Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Jokowi, Mengapa Yasonna, Siti Nurbaya Dipertahankan dan Anies Diganti?

28 Juli 2016   12:59 Diperbarui: 4 April 2017   17:05 3485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/19425411/penjelasan.kabareskrim.soal.sp3.kasus.kebakaran.hutan

Rabu, 27 July 2016, Presiden Jokowi telah mengumumkan perombakan kabinet kerja jilid II.
Tepat 20 tahun yang lalu, pada hari Sabtu, 27 Juli 1996, terjadi penyerangan pada kantor PDIP di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat.

Apakah ini suatu kebetulan? Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Hanya saja kita yang sering mengabaikan hal itu.

Masyarakat tahu dan sadar bahwa, dalam menetapkan orang yang akan membantu kerja presiden yaitu menteri adalah hak sepenuhnya presiden yang diatur oleh undang undang.

Tapi, seluruh masyarakat juga tau, bisa melihat, merasakan, apa sudah dilakukan oleh menteri yang sebelumnya. Rekam jejak menteri selama ini masih segar dalam ingatan. Sehingga, masyarakat juga punya penilaian mana menteri yang beneran kerja, mana yang tidak becus kerja.

***

Masih segar dalam ingatan kita, tentang hebohnya terpidana kasus penggelapan pajak, Gayus Tambunan, yang bisa seenaknya keluar jalan jalan, setelah menjalani sidang perceraian abal abal. Sidang perceraian tersebut keliatannya hanya akal akalan saja untuk mencari alasan supaya bisa ngeluyur keluar Lapas. Silahkan diingat lagi, berapa kali Gayus keluyuran keluar Lapas. Dari situ bisa dilihat, betapa liciknya seorang Gayus Tambunan, sehingga bisa mengelabui banyak orang, untuk keluyuran semaunya.

Apakah dengan menempatkannya di Gunung Sindur seperti sekarang, sudah bisa dipastikan bahwa Gayus Tambunan tidak lagi keluyuran lagi? Siapa yang bisa menjamin?

Setelahnya, kasus Labora Sitorus, terpidana kasus BBM ilegal, pencucian uang dan pembalakan liar, yang sudah dijatuhkan vonis tapi tidak kunjung dieksekusi sampai waktu yang lama tanpa ada kejelasan. Sehingga aparat harus bersusah payah menangkapnya kembali.

 Setelahnya, berapa banyak kasus narkoba yang diproduksi dan dikendalikan dari dalam Lapas? Berapa banyak narkoba yang beredar dalam Lapas? Apakah, sudah lupa kisruh antara BNN dan petugas Lapas pada saat ingin melakukan penggeledahan?

Setelahnya, berapa banyak terjadi kerusuhan di dalam Lapas yang menimbulkan korban jiwa?

Apakah sudah lupa dengan kejadian kaburnya seorang narapidana predator anak beberapa waktu ini?

Dari sini kita bisa lihat, begitu banyak kasus yang terjadi dalam ruang lingkup kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia selama ini.

Benar bahwa kasus sejenis,  bukan hanya terjadi kali ini saja, tapi sudah terjadi sejak bertahun tahun lalu.

Lalu apa yang sudah dilakukan oleh Menkumham Yasonna Laoly? Apa kerja nyatanya yang bisa dilihat masyarakat?

Kebobrokan Lapas memang sudah terjadi sejak dulu kala tapi mengapa sampai sekarang belum terlihat ada perbaikan yang nyata? Lapas bisa dianggap sebagai negara di dalam di negara, dengan Kalapas sebagai Gubernur di masing masing Lapas.

Mereka merasa punya otoritas sehingga berani menghalangi aparat penegak hukum sewaktu menjalankan tugasnya.

Bagaimana kondisi Lapas saat ini? Apakah masih banyak Lapas yang kelebihan kapasitas?

Apakah sudah ada pembangunan Lapas yang baru supaya bisa menampung lebih banyak narapidana, sehingga tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk tidak mengirim koruptor ke dalam sel penjara.

Mari kita lihat deh...

http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/18403061/menko.polhukam.pemerintah.kaji.kebijakan.tidak.penjarakan.koruptor
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/18403061/menko.polhukam.pemerintah.kaji.kebijakan.tidak.penjarakan.koruptor
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/18403061/menko.polhukam.pemerintah.kaji.kebijakan.tidak.penjarakan.koruptor
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/18403061/menko.polhukam.pemerintah.kaji.kebijakan.tidak.penjarakan.koruptor
Ini saya kutip pernyataannya :

Selain itu, pertimbangan lain untuk tidak memenjarakan koruptor karena kondisi sel di Indonesia yang sudah tidak memadai untuk menerima tambahan narapidana dalam jumlah banyak.

"Kalau dia (koruptor) terbukti merugikan negara, kita bisa hukum dengan mengembalikan uang negara, ditambah penalti, dan pemecatan dari jabatannya. Kalau masuk penjara, maka penjara kita bisa penuh nanti," ujar Luhut di kantornya, Jakarta, Selasa.

Hadeeeehh...

Apakah ini sebuah lelucon? Saya berharap ini hanya dagelan saja. Kalau ini sebuah lelucon pasti sangat tidak lucu banget...

Kalau ini adalah sebuah ide dari pemerintah, pasti ide yang sangat konyol  dan menyakitkan yang pernah saya dengar. 

Masa hanya karena dianggap penjara bisa penuh, koruptor ga akan di penjara sih?

Apakah pemerintah tidak tau bahwa banyak rakyat yang sudah muak dengan perilaku koruptor? Sehingga banyak yang mengusulkan koruptor dihukum mati.

Lalu bagaimana sekarang tiba tiba ada usulan konyol seperti itu?

Apakah negara ini sudah tidak punya uang lagi untuk membangun penjara? Sehingga sampai mengorbankan perasaan rakyat? Jangan sampai masyarakat menjadi apriori terhadap pemerintah dan menganggap pemerintah lebih berpihak pada koruptor, lho...

Mengapa bukan maling ayam, pencopet dan maling maling kelas teri kaya gitu yang tidak harus dipenjara? Karena hukuman berupa pukulan dan tendangan dari masyarakat atau polisi yang sudah diterima tersangka (ini baru sebagai tersangka aja, sudah menerima hukuman, lho) bisa dianggap sesuai dengan harga barang yang dicurinya.

Mengapa yang harus dikaji adalah hukuman pada koruptor bukan penjahat kelas teri? ini logika yang terbolak balik banget, kan?

Mestinya penjahat kelas teri itu bisa diberi hukuman berupa kerja sosial atau yang lain bukan dengan hukuman sel penjara. Karena sudah bukan rahasia lagi bahwa penjara adalah sekolah. Tempat yang paling baik bagi penjahat kelas teri belajar untuk menjadi penjahat yang lebih busuk.

Saya jadi makin tidak mengerti dengan cara berpikir menteri yang sekarang ini. Apakah dengan begitu bisa saya simpulkan bahwa pemerintah ingin memenjarakan maling kelas teri tapi membebaskan maling kelas kakap, begitu?

Lalu apa prestasi Menkumham Yasonna Laoly? Apakah dengan cara mengeksekusi terpidana hukuman mati bisa dianggap sebagai prestasi? Silahkan menilai sendiri...

Kalau menurut pendapat saya, tentu bukan hal yang seimbang jika dibanding dengan prestasi buruknya dong...

***

Masih segar dalam ingatan kita tentang kebakaran hutan yang sangat heboh tahun lalu. Sampai negara lain ikut membantu memadamkan kebakaran hutan kita.

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151009_indonesia_negara_bantuasap
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151009_indonesia_negara_bantuasap
Semua heboh. Seluruh rakyat heboh. Presiden, bahkan negara tetangga ikut juga membantu untuk memadamkan kebakaran hutan. 

Sejauh ini, dimana posisi pemerintah dalam hal ini khususnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar?
-Apakah sudah tau, siapa yang harus bertanggung jawab atas kebakaran hutan?
-Apa yang sudah dilakukan?
-Apakah sudah mencari dan menetapkan hukuman pada pelaku?

Lalu mari kita lihat yang kemudian terjadi...

Polisi menerbitkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan) pada kasus kebakaran hutan 2015 lalu, yang melibatkan 15 perusahaan. Artinya, tidak akan ada pihak yang dihukum pada kasus tersebut. 

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/07/160720_indonesia_sp3_karhutla_riau
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/07/160720_indonesia_sp3_karhutla_riau
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/19425411/penjelasan.kabareskrim.soal.sp3.kasus.kebakaran.hutan
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/26/19425411/penjelasan.kabareskrim.soal.sp3.kasus.kebakaran.hutan
Padahal sudah jelas, kasus kebakaran hutan bukan kasus biasa, semua negara tetangga tau, bahkan banyak keluhan sampai ejekan dari negara tetangga pada Indonesia pada saat itu.

Tapi mengapa tidak ada yang bisa ditangkap, dihukum atau dilakukan tindakan apapun? Apakah kita tidak malu dengan negara tetangga?

Aneh?

Ini Indonesia bung...! Kalau tidak ada yang aneh bukan Indonesia namanya...

Saya tidak ingin berprasangka, tapi patut diingat, kasus pembakaran hutan adalah kasus yang melibatkan banyak pengusaha kakap. Sama halnya dengan illegal logging.

Jadi, penerbitan SP3 ini bukan melulu karena ulah polisi, tapi bisa dipastikan ada pihak lain yang mempunyai pengaruh sangat besar yang menekan pemerintah.

Lalu bagaimana dengan kasus reklamasi pantai yang bukan hanya terjadi di Jakarta saja, tapi di Tangerang yang justru jauh lebih besar. Apakah sebelumnya sudah ada kajian secara akademik, sehingga nantinya tidak lagi menimbulkan polemik dan kekisruhan seperti sekarang ini?

Apakah kehidupan biota laut sekarang sudah lebih diperhatikan? Apakah penangkapan satwa liar yang dilindungi sudah tidak ada lagi?

Sekarang bagaimana jika kita bandingkan cara kerja ketiga menteri tersebut, dengan kebijakan mantan Mendikbud, Anies Baswedan, terutama hal yang baru saja diterapkan, yaitu mengajak orang tua, untuk mengantar anaknya pada hari pertama sekolah.

Hal itu dilakukan supaya terjalin hubungan kemitraan antara orang tua dengan pendidik. Selain itu para guru juga diwajibkan, berinteraksi dengan orang tua tentang penerapan pendidikan siswa baru.

Mana yang lebih bermanfaat bagi masyakarat? Mestinya mana menteri  yang layak diganti?

Penggantian Mendikbud Anies Baswedan, tentu mengejutkan banyak orang, karena bisa dibilang Anies telah banyak membuat kebijakan yang lumayan bermanfaat. Tapi kita -masyarakat- tidak tau apa yang sebenarnya menjadi patokan atau tolok ukur Presiden Jokowi, sehingga menganggap Anies layak diganti.

***

***Catatan :

*Reshuffle Kabinet Kerja Jilid II, membuat jidat mengkerut. Menteri yang baik diganti, menteri yang semprul masih tetap dipertahankan.

Reshuffle Kabinet Kerja Jilid II ini, sepertinya demi beberapa kepentingan, malah keliatan ingin melupakan kesalahan fatal yang sudah dilakukan para menteri. Sama halnya dengan peristiwa 20 tahun lalu, Sabtu 27 Juli 1996 yang sudah mulai dilupakan, hanya karena kepentingan politik semata.

Menurut saya, masuknya kader Golkar dan Kader PAN ke dalam Kabinet Kerja bukan karena dianggap mereka bisa bekerja lebih baik tapi tidak lebih daripada menumpuk kekuatan dan terkesan bagi bagi jatah kursi saja.

(Apakah persiapan untuk pilpres 2019?)

Harapan saya, Jokowi masih tetap lebih mengedepankan kepentingan rakyat ketimbang mengedepankan kekuasaannya.

Salam Damai...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun