Sebelumnya, saya mohon maaf dulu ya, kalau tulisan ini agak panjang sehingga akan cukup melelahkan dan menyita waktu. Jadi silahkan buat kopi dulu atau minum air putih dulu ya...
Beberapa hari lalu saya dikasih link oleh sahabat yang berada di luar negeri. Link tersebut mengarahkan ke satu web berita yang mungkin saja untuk sebagian orang bisa dianggap abal abal. Tapi menurut saya, artikel tersebut sangat benar isinya, karena hanya berisi laporan copas saja.
***
Sekedar pengingat...
Tindakan apa yang pertama kali dilakukan oleh bapak kita Soeharto, dulu pada waktu G30S? Ya, pak Harto melalui RPKAD, langsung mengambil alih RRI, dalam upaya menenangkan masyarakat.
Begitu pun setelah menerima Super Semar yang kontroversi itu, pada tanggal 22 Maret 1966, Orde Baru melalui Angkatan Darat, mulai membuat kontrol kepada pers.
Setiap pemberitaan mengenai berita politik dari RRI dan TVRI harus seizin dari dinas penerangan Angkatan Darat.
Angkatan Darat pun harus mengetahui berita apa yang akan ditulis oleh koran atau media massa lain.
Mereka punya hak untuk melarang sebuah berita diterbitkan apabila dianggap membahayakan stabilitas negara. (kompas)
Benar, masa itu sudah lama berlalu. Pers sekarang tidak lagi dikendalikan dan di filter oleh pemerintah.
Tapi apakah dengan demikian, pers tidak punya kepentingan dalam pemuatan berita?
Apakah ada media yang independen, netral dan tidak berpihak?
Sangat lugu sekali bila masih ada orang yang punya anggapan demikian. Apalagi disaat sekarang, dimana media punya pengaruh yang sangat besar untuk pembentukan opini bagi masyarakat.
Namun, ada yang perlu diketahui, sebagai pilar ke 4 di alam demokrasi ini, seharusnya pers menjadi alat penyeimbang, yang memuat berita berita berimbang dan adil atau kalau kata bahasa babe gue sih, Cover Both Side.
Artinya, rakyat harus mendapatkan kebenaran berita berdasarkan fakta yang terjadi dilapangan, bukan berita yang tidak berat sebelah tanpa konfirmasi atau berdasarkan pesanan.
Pasal 1 Peraturan Dewan Pers tentang Kode Etik Jurnalistik menyatakan :
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain
Pada kenyataan yang terjadi sekarang sangat beda.
Sadar jika pers mempunya kekuatan yang luar biasa besar, oleh sebab itu banyak orang atau pemilik modal berlomba-lomba membuat media. Entah media online maupun media tipi. Yang nantinya akan digunakan oleh pemiliknya untuk kepentingan pribadi dan golongannya (partai), bukan digunakan untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar.
Berita ataupun artikel yang mereka sajikan hanya untuk kepentingan pihaknya saja, makanya seringkali berita atau artikelnya sangat tidak berimbang, bahkan seringkali tanpa ada konfirmasi dari pihak terkait.
Pemilik media sangat sadar dan tahu persis, betapa besarnya kekuatan sebuah berita bagi masyarakat. Oleh sebab itu, banyak media sekarang yang dipergunakan oleh pemiliknya untuk kepentingannya pribadi dan golongannya sendiri (partai), bukan untuk kepentingan masyarakat yang lebih banyak.
Mereka menyajikan berita bukan hanya yang dianggap menguntungkan pihaknya saja, tapi sangat tidak berimbang, tanpa ada konfirmasi lagi dari pihak terkait.
Ini, bisa dilihat secara jelas waktu kampanye pilpres kemarin dan masih terus begitu sampai sekarang kan? Dimana ada tipi sebelah yang selalu tampil beda (karena memang motonya begitu). Dimana media ini selalu memuat berita yang beda dari kenyataan sebenarnya. Sekalipun mereka mengundang narasumber tapi yang dianggap bisa menguntungkannya saja.
Ok, sekarang sudah jelas dan tidak bisa disanggah lagi, bahwa media manapun pastinya punya kepentingan dalam pemuatan berita.
***
Beberapa minggu belakangan ini, telah terjadi kehebohan terkait pemberitaan salah satu media terbesar di Indonesia, yaitu Tempo.
Tempo tiba tiba memuat berita heboh tentang adanya bocoran dari penyidik KPK, BAP pemeriksaan Dirut APL, Ariesman Widjaja yang menyebutkan adanya barter dana penggusuran Kalijodo dengan penurunan kontribusi pengembang proyek reklamasi pantai, antara APL dengan Ahok.
Setelahnya beredar dokumen dikalangan wartawan seperti gambar di bawah ini.
Benar, bahwa belum tentu pihak Tempo yang mengeluarkan tersebut, maka sah sah saja bila ada sebagian orang beranggapan bahwa tabel tersebut bisa juga dikeluarkan oleh tim Ahok sendiri, karena dokumen itu tanpa tanda tangan, jadi siapapun bisa dengan mudah membuatnya.
Yang menjadi masalah adalah, mengapa dalam pemuatan berita tersebut Tempo tidak mengkonfirmasi dulu kepada Ahok?
Ini yang aneh. Sebagai media bangkotan yang sudah karatan, Tempo sangat tahu persis, berita tersebut pasti sangat heboh dan rentan digunakan untuk menyerang Ahok, padahal sebelumnya Tempo dalam pemberitaannya terlihat mendukung Ahok.
Lagipula, sudah menjadi suatu kewajiban bagi insan pers, untuk mengkonfirmasi dulu berita tersebut kepada pihak terkait, yang dalam hal ini adalah Ahok.
Tapi mengapa waktu itu Tempo tidak mengkonfirmasi dulu berita itu kepada Ahok?
Dalam pembelaannya Tempo menuliskan...
“Padahal, dalam artikel Koran Tempo pada 11 Mei 2016 yang berjudul Agung Podomoro Seret Ahok, telah disebutkan bahwa Ahok tak menjawab pertanyaan wartawan soal pemerintah DKI meminta PT Agung Podomoro Land membiayai sejumlah proyek. Dalam hal ini, sudah ada upaya reporter Tempo untuk meminta konfirmasi dari Ahok.”
Apakah yang dimaksud Tempo konfirmasi ke Ahok, adalah paragraf ini?
“Ahok tidak menjawab pertanyaan wartawan soal pemerintah DKI meminta PT Agung Podomoro Land membiayai sejumlah proyek, salah satunya penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. Keluar dari gedung KPK, Ahok bergegas menuju mobil dinasnya, Toyota Land Cruiser, sambil dikawal enam orang.”
Sebagaimana kita tahu, bahwa Ahok adalah salah satu gubernur yang paling gampang dimintai tanggapan. Entah ada masalah yang ada kaitannya dengan DKI atau tidak ada kaitannya sekalipun, Ahok sangat mudah memberikan statement. Karenanya ucapan Ahok sering dijadikan peluru untuk menghajar balik.
Jadi, sangat aneh jika Tempo ingin mengkonfirmasi berita yang jelas jelas bakalan heboh, tapi merasa tidak ditanggapi, karena Tempo punya akses ke Ahok.
Kecuali mereka tidak punya akses ke Ahok, seperti K’ers atau blogger lainnya, itu lain cerita.
“Kemudian, pada artikel Penggusuran Kalijodo Disebut Barter Reklamasi yang dimuat Koran Tempo pada 12 Mei 2016, Tempo sudah memasukkan konfirmasi dari pihak Podomoro. Sebabnya, artikel tersebut memang ditujukan untuk memberitakan Podomoro Land.”
Saya cuma mau tanya, apakah selugu itu wartawan dan redaksi Tempo? Ini cara ngeles yang paling lemah dan sangat lugu, ibarat media kemarin sore aja. Atau bisa juga dibilang koq wartawan Tempo cuma bisa segitu doang cara mikirnya sih? Sehingga saking lugunya mereka tidak tahu bahwa efek berita tersebut hanya kepada APL, tidak akan merembet ke Ahok, jadi mereka tidak mau konfirmasi lagi ke Ahok?
Jadi sudah tampak jelas, ada perubahan nyata dalam pemberitaan Tempo, yang dari dulunya mendukung Ahok, kini keliatan mulai “memojokan” Ahok.
Menyikapi perubahan arah Tempo, akun @kurawa yang dianggap pendukung Ahok, mulai melakukan serangan balik ke Tempo. Hal inilah, yang menyebabkan terjadinya perang terbuka di media, antara Tempo dengan akun @kurawa.
Akun @kurawa membeberkan laporan keuangan Tempo yang sedang morat marit
Tempo mempunyai hutang yang mau jatuh tempo pembayaran. Sedangkan laba bersih Tempo sedang anjok...
Pembeberan laporan keuangan Tempo, kemudian ditanggapi dengan kicauan oleh Redaktur Eksekutif Tempo, Budi Setyarso...
Dari laporan keuangan tersebut, bisa dilihat bahwa Tempo sangat membutuhkan dana segar .
Menurut @kurawa, pihak Tempo berkenyakinan, bisa mendapatkan dana tersebut dari ajang pilkada. Caranya mendekati incumbent yang dalam hal ini adalah Ahok.
Tapi karena Ahok tidak mau mengeluarkan dana, kemudian Tempo menggunakan taktik balik arah. Mengikuti cara yang digunakan oleh akun Triomacan2000 dalam pilpres 2014 lalu, yang awalnya mendukung Jokowi, namun karena tidak mendapat supply logistik (uang), mereka kemudian berbalik arah mendukung Prabowo.
Tempo menggunakan taktik balik arah “menghajar” Ahok karena berharap Ahok ingin damai. Dan artinya Ahok harus mengeluarkan uang.
Strategi tersebut ternyata meleset, karena bukan Ahok namanya kalau dia mau mengeluarkan uang untuk hal seperti itu. Malah saking marahnya, Ahok meminta Tempo untuk minta maaf lebih dulu baru mau musyawarah.
Saat gubernur mengatakan akan menuntut #JatuhTEMPO ke dewan pers atas kesalahan ini sang GodMother sibuk kembali .. dia buat kopdar
Dari hasil sumber gue di kopdar itu terungkap kalo Godmother membawa2 kasus TW yang katanya tanpa bukti satupun gue gak bisa dikalahkan
GodMother terus berusaha menghubungi gubernur utk batalkan niat membawa kasus ini ke Dewan Pers, dia mengancam Gub pasti Kalah
"Kasih tau Gub.. jika tetap ngotot masuk ke dewan pers hanya akan memalukan anda sendiri" buset dia sdh tau duluan hasilnya
GodMother melarang gubernur utk mengadukan kasus ini ke Dewan Pers.. dia bilang kita selesaikan "baik baik" lah... saya yang akan bantu
Permintaan terakhir GodMother kepada gubernur agar menerima wartawan majalahnya utk wawancara khusus sbg upaya dia "mendamaikan"
Bukti ini adalah bukti keras kalo opini yg dibentuk dia gak ikut campur tangan di medianya lagi adalah 1000% bullshit.. dia sutradaranya
Pihak Gubernur bersikeras dengan sikapnya tidak akan menerima wawancara khusus dengan #JatuhTEMPO sebelum mereka minta maaf atas kesalahan
GodMother sudah mewanti-wanti kalo serangan kali ini jauh lebih berat karena sdh melibatkan media unggulannya : Majalah dan Online #JatuhTEMPO
Kicauan @kurawa juga beranggapan bahwa soal Barter yang menjadi senjata Tempo untuk “menekan” Ahok adalah HOAX.
Ini bisa dikatakan bahwa berita tersebut hanya isapan jempol dari sumber yang dikatakan anonim. Terbukti akhirnya Tempo meralat artikel itu.
Kalau Tempo merasa artikel tersebut benar adanya, mengapa di edit? Mengapa tidak menayangkan artikel baru untuk membandingkan.
Karenanya, sungguh sangat disayangkan, tindakan yang dilakukan oleh redaktur Tempo, dengan cara “hanya” meralat atau mengedit saja artikel tersebut. Akibatnya, kita tidak bisa membandingkan dengan berita yang aslinya yang justru menjadi heboh.
Dari situlah, @kurawa seperti mendapat peluru baru, dan dengan mudah menyerang Tempo lagi. @kurawa, mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan Tempo tersebut, pernah juga dilakukan pada kasus berita Hoax (April Mop) tentang “Marlboro M” yang dianggap identik dengan Marlboro Mariyuana.
Silahkan bandingkan ini berita aslinya yang versi bahasa inggris yang belum di edit, atau dalam versi Indonesia yang belum diedit,
“Ada koreksi dari berita sebelumnya yang berjudul "Marlboro Jual Rokok Ganja" menjadi "Ganja di AS, Fenomena The Marlboro of Marijuana Belum Muncul". Koreksi ini dilakukan karena belum ada konfirmasi resmi dari Philip Morris.”
Lucu kan? Apakah Tempo tidak tahu bahwa berita tersebut bakalan bisa menjatuhkan Marlboro?
Koq bisa sekelas Tempo memuat berita yang heboh tanpa ada konfirmasi sebelumnya dari pihak terkait? Dimana kredibilitasnya?
Dari semua data di atas, bisakah kita bisa mengambil beberapa kesimpulan seperti ini?
*Keuangan Tempo dalam keadaan sekarat, jadi dalam keadaan kepepet, Tempo menggunakan kekuatannya sebagai alat tawar untuk mendapatkan uang.
*Tempo secara jelas telah menayangkan artikel yang bakal merugikan pihak lain tanpa ada konfirmasi lagi dari pihak terkait. (sudah tau maksudnya kan?)
*Tempo yang sebelumnya pernah menayangkan berita Hoax tidak mau secara langsung minta maaf, malah mengaburkan artikelnya.
***
Insan pers tahu persis mana berita yang bakalan meledak atau menghebohkan.
Oleh sebab itu, sangat penting baginya, jika ingin menayangkan berita heboh, untuk melakukan konfirmasi terlebih dahulu ke pihak terkait. Jangan sampai berita tersebut melanggar kode etik jurnalistik atau setidaknya bisa meruntuhkan kredibilitasnya sendiri di mata pelanggannya.
Sebagaimana kita tahu bahwa masyarakat sangat menyukai berita yang bombastis. Apalagi sebagian masyarakat ada yang sudah merasa pas dengan media tersebut. Terlepas dari berita itu Hoax atau bukan, masyarakat masih banyak yang enggan mencari berita pembandingnya lagi.
Sekarang, kita bayangkan saja, bagaimana jika berita yang sudah terlanjur tersebar luas dan menjadi konsumsi publik tersebut dan dianggap benar, tapi ternyata hanya Hoax alias April Mop doang.
Dan media yang memuat berita bukannya meralat dengan memuat berita baru tapi hanya mengubahnya, yang isinya sangat jauh dari yang aslinya.
***
Catatan :
*Sekedar saran saya saja ya, kalau Tempo hanya ingin menyampaikan berita yang sangat heboh –murni tanpa ada kepentingan lain- tapi tidak mau bersusah payah mengkonfirmasi lagi ke pihak terkait, ada baiknya mereka mengguna media lain yang mereka miliki, misalkan Indonesiana atau kesini aja di Kompasiana.
Pakai saja akun anonim atau akun tuyul seperti yang sudah dilakukan banyak orang. Toh kalau beritanya heboh, pasti akan sampai juga koq.
Tapi perlu diketahui juga, banyak K’ers yang menggunakan akun resmi atau akun tuyul sekalipun yang punya kredibilitas lho. Karena bisa dilihat, banyak K’ers yang demi menjaga nama baiknya, masih mau bersusah payah mencari data pembanding, tidak asal asalan membuat tulisan fiksi yang dianggap nyata.
Walaupun ada juga beberapa K’ers yang (entah pakai akun resmi maupun akun tuyul) yang tergelincir berhalusinasi, tapi itu bisa dihitung dengan jari.
* Simak kemarahan Ahok terhadap wartawan tempo dan perhatikan akibat yang akan ditimbulkan dikemudian hari...
“Sumber” berada pada lingkaran pertama peristiwa berita, bisa sebagai pelaku, korban, atau saksi mata. Dia bukanlah orang yang mendengar dari orang lain. Dia bukan pihak ketiga yang melakukan analisis terhadap peristiwa itu. Dia bukan berada pada lingkaran kedua, ketiga, dan seterusnya.
Keselamatan “sumber” terancam bila identitasnya dibuka. Secara masuk akal alasan anonim bisa diterima, entah nyawanya yang benar-benar terancam atau nyawa anggota keluarga langsungnya yang terancam. Jika hanya jabatan atau status pekerjaan yang terancam, menurut Kovach, belum cukup kuat untuk anonim.
Motivasi “sumber” memberikan informasi murni untuk kepentingan publik. Bukan untuk kepentingan pribadi, untuk menghantam lawan atau orang yang tak disukainya, bukan lempar batu sembunyi tangan.
Integritas “sumber” harus diperhatikan. Orang yang suka bohong atau pernah terbukti bohong, tidak layak diberi kesempatan menjadi sumber anonim. Periksalah integritas “sumber”. Biasanya makin tinggi jabatan seseorang, makin sulit mempertahankan integritas dirinya, sehingga harus makin hati-hati dengan status anonim.
Status anonim harus diberikan dengan sepengetahuan atasan di media (redaktur pelaksana / pemimpin redaksi).Redaktur harus melakukan verifikasi lebih dulu. Editor yang harus bertanggungjawab kalau ada gugatan terhadap kinerja jurnalistik. Ini prinsip dalam pekerjaan jurnalisme. Editor mempunyai hak veto terhadap suatu berita tapi si editor pula yang harus masuk penjara atau membayar denda bila kalah di pengadilan. Lebih baik berdebat duluan ketimbang ribut belakangan gara-gara suatu berita anonim digugat orang.
Keterangan dari “sumber anonim” tetap harus bisa diverifikasi langsung semaksimal mungkin oleh jurnalis. Ini prinsip Ben Bradlee. Dia hanya mau meloloskan sebuah keterangan anonim kalau sumbernya minimal dua pihak yang independen satu dengan yang lain.
Perjanjian anonim batal dan nama “sumber” bisa dibuka bila terbukti berbohong atau sengaja menyesatkan.Ini perjanjian yang berat karena konsekuensinya bermacam-macam tapi kita harus menjelaskan pada sumber persyaratan ini.
*Ada pertanyaan yang menarik...
Mengapa Tempo menuliskannya di koran Tempo bukan di media online? Bukankah lebih banyak yang akses media online Tempo dibanding koran Tempo?
Silahkan dijawab sendiri ya...
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H