Perkoncoan Admin
Cita cita Kang Pepih mendirikan Blog Rakyat atau Blog Keroyokan Kompasiana ini pernah saya tulis beberapa waktu lalu: Kilas Balik, Suka Duka Kompasiana dari Waktu ke Waktu.
Sebuah tulisan panjang kali lebar, walaupun tidak bisa menjelaskan semuanya karena masih ada banyak kekurangannya, salah satunya konflik sepakbola yang tidak ditulis. Tapi dari panjang kali lebarnya tulisan itu, kita sedikit bisa melihat betapa niat tulus Kang Pepih dan susah payahnya Kang Pepih membangun Kompasiana, menghadapi berbagai macam ejekan dari koleganya, demi meraih impiannya.
(Tar ada yang ngiri kalau saya bisa buat tulisan panjang itu, bilang tulisan panjang ga ada artinya...Wakakakaa...)
Dan sekarang, impian Kang Pepih sedikit demi sedikit sudah nampak menjadi kenyataan. Bahkan tidak jarang tulisan Kompasianer di Kompasiana dijadikan bahan rujukan media lain dan dibaca petinggi negeri. (Baca: Perbedaan Sindonews dengan Kompasiana dan Kompasiana Sekarang jadi Rujukan Media Online Lain)
Oleh sebab, banyak masalah yang tidak ada di media manapun, bisa ditulis di Kompasiana. Banyak orang yang ingin mengungkapkan sebuah masalah yang terjadi dalam negeri, tapi tidak berani secara terang terangan, mengingat begitu hebatnya kekuatan intitusi atau mafia yang ingin dibongkar kebobrokannya.
(Contoh terbaru adalah tulisan Oom Mawalu, "Mengenal Lebih Dekat Sosok Herman Hery, Anggota DPR RI yang Memaki Kasubdit Narkoba Polda NTT Itu" dan kasus Rumah Kaca Abraham Samad, beberapa lainnya ada di tulisan Kilas Balik Suka Duka Kompasiana dari Waktu ke Waktu)
Dari begitu banyaknya kasus yang sudah dibongkar, dengan alasan itu, makanya sampai saat ini Kang Pepih tetap membiarkan adanya akun tuyul, karena sangat sering akun akun tuyul inilah yang membuat tulisan heboh tersebut. (akun tuyul yang saya maksudkan adalah sebuah akun yang baru register kemudian baru mempublish tulisan itu saja)
Seiring waktu, pelan pelan telah terjadi perubahan di Kompasiana, yang mana Kang Pepih (mungkin, karena punya kesibukan lain), keliatan mulai menyerahkan sebagian tugasnya dan memberi wewenang mengambil keputusan kepada admin yang lain.
Nah, maka keliatan dari disinilah mulai terjadi “gejolak” (lebay ga dengan pemakaian kata “Gejolak”?) di Kompasiana. Karena banyak K’ers yang melihat atau merasa banyak artikel yang diskriminatif. Artinya, banyak artikel yang dinilai oleh admin berdasarkan “Like or Dislike” bukan berdasarkan objektifitas.
*Jangan bilang bahwa K’ers bodoh, sehingga tidak tahu dan tidak bisa menilai, mana artikel yang bisa atau pantas masuk Hlt (pilihan) atau tidak.
*Jangan bilang bahwa K’ers bego, sehingga tidak tahu dan tidak bisa menilai, mana tulisannya yang disukai admin dan tidak.
*Jadi jangan bilang bahwa K’ers bloon, sehingga tidak sadar, sejelek atau seburuk apapun tulisan admin, sedikitnya bisa Hlt.
Bahkan ada kejadian kemarin, tulisan yang jelas jelas sebuah terjemahan dari website berbahasa inggris, bisa ditempatkan di kolom paling terhormat, yaitu HL. (untuk yang ini, nanti kita bahas lebih lanjut dibawah ya...)
Puncak “gejolak” ini terjadi ketika ada Kompasianival 2015 lalu, yang mana sejak awal, direncanakan akan dibuka oleh Presiden Jokowi. Namun karena berbagai alasan, entah keamanan (atau kesehatan? ) akhirnya Jokowi tidak bisa datang. Namun karena tidak ingin mengecewakan, akhirnya Jokowi mengundang K’ers makan siang ke istana.
Beralasan sempitnya waktu dan kebingungan mengatur jadwal kembali, sehingga tidak bisa memilih K’ers mana yang bisa/pantas diundang makan siang di istana, adalah sebuah alasan yang paling buruk yang diklarifikasi oleh admin.
Justru karena itu, hanya mempertontonkan betapa admin tidak siap menghadapi masalah. Sebagai seorang perencana sebuah ajang sebesar ini, seharusnya sejak awal admin sudah mempunyai plan B, C bahkan kalau perlu disiapkan plan E. Jadi, jika terjadi perubahan sehebat apapun tidak akan membuat bingung panitia (hanya kalau dibom tempatnya, mungkin satu satunya alasan yang bisa menggagalkan event ini. Amit amit dah...)
Hanya mengundang 100 K’ers untuk makan siang di istana, dengan disediakan waktu 2 hari, tapi admin menganggap hal itu sebuah kesibukan yang luar biasa, yang akhirnya mengakitkan banyak K’ers yang pantas diundang, jadi terlewati dan K’ers yang sudah tidak aktif bertahun tahun justru diundang. Ini sungguh keterlaluan!
Pertanyaannya :
*Apakah admin tidak bisa mendahulukan/memprioritaskan nominasi? Sehingga kemudian banyak nominasi yang tidak mendapat undangan. Ingat, bukan cuma Den Bhaghoese saja, seorang nominasi yang tidak diundang ke istana, tapi ada mas Gasa dan Oom Robi juga tidak diundang lho (itu yang saya tau. Mas Aji, diundang apa ga ya?)
(saya sendiri diundang datang tapi karena tidak diberi waktu diskusi dan berpikir mungkin tidak boleh bawa anak, maka saya batalkan)
*Apakah sampai waktu itu tidak ada K’ers yang sudah mendaftar datang ke Gancit? Apakah sampai saat itu belum ada 100 K’ers yang daftar ke Gancit? Sehingga tidak bisa mengambil data dari situ?
*Apakah admin tidak bisa membuka database K’ers? Jadi, bisa tau mana yang tinggal di daerah Jakarta dan sekitar, atau mana yang sering aktif dan mana yang sudah tidak aktif lagi? Sehingga tidak berdasarkan ingatan semata yang akhirnya terlihat undangan makan siang itu seperti koncoisme saja.
***
Konflik bukan untuk menaikan rating tapi justru memperburuk citra.
Beberapa waktu lalu pak Thamrin Dahlan membuat tulisan, tentang impian kedepannya Kompasiana bisa menyaingi detik.com, sebuah tulisan yang sangat bagus untuk membangun rasa optimisme kita terutama K’ers.
Bisa menyaingi detik bukan hal yang mustahil, tapi bukan hal yang mudah. Karena masih banyak masalah yang harus kita lalui, seperti komen saya di tulisan itu. Dan salah satunya tentang konflik yang masih sering terjadi di K.
Benar, selayaknya sebuah rumah tinggal yang sangat besar, Kompasiana terdiri dari beragam orang dengan beragam latar belakang yang berbeda dan pemikiran yang berbeda, sehingga terjadinya konflik tidak dapat dihindari.
Silahkan liat aja deh, dimana ada diblog lain yang begitu demokrasi dan riuh seperti Kompasiana? (ini yang bisa bikin kangen) Jadi, menurut saya, konflik antara K’ers merupakan bumbu penyedap rasa yang tidak ada di tempat lain. (walau tidak tertutup kemungkinan setelah terjadi konflik sesama K’ers, banyak K’ers yang hengkang)
Namun jika terjadi konflik antara K’ers dengan admin, itu baru masalah. Berbeda jauh dengan konflik yang terjadi antara sesama K’ers -yang mudah berbaikan lagi- tapi ketika terjadi konflik dengan admin maka akan ada rasa kecewa dan rasa sakit yang lebih dalam.
Masih mending jika akibatnya hanya hengkang dari Kompasiana saja, tapi jika terus membuat tulisan fitnah dan HOAX, yang lalu disebar keberbagai media, gimana?
Masih mending jika berhenti menulis saja tapi kalau kemudian membuat komentar yang aneh aneh, yang terus membuat orang pesimis nulis, gimana?
Belum lagi jika orang itu terus membuat akun tuyul, yang komen sahut sahutan dan memvote berbarengan di satu artikel, hanya untuk membuat repot admin dan mengubah ubah kolom NT, dan akhirnya K jadi error lagi.
Di atas hanya beberapa contoh yang mudah dilakukan oleh siapapun, yang sakit hati dan kemudian bisa membuat citra Kompasiana menurun, sehingga susah mendapat tempat di hati lebih banyak orang lagi.
Jadi, ada baiknya jika admin bukan hanya tahan banting dengan segala macam protes dan kritik K’ers tapi juga harus tidak membuat konflik terhadap K’ers. Karena itu akan memperburuk citra Kompasiana yang susah susah dibangun oleh seorang Pepih Nugraha.
***
Kekuasaan, kuasa, berkuasa, menguasai.
Kekuasaan adalah salah satu hal yang paling tinggi nilainya dibanding uang. Sehingga orang rela mengorbankan apa saja untuk bisa berkuasa, karena jika sudah berkuasa maka apapun akan mudah didapat.
Namun ketika sudah berkuasa, mereka tidak bisa menguasai ego dan serakah sehingga sering terjadi masalah yang fatal.
Jadi kekuasaan ibarat pisau bersisi ganda, apabila ditangan orang yang benar, bisa digunakan untuk memotong sayur atau untuk membedah pasien, tapi ditangan yang salah bisa untuk menodong atau membunuh orang yang tidak bersalah.
Ketika seorang admin Kompasiana yang sedang bertugas, artinya dia bukan hanya sedang bekerja saja tapi juga sedang berkuasa. Berkuasa menilai suatu artikel, apakah layak tayang, masuk Hlt (pilihan) atau layak dimasukan ke HL.
Apa yang terjadi jika admin yang sedang bertugas kemudian membuat tulisan dan meng HL kan tulisan sendiri? Sah sah saja. Silahkan saja lakukan, jika memang artikel itu menurut dia layak HL. Ga masalah, dan selama ini (jika pun ada) sedikit yang protes koq!
YANG MENJADI MASALAH ADALAH KETIKA TULISAN YANG DIBUAT OLEH ADMIN SENDRI, KEMUDIAN DI HL SENDIRI TAPI TERNYATA TULISAN ITU OFFSIDE, ALIAS MELANGGAR T&C YANG DIBUAT ADMIN SENDIRI!
T&C, Admin yang keras, yang dulu pernah saya protes dan sampe sekarang tidak diubah, ternyata sekarang dilanggar sendiri.
Apakah karena merasa dirinya seorang Admin yang sedang tugas dan mempunyai kekuasaan, jadi bisa semaunya membuat artikel (Saya tidak bilang buruk, karena tidak ada artikel yang buruk) lalu dimasukan ke HL?
Apakah karena dirinya seorang Admin, lalu bisa semaunya membuat peraturan yang kemudian dilanggarnya sendiri?
Jika memang ada Admin yang tidak ikut membuat peraturan, ada baiknya jika mulai sekarang semua Admin harus membaca dan menguasai T&C!
Karena bagaimana mungkin seorang Admin yang diberi tugas tidak menguasai T&C?
Ini tulisan kang Pepih, sebagai pengingat!
Tidak Etis, Mengubah Tulisan Sendiri yang Di-HL-kan Kompasiana
***
***Catatan :
*Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga.
Jangan karena punya kekuasaan dan tidak bisa mengendalikan ego lalu kemudian merusak cita cita yang besar!
*Harapannya semoga pada tahun mendatang, Admin bisa berbenah dan Kompasiana bisa semakin maju...
*Tulisan kritik yang seperti ini bisa kita lihat nasibnya! Dan ini bukan cuma hari ini saja, tapi bisa berlangsung beberapa hari...Hahahaa....
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H