Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Audit BPK, Justru Membuktikan bahwa Ahok CLEAR

19 April 2016   21:34 Diperbarui: 20 Desember 2016   14:37 16114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Perhatikan baik baik ya... Lihat penekanan pada kata TUNAI yang berulang ulang...https://www.youtube.com/watch?v=j2xRY890N2k"][/caption]


SEKALI LAGI BACANYA PELAN PELAN YA...

MINUM AIR PUTIH DULU, TARIk NAPAS DALAM DALAM, KEMUDIAN LEPAS PELAN PELAN, DAN LAKUKAN SEBANYAK 7 KALI.

Ok?

*Kasus pembelian lahan Sumber Waras, sekarang mulai diutak atik lagi setelah kasus reklamasi pantai dianggap sudah selesai.

Saya tidak mau panjang kali lebar lagi nulis soal ini...

Sekarang kita buktikan aja siapa yang punya bukti dan siapa yang menghitungnya lugu..

Diawali kecurigaan BPk mengenai pembayaran tunai saat pembelian lahan tersebut...

Mari kita lihat dan simak ramai ramai, siapa yang mulai mengatakan ada pembayaran tunai tersebut.

Tonton pelan pelan ya... Baru ambil kesimpulan. Jangan belum nonton terus ngeles, keseleo lidah lah, bla bla bla...

Nanti bikin cape jelasin lagi...

Nonton di Youtubenih...

[caption caption="Perhatikan berapa kali Ketua BPK mengatakan kata TUNAI. Masih ditambah lagi soal persediaan uang di bendahara. https://www.youtube.com/watch?v=j2xRY890N2k"]

[/caption]

Ini saya tulis kalau belum jelas...

Itu pemeriksa kami, menemukan idikasi (ada penekanan dalam kata indikasi), tentang transaksi tunai sebesar 755 milyar pada 31 Desember 2014, jam tujuh malam dimana seluruh bank sudah tutup (ada penekanan lagi pada kata “bank sudah tutup”)

TUNAI! (kata “TUNAI” ini ditekankan, karena hanya mengatakan satu kata saja)

Tidak pernah terjadi di dalam pemeriksaan, hal itu terjadi...

Ini, ini TUNAI. Jam tujuh malam diakhir tahun lagi. Auditor seluruh dunia kalau melihat data itu, pasti curiga. Yang itu kemudian, kita telusuri dan sesuai dengan proses metode, aaa paa namanya, audit, kita lakukan dan kita telusuri. Dan itulah yang menyebabkan hasil dari temuan yang kita lakukan, kita sampaikan.

Uang persediaan itu yang biasanya dilakukan oleh bendahara itu antara 20 sampai 40 juta tunai. Ini 755 Milyar TUNAI dari uang persediaan, dibayarkan ke pihak ketiga.

Tapi kan auditor kita kan punya sense furning audit (apa sih?), berdasarkan resiko risk based audit, audit berdasarkan resiko.

Jadi kami ingin memastikan, apa yang terjadi ini, koq di ujung tahun, sebentar lagi mau tahun baru, koq ada uang tiba tiba, dari kas pemerintahan DKI pindah ke pihak ketiga. Ada apa ini?

Tidak... Tidak... Tidak pernah, tidak pernah, ini sesuatu yang istimewa. Yang kemudian terjadi lagi setelah itu dibayar tunai. Boleh, baru dilakukan dua tahun kemudian. Lucu kan?

Ok, sekarang sudah jelas kan?

Siapa, yang mengatakan TUNAI BERULANG ULANG DAN KEMUDIAN DITEKAN LAGI, DENGAN MENGATAKAN BAHWA “ Uang persediaan itu yang biasanya dilakukan oleh bendahara itu antara 20 sampai 40 juta tunai. Ini 755 Milyar TUNAI dari uang persediaan, dibayarkan ke pihak ketiga.” ???

Nah dari situlah kemudian muncul berita aneh aneh di web abal abal...

Silahkan baca Transfer Tunai Sumber Waras dan Keluguan Ken Hirai

Nah, dari situlah saya kemudian mencoba menggunakan Logika Sederhana Menjawab Kejanggalan Transaksi Tunai Sumber Waras

*BPK berulang kali mengatakan ada kerugian negara sebesar 191 milyar dalam trasaksi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Sekarang kita lihat darimana BPK mendapatkan angka 191 Milyar tersebut.

NJOP Rumah Sakit Sumber Waras, kalau dilihat dari PBB adalah 20.755.00, sedangkan besar lahan Sumber Waras adalah 36.411 meter.

Jadi Pemda DKI harus mengeluarkan uang sebesar 20.755.000 X 36.411 = Rp 756.322.955.000. Dan angka itulah yang sudah dikeluarkan oleh Pemda DKI.

Mengutip dokumen yang diperlihatkan RS Sumber Waras, pada 14 November 2013, Yayasan Sumber Waras melakukan ikatan jual beli dengan PT Ciputra Karya Utama. Pada tahun tersebut, nilai jual objek pajak (NJOP) sebesar Rp 12,195 juta per meter persegi.

Sumber Waras menjual lahan tersebut seharga Rp 15,500 juta per meter persegi atau lebih tinggi dari NJOP pada saat itu. Jika dijumlah, harga yang ditawarkan Sumber Waras dikali luas lahan yang dibeli seluas 36.441 meter, maka didapatkan jumlah pembayaran sebesar Rp 564 miliar.

Tepatnya 564.835.500.000.

Jika kita hitung, Rp 756.322.955.000 – Rp 564.835.500.000 = Rp 191.497.455.000.

Artinya SANGAT MASUK AKAL, JIKA BPK MENGATAKAN ADA SELISIH ANGKA 191 MILYAR.

Yang kemudian menjadi sangat lugu adalah BPK berulang kali ngotot mengatakan bahwa lokasi Rumah Sakit Sumber Waras ada di Tomang Baru.

Ini beneran lucu.

Kalau menurut BPK, lahan itu ada di Tomang Utara, maka seharusnya BPK menghitung kerugian negara dengan NJOP Tomang Utara. Dan NJOP Tomang Utara adalah 7 juta.

Ini hitungannya, kalau BPK menghitung dengan  NJOP Tomang Utara, dan yang dikatakan sebagai kerugian negara adalah (Rp 20.755.000 – Rp 7000.000) X 36.411 = 501.245.955 milyar!!

[caption caption="Lihat dan hitung aja. BPK mau pakai cara apa? Mau pakai NJOP Tomang Utara atau pakai penawaran Ciputra" dok pri]

[/caption]

Wadaw....

Jadi mana yang benar?

Mana yang dijadikan patokan oleh BPK?

Kerugian  191 milyar beradasarkan penawaran Ciputra atau yang NJOP Tomang Utara?

"Kalau BPK mengatakan kerugian negara 191 M artinya, menghitung dengan NJOP Kyai Tapa dan bisa dipastikan Ahok CLEAR."

"Kalau dikatakan NJOP Tomang Utara, berarti mesti diklarifikasi lagi dengan BPN.

Dan jika diubah menjadi Tomang Utara...

"Artinya, pemerintah harus mengembalikan kelebihan bayar PBB ke RS Sumber Waras yang berpuluh tahun sudah menggunakan NJOP Jalan Kyai Tapa."

 

Salam Damai...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun