KPK Baru : Harapan Di Tengah Pelemahan atau Pelemahan Di Tengah Harapan?
Terpilihnya 5 pimpinan KPK yang baru merupakan sebuah pukulan paling mematikan bagi para pegiat anti koruptor. Dan bisa dibilang adalah kemenangan telak para koruptor.
Bagaimana tidak, jika hampir semua pimpinan KPK yang baru terpilih dan baru saja dilantik oleh presiden Jokowi, adalah orang orang yang mempunyai rekam jejak yang ingin melemahkan KPK.
Mari kita sedikit telaah rekam jejak para pimpinan KPK yang baru, dengan hati tenang pada hari kedua Natal 2015 ini.
* Tulisan ini sebenarnya sudah ingin saya publish pada tanggal 22 Desember lalu, tapi karena ada masalah teknis, jadi baru saya tayangkan hari ini, mudah mudahan masih bisa dinikmati dan belum dianggap basi.
Dimulai dari Ketua KPK yang baru Agus Raharjo, yang belum melaporkan harta kekayaannya. Terakhir Agus Rahardjo melaporkan hartanya ke KPK pada bulan juli 2012, ketika menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Berdasarkan dokumen yang diakses di situs acch.kpk.go.id, total harta Agus dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) senilai Rp 2.481.566.074.
Kekayaan Agus berupa harta tidak bergerak total nilainya Rp 2.269.312.000. Namun pada saat seleksi, anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel) Harkristuti Harkrisnowo mengungkapkan bahwa Agus belum melaporkan seluruh harta kekayaannya ke KPK.
Padahal menurut Pansel, sebagai seorang pegawai negeri sipil, Agus tergolong kaya. Ia memiliki tanah yang luas di Cariu, Jonggol, di Bumi Serpong Damai dan Citra Raya, Tangerang. Ia juga memiliki beberapa mobil.
Menurut Agus, ia membeli tanah tersebut jauh sebelum krisis moneter 1998. Kemudian ia mencicil mobilnya dengan uang yang ia dapatkan dari Organization of Economic Cooperation and Development (OECD). Ia mengklaim mendapat bayaran US$ 6.000 dengan menghadiri 8 sesi OECD.
Tapi salah satu anggota Pansel menyela Agus. “Sepengetahuan saya OECD tidak pernah memberikan upah,” katanya.
Jadi bisa dilihat, sikap Agus yang seperti ini bukanlah sikap seorang pejabat yang bisa diambil contoh.
Bagaimana mungkin jika Agus yang ingin memprioritaskan transparansi tapi tidak dimulai dengan diri sendiri?
Bukankah akhirnya omongan Agus Raharjo, sama dengan pejabat lainnya yang cuma pepesan kosong aja?
Yang mana terindikasi telah terjadi kriminalisasi pimpinan KPK oleh para petinggi polri. Yang akhirnya membawa banyak korban, antara lain Abraham Samad dan BW, serta Novel Baswedan.
Sejak pada tahap seleksi calon pimpinan KPK, Irjen Pol, Basaria Panjaitan dengan tegas menolak penyidik independen. Ia berpendapat bahwa penyidik KPK harus berasal dari Polri dan Kejaksaan.
Ini jelas sebuah pendapat yang keliru, karena jika Basaria menjadi pimpinan KPK, bukankah sudah seharusnya ia ingin KPK bisa mandiri?
Namun, apabila penyidik KPK harus berasal dari Kepolisian dan Kejaksaan, berarti KPK harus terus bergantung dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Dan karenanya Kepolisian maupun Kejaksaan akan dengan mudah mempermainkan KPK dengan cara menarik pulang para penyidiknya atau menunda mengirimkan penyidiknya.
Basaria juga pernah mengatakan bahwa KPK cukup menjadi pusat pelaporan antikorupsi. Kedepannya, KPK hanya sebagai pengepul kasus laporan korupsi.
Menurut Basaria, KPK sebaiknya didorong sebagai lembaga yang mendukung penguatan kepolisian dan kejaksaan untuk kasus korupsi. Kemudian ia mengusulkan, ketika sudah ditemukan dua alat bukti terkait korupsi, agar KPK melimpahkan penanganan kasus kepada kepolisian atau kejaksaan.
Patut diingat lagi, bahwa semangat mendirikan KPK adalah untuk melakukan pemberantasan korupsi yang sudah semakin masiv di negeri ini dan karena pelakunya sudah melibatkan semua lapisan, dari masyarakat biasa, sampai eksekutif, legislatif bahkan yudikatif.
Oleh sebab itu, semangat mendirikan KPK bukan hanya karena kepolisian dan kejaksaan sudah semakin kewalahan dalam menangani kasus korupsi, tapi ADA RASA TIDAK PERCAYA dari sebagian anggota masyarakat atau para pendiri KPK terhadap institusi penegak hukum yang sudah ada, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan.
Dan hal itu telah terbukti dengan jelas, bahwa KPK telah berhasil menangkap begitu banyak aparat penegak hukum korup, entah dari kepolisian maupun kejakasaan.
Bukan cuma pejabat kelas ecek ecek saja yang berhasil dikirim ke penjara oleh KPK, tidak tanggung tanggung, ada Jenderal Polisi, Jaksa bahkan Hakim Ketua MK, ikut merasakan tangan dingin KPK.
Mengingat itu semua, maka sikap dan usulan Basaria menjadi sangat aneh.
Bagaimana dengan masa depan KPK di kemudian hari? Bagaimana mungkin KPK bisa menjerat polisi, jaksa atau hakim yang korup, jika harus melaporkannya terlebih dahulu?
Apakah dengan masuknya Basaria menjadi pimpinan KPK, maka ke depannya bisa dipastikan bahwa tidak akan ada lagi polisi, kejaksaan, kehakiman atau para penegak hukum kotor yang akan dijerat oleh KPK.
Lalu, apakah salah jika kemudian ada orang yang mengatakan bahwa Basaria adalah “orang titipan” dari kelompok yudikatif korup ke dalam tubuh KPK? Hmmmm...
Ketiga adalah, Alexander Marwata. Mantan hakim adhoc pengadilan tipikor yang kerap membuat dissenting opinion (pendapat berbeda) yang menguntungkan koruptor.
Bukan hanya sekali saja Marwata membuat keputusan yang berbeda tapi sudah berulang kali. Antara lain pada kasus korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Banten Ratu Atut, yang mana waktu itu Marwata mengatakan bahwa Ratu Atut tidak terbukti bersalah melakukan tindakan korupsi dan harus dibebaskan dari segala tuntutan.
Kemudian pada kasus suap pengurusan sengketa pilkada yang telah membawa hakim MK, Akil Mochtar ke penjara. Marwata menyatakan bahwa KPK tak berhak menuntut pencucian uang lantaran tak ada dasar hukum.
Masih ada lagi kasus penyuapan Bupati Bogor, Rahmat Yasin, yang dilakukan oleh Kwee Cahyadi.
Yang menurut Alexander Marwata bahwa tuntutan jaksa KPK tidak sesuai dengan fakta hukum dan keterangan para saksi. Oleh sebab itu, Alexander bersama hakim anggota Aswijon, menyampaikan dissenting opinion. Karena ia menganggap bahwa uang Rp 5 miliar bukan untuk menyuap tetapi hanya mempercepat proses pemberian rekomendasi.
Masih ada beberapa kasus korupsi lagi, Hakim Alexander Marwata membuat dissenting opinion yang menguntungkan/berpihak pada koruptor.
Walaupun kemudian ia mempunyai alasan "Kenapa saya disenting opinion dalam TPPU, karena saya seorang hakim. Saya harus lihat nurani dan pikiran yang jenis perundang-undangan," ujar Alex, Senin (21/12)
Apakah dengan begitu bisa dikatakan bahwa hati nurani dan pikiran Alexander Marwata, lebih condong berpihak kepada koruptor dan tidak berpihak pada rakyat?
Apakah Alexander Marwata tidak tahu bahwa keputusannya lebih berpihak pada koruptor dan telah menyakiti rakyat banyak? Hmmm...
Bagaimana mungkin, ketika menjadi hakim tipikor saja, Marwata sudah sering membela koruptor, lalu sekarang menjadi pimpinan KPK?
Maka dari sekian banyak keputusannya, telah terbukti bahwa Alexander Marwata bukan hanya tidak layak menjadi pimpinan KPK, tapi untuk menjadi hakim tipikor pun sudah tidak pantas.
Apakah Saut lupa bahwa sampai saat ini penyadapan adalah senjata yang paling mematikan bagi para koruptor, yang dimiliki oleh KPK?
Lalu bagaimana mungkin jika yang ingin disadap adalah Jaksa atau Hakim pengadilan? Bukankah nantinya hakim atau jaksa, akan dengan mudah menghambat kerja KPK?
Pada wawancara itu, Saut juga memberi klarifikasi bahwa bukan ingin menutup kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan kasus Bank Century, tapi perlu modifikasi kedua kasus besar itu, dengan cara mengirim orang keluar negeri atau siang malam bekerja. (soal ini bisa dibahas nanti di artikel lain atau di kolom komentar)
Pada saat yang lain, Saut Situmorang menentang hukuman mati bagi para koruptor. Walaupun sudah diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juntho 2002.
Saut Situmorang juga mengatakan, "Gua enggak akan mati kok kalau enggak jadi pimpinan KPK," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (19/12/2015).
Kata Saut, "Saya hukum mati lima orang koruptor, di luar sana masih ada ribuan lainnya. Apa selesai masalah itu? "Kalau saya pribadi, fokus KPK 80 persen kepada pencegahan,"
Sejujurnya saya katakan bahwa dari semua pimpinan KPK, Saut Situmorang adalah pimpinan KPK yang paling tegas dan berani dari yang ada selama ini.
Tegas menyatakan sikapnya, bukan dengan janji muluk bla... bla... bla... seperti pejabat lainnya, tapi hasilnya nihil. Nol Besar!!!
Bahkan jauh lebih tegas jika dibanding dengan pimpinan KPK yang sebelumnya, yang berkoar koar akan memberantas korupsi tapi malah dengan tega menghukum anak buah sendiri yang mengkritiknya.
Benar, Saut Situmorang adalah orang yang berani. Berani menentang arus dan tidak mengumbar janji muluk.
Tapi dari sikap tegas dan beraninya itu, kita bisa menilai bahwa Saut bukanlah orang yang bisa harapkan akan memberantas korupsi atau memenjarakan koruptor.
Karena...
Jika selama ini orang selalu berpolemik tentang hukuman mati terhadap koruptor, dan pimpinan KPK mendukung hukuman berat bagi koruptor tapi Saut malah menentangnya.
Jika selama ini orang ingin para koruptor ditangkap, justru Saut tidak mau menangkapnya, tapi lebih fokus mencegahnya.
Jika selama ini para koruptor selalu ingin KPK tidak boleh sembarangan menyadap, Saut malah ikut mendukungnya.
Karena sekarang ini adalah era demokrasi, dimana setiap orang bebas mengeluarkan pendapat masing masing. Oleh sebab itu, saya tidak akan menyalahkan Saut atau siapapun yang mempunyai pendapat demikian.
Namun saya berpendapat, akan menjadi masalah jika yang mengatakan itu adalah pimpinan KPK yang baru saja dilantik.
Jika Saut berpendapat bahwa hukuman mati tidak membuat efek jera bagi koruptor, seperti yang disuarakan oleh pegiat HAM, itu sah sah saja.
Tapi dengan menjadi pimpinan KPK, bagi Saut Situmorang bukanlah tempat yang tepat, akan lebih baik jika Saut menjadi pimpinan para pegiat HAM.
Karena KPK adalah badan sebuah bentukan pemerintah yang fokus untuk pemberantasan korupsi. Sisi lain dari badan penegak hukum negeri ini yang sudah carut marut. Ada rasa tidak percaya dari masyarakat kepada para penegak hukum yang ada sekarang ini.
Bagaimana mungkin jika sebuah badan penegak hukum yang dibentuk untuk memberantas korupsi sekarang harus lebih fokus mencegah korupsi?
Apakah Saut tidak menyadari bahwa korupsi yang sudah menjangkit keseluruh sendi masyarakat, maka jika ingin melakukan tindakan pencegahan itu harus berawal dari tingkat paling kecil yaitu keluarga?
Apakah dengan demikian, Saut ingin KPK mengadakan penyuluhan dari satu RT ke RT, dari satu desa ke desa, di seluruh Indonesia?
Benar, hal itu bukan tidak mungkin dilakukan. Tapi bukan perkara yang mudah dilakukan, karena harus membentuk sebuah badan lagi yang mempunyai tugas khusus untuk melakukan penyuluhan, membentuk kesadaran, mengubah perilaku masyarakat sehingga semua orang bisa ikut mencegah terjadinya tindak korupsi.
Nantinya, badan ini akan yang tersebar keseluruh peloksok tanah air dan jumlah pekerjanya bisa mencapai ratusan ribu bahkan jutaan orang. Ini penting untuk menjadi bahan kajian pemerintah atau para pendidik, jika benar benar memang ingin serius memberantas korupsi.
Benar seperti yang dikatakan Saut bahwa dengan begitu banyaknya koruptor yang ditangkap, masih banyak juga korupsi yang terjadi di negeri ini.
Tapi, apakah Saut Situmorang lupa bahwa memang tabiat dan sifat manusia selalu seperti itu, yang tidak pernah kapok?
Apakah Saut Situmorang juga lupa dalam acara Aiman mengatakan, bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda, banyak orang yang tidak bisa mengendalikan kemauannya, karena serakah dan rakus? Ketika mereka membutuhkan sesuatu, maka apapun caranya akan dilakukan. Mereka tidak perduli akan melanggar hukum, tetap akan mengambil hak orang lain.
Benar juga apa yang dikatakan oleh Saut bahwa selama ini hukuman belum bisa membuat koruptor jera.
Lalu apakah dengan begitu Saut ingin mengatakan bahwa dengan tidak menghukum para pelaku, akan bisa membuat efek jera? Maka Saut berpendapat sebaiknya tidak menghukum koruptor?
Dan ini yang paling penting untuk dipikir lagi oleh Saut Situmorang...!
Apakah dengan begitu, Saut ingin mengatakan sebaiknya semua penegak hukum tidak akan menghukum pelaku kejahatan?
Apakah nanti polisi, hakim dan jaksa akan beralih tugas menjadi badan pencegah kejahatan dan tidak ingin menghukum pelaku kejahatan?
Tidak salah dan sah sah saja sikap jika Saut ingin mencegah kejahatan, tapi bukan di KPK atau korp penegak hukum tempatnya!
“Hidup sederhana dan tidak dilarang orang untuk kaya tapi harus dengan kerja keras bukan dengan cara mengambil uang rakyat.”
Sebuah statement menarik diakhir acara, Saut juga mengatakan tidak bisa kerja sendirian, senang dan berterima kasih kepada Kompas tv karena berharap bisa menginsiparasi banyak orang.
Oleh sebab itu, patut ditunggu, apakah Aiman mau mewawancari pimpinan KPK yang lainnya?
PIMPINAN KPK BARU, CERMIN KESEMPURNAN KEKUATAN KORUPTOR.
Seperti kita semua ketahui bahwa, budaya korup sudah menjalar kesemua lini. Jaringan koruptor sudah merambat masuk ke dalam seluruh sendi bangsa ini. Mulai dari masyarakat sampai kepada pejabat dan penegak hukum. Bahkan tidak sedikit kaum rohaniwan yang juga terlibat korupsi.
KPK bukanlah sebuah lembaga biasa. KPK adalah sebuah lembaga harapan bagi masyarakat, yang sudah terlalu muak melihat korupsi semakin menggila. Pengungkapan dan penangkapan yang dilakukan KPK terhadap para pejabat korup ibarat setetes air pelepas dahaga.
Rakyat selalu menunggu aksi penangkapan koruptor, ibarat menunggu pahlawan super hero beraksi menumpas kejahatan.
Oleh sebab itu, manakala terjadi aksi penangkapan pejabat oleh KPK, selalu menjadi Headline berita selama berhari hari.
Begitu juga, jika terjadi kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, masyarakat berbondong bondong menentangnya. Itu sebuah aksi nyata yang harus dilihat dengan jelas bahwa bagaimana pun juga KPK yang selama ini ada, sangat dicintai rakyat dan setujuan dengan rakyat.
Namun dengan terpilihnya pimpinan KPK baru yang mempunyai rekam jejak seperti di atas -yang tidak berniat memperkuat KPK- maka bisa dikatakan bahwa makin sempurnalah kekuatan para koruptor.
Ada 3 dari 5 pimpinan KPK yang baru, yang statement nya “keliatan” mendukung koruptor, masihkah ada harapan negeri ini bisa mengikis korupsi?
Setelah, beberapa waktu sebelumnya kita menonton dagelan MKD, maka ini merupakan sebuah kado Natal dari DPR yang sangat buruk bagi rakyat Indonesia!
***Catatan :
***Kejahatan sudah ada sejak jaman purba. Tindakan untuk mencegah terjadinya kejahatan sudah dilakukan oleh nenek moyang manusia, tapi sampai saat ini kejahatan bukan berkurang, malah semakin menjadi jadi.
***Penting, jika kita ikut serta membantu mencegah terjadinya kejahatan, tapi akan lebih penting lagi jika setiap pelaku kejahatan mendapat hukuman yang setimpal.
*** Selalu ada penjahat dalam setiap peristiwa atau institusi manapun. Begitu juga, pada akhirnya selalu ada juru penolong yang akan menyelamatkan rakyat kecil.
Semoga saja dengan masuknya pimpinan baru di KPK, kita bisa melihat lebih banyak lagi orang orang kotor yang perlu disingkirkan.
Referensi tulisan :
http://www.rappler.com/indonesia/116374-berapa-kekayaan-pimpinan-kpk-yang-baru
http://www.kompasiana.com/syaikhu99/tiga-dagelan-akhir-tahun_5674dcbcba22bd52202ddd5c
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H