sama, pernah juga dilakukan oleh pemerintah Vecaruz sebuah negara bagian Meksiko, yang membubarkan kepolisiannya.

Jadi sudah jelas, usulan saya bukan tindakan membakar lumbungnya saja tapi tindakan itu untuk mengusir semua tikus keluar dari sarangnya atau institusi yang bisa menjadi pelindungnya.

Jika ini dilakukan berarti tindakan pemerintah Indonesia masih jauh lebih baik daripada yang dilakukan oleh Hongkong dan Vecaruz.

Ada 5 usulan lagi yang bisa diterapkan pemerintah, supaya tidak terlalu panjang, silahkan dibaca disini

***

Catatan :

Lingkaran narkoba, yang begitu membelit, semakin hari semakin besar dan melibatkan banyak pihak. Dari mulai anak kecil, remaja, sampai aparat penegak hukum dan politisi.

Oleh sebab itu, kejahatan narkoba sudah bukan kejahatan ecek ecek -kelas kerah dekil- yang bisa ditangani dengan cara biasa. Tapi ini adalah kejahatan luar biasa yang dikendalikan kerah putih. Kejahatan yang menghasilkan uang berlimpah dengan resiko sangat kecil, karena banyak pihak yang menjadi pelindung mereka.

Upaya pemerintah untuk memerangi bahaya narkoba, seperti penyuluhan sampai dengan mengeskekusi mati pengedar narkoba, belum juga membawa efek maksimal. Peredaran narkoba masih tetap marak dan kian bertambah.

Namun bukan dengan demikian segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah harus dihentikan, bukan hukuman mati yang harus ditiadakan. Justru diperlukan cara yang lebih ektrem lagi untuk bisa menekan angka peredaran narkoba.

Tentu kita tidak ingin mencontoh cara brutal seperti yang dilakukan eyang Soeharto di era tahun 1980 an. Dimana para penjahat kambuhan ditembak mati tanpa pengadilan.

Hanya saja, ketegasan eyang Soeharto itulah yang patut kita jadikan contoh.

Sekarang, kita tidak bisa main main lagi dengan kasus narkoba. 

Jika ingin menekan peredaran narkoba, maka sudah saatnya pemerintah harus mengambil tindakan atau keputusan yang lebih berani, lebih tegas dan keras lagi, bagi para pengedar, bandar atau aparat yang bermain. Jangan sampai terlambat seperti pada masa Eyang Soeharto dulu...

Hajar mereka semua dengan lebih keras tanpa pandang bulu.

Demi kepentingan masa depan anak bangsa, mengapa tidak?

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun