Menko Kemaritiman yang baru Rizal Ramli kembali membuat gebrakan. Kali ini RR membuat tudingan langsung tanpa tedeng aling aling mengatakan bahwa ada “setengah” mafia dalam pengadaan pulsa listrik.
"Mereka membeli pulsa Rp 100.000, ternyata listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27 persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal saat konferensi pers di Jakarta, Senin (7/9/2015).
(Saya ga ngerti kenapa mesti pake setengah ya? Apa RR ragu atau takut kalau menyebut mafia tanpa embel embel “setengah”? Saya yakin RR bukan ragu atau takut tapi itu hanya terkait gaya bahasanya aja...)
Keruan aja, tudingan RR ini seperti bola liar yang terus menggelinding kesana kemari, tak kurang Faisal Basri segera menyambut umpan bola liar RR ini. Faisal Basri menganggap RR keliru mengenai tudingan ada mafia pulsa listrik ini.
Dalam tulisannya Faisal Basri memberi penjelasan singkat tentang hitung hitungan pulsa listrik. (silahkan dilihat lagi). Benar apa yang dijelaskan oleh Faisal Basri bahwa angka 27% yang disebut oleh Rizal Ramli tidak tepat. Dengan kata lain Faisal Basri menganggap bahwa tidak benar jika pelanggan membeli pulsa listrik sebesar Rp 100.000 hanya dapat Rp 73.000 seperti yang dituduhkan RR.
Berikut saya lampirkan transaksi pembelian pulsa listrik saya.
Gambar di atas adalah print out bukti pembelian pulsa listrik saya di salah satu website, pada tanggal 7 September 2015. Sebelumnya saya beli pulsa listrik lewat internet banking, tapi sudah saya liat ada beberapa kejanggalan (merasa kemahalan) dalam tiap transaksinya makanya saya cari di internet aja. Dalam gambar di atas, kalau angkanya dijumlahkan jelas Rp 200.000. (Beda dengan transaksi yang ada di tulisan ini yang kalau dijumlahkan ada selisih Rp 1000.)
Padahal uang yang saya bayarkan kepada web itu adalah Rp 199.471. Keliatan ada selisih harga sebesar Rp 539.
Berikut adalah bukti transfer saya kepada pemilik website.
Lalu bandingkan dengan transaksi yang saya beli barusan.
Pertanyaan...:
Kemana selisih uang itu?
Kemana aliran uang admin bank itu? Apakah diambil oleh pengelola bank atau dibagi dengan pemerintah?
Jika admin bank itu memang kebijakan bank, bukankah bank sudah mendapat keuntungan dengan mengendapnya uang pelanggan di rekeningnya?
Kenapa ada selisih Kwh? Siapa yang mencuri?
Ini yang harus dijelaskan dengan transparan, karena itu bukan uang yang sedikit.
Masalah admin bank itu terasa sangat memberatkan bagi masyarakat kecil yang hanya sanggup beli pulsa listrik seharga Rp 20.000. Bisa dibayangkan setiap kali transaksi harus dibebankan dengan admin bank sebesar Rp 1600 atau Rp 2500. Jadi kalau beli pulsa listrik 10 kali sebesar Rp 200.000, berarti admin bank nya sebesar Rp 16.000 atau Rp 25.000 kan?
Belum lagi jika saya uraikan tentang adanya meterai dalam pembelian pulsa di atas Rp 250.000 yang ga tau kemana pula larinya uang meterai itu. Padahal, jika kita belanja barang seharga Rp 1 Juta bahkan lebih, apakah kita juga pakai meterai?
Sekarang saya umpamakan seperti ini, kalau saya melihat ada seseorang yang sedang mencuri sesuatu, entah apa yang diambilnya saya tidak tahu, lalu saya berteriak ada rampok yang menggondol uang. Apakah itu salah?
Kalau saya lihat ada maling uang ratusan juta lalu saya katakan milyaran, apa itu salah?
Menurut saya, tudingan RR ini tidak salah sama sekali. Faisal Basri juga tidak salah mengeluarkan data itu. Tuduhan RR tentang mafia pulsa listrik dan penjelasan Faisal Basri bisa dibilang ada mispersepsi. Ada perbedaan substansinya.
*****
***Catatan :
*** Tudingan RR telah membuka mata kita semua mengenai transaksi pulsa listrik. Jelas ada yang aneh dalam pembelian pulsa listrik.
Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk terus mendesak PLN dan pemerintah untuk memperbaiki sistem yang ternyata kurang tepat untuk diterapkan pada masyarakat, terutama pada masyarakat kecil.
Jangan sampai masalah ini, cuma koar koar RR aja yang nantinya tidak akan ada ujung pangkalnya atau cuma sebagai daya tawar buat bagi bagi jatah doang..
***Perubahan sistem pembayaran listrik dari pelanggan ke pulsa, jelas membawa banyak kemudahan bagi masyarakat dan juga PLN. Masyarakat tidak lagi harus antri ke loket pembayaran listrik tiap bulan. PLN juga tidak harus membayar pegawai lagi, mendatangi pelanggan guna mencatat meteran. Tapi bukan dengan begitu PLN bisa semena mena mengambil keuntungan tanpa ada kejelasannya.
***Ada yang menarik ketika tadi pagi nonton tipi yang memang beda, sudah jadi kebiasaan ketika melihat ada masalah dalam pemerintah sekarang, mereka seperti bersorak sorai. Pembawa acara yang ga berenti berenti cekikikan ga keruan, terus menyalahkan pemerintah yang menurut mereka ga becus atau korup. "Mungkin" mereka sudah menderita pikun akut atau sindrom Alzheimer sehingga tidak lagi bisa mengingat bahwa sistem pulsa listrik adalah warisan dari pemerintah sebelumnya yang mana mereka sendiri yang membuatnya. (Uhuuuiiiyyyy...)
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H