Dibawah adalah statistik yang dikeluarkan oleh KPK per tanggal 30 Juni 2015.
Sedangkan Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa dari laporan kepolisian dan KPK, tercatat 629 kasus korupsi dengan berbagai jenis seperti suap, penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan dana serta pemalsuan data.
Dari semua jenis kasus korupsi tersebut, terdapat lebih dari 1300 orang yang telah ditetapkan tersangka. Data tahun 2014 ini lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah kasus korupsi tahun 2013 sebanyak 560 kasus dengan 1271 orang tersangka.

Dan gilanya lagi, ratusan jaksa tiap tahun diberhentikan dan mendapat sanksi. Bahkan, sejumlah jaksa diberhentikan secara tidak hormat karena sejumlah kasus, seperti menggelapkan barang bukti dan menerima suap.
Kita bisa melihat kenaikan angka kejahatan korupsi yang makin tahun makin banyak. Kasus korupsi yang terbongkar oleh pihak aparat penegak hukum semakin tahun semakin meningkat dan kenaikan itu bukanlah sesuatu yang baik untuk masyarakat negeri ini.
Kita patut memberi apresiasi yang sebesar besarnya atas pencapaian dan kerja keras aparat penegak hukum yang telah membongkar dan menangkap para maling uang rakyat ini, tapi bukankah dengan makin meningkatnya kasus korupsi, bisa diartikan bahwa kita sudah gagal mencegah?
Trend korupsi sudah semakin menjalar kemana mana, dari tingkat RT/RW, Lurah, Camat, Bupati/Walikota sampai Gubernur, dari perangkat desa, PNS, Kepala Dinas sampai pada Menteri, dari kader partai, Ketua partai, anggota DPRD sampai Ketua DPRD, dari Mafia Kasus yang ada dipengadilan, Polisi, Tentara, Penitera, Jaksa sampai Hakim, dari masyarakat biasa, pedangang, pengusaha, pekerja office boy yang diangkat sebagai Direktur, sampai pada Direktur beneran, semua ada yang tersangkut kasus korupsi. Bahkan sampai pada mantan Presiden beserta keluarganya pernah diduga telah melakukan korupsi!
Jadi, bisa kita lihat dengan jelas bahwa semua sendi masyarakat kita sudah terjangkit oleh penyakit korupsi sehingga jumlah pelaku korup semakin meningkat drastis, beranak pinak melebihi jumlah angka pertumbuhan rakyat Indonesia sendiri.
(Saking sudah semakin menjamurnya dan ketidak berdayaan kita mencegah orang melakukan korup, banyak orang pesimis yang mengatakan dengan nada sinis dan satire bahwa korupsi sudah menjadi budaya masyarakat kita! Waduh... Jangan sampai hal terjadi deh...)
Sudah banyak upaya dari para pegiat anti korupsi untuk mencegah kejahatan korupsi, tapi semua itu belum menunjukan hasil yang positif dan koruptor semakin menggila.
Dari ide nyeleneh dan unik seperti, membuat penjara bagi para koruptor di tengah mall, untuk memajang para koruptor seperti boneka yang lucu supaya bisa membuat malu, sampai ide membuat miskin koruptor dengan jalan mengambil semua harta koruptor atau menghukum mati para koruptor, tapi ide ide brilian yang bisa membuat efek jera itu tidak mendapat dukungan dari semua pihak.
Mengapa?
Seperti yang sudah saya beberkan diatas, bahwa pelaku korupsi sudah menjalar kesemua sendi masyarakat. Dari rakyat biasa, pekerja, pedagang, sampai pada ekseku thief, legisla thief dan yudika thief, semua sudah terjangkit penyakit korup (thief).
Menurut data Kompas.com, untuk kasus korupsi, pihak kejaksaan pada tahun 2014, sudah menangani 1.815, dan pada 2013, ada 1.923, itu artinya dalam dua tahun saja sudah ada 3.738 kasus korupsi yang diungkap belum lagi yang tidak terungkap.
Kita tahu bahwa pelaku korupsi berbeda dengan maling biasa yang sering berkarir sendirian. Pelaku korupsi jauh lebih pengecut dan licik karenanya tidak mungkin berani menjalankan aksinya secara solo karir sehingga harus mencari teman dan berjama’ah bahkan ada beberapa yang sampai melibatkan ke anak istri/suaminya segala!
Sekarang mari kita hitung dengan cara gampang, mudah dan sembarang saja ya. Untuk mudahnya, setiap kasus, kita hitung secara minimalnya saja 5 orang yang terlibat (pemberi, makelar dan penerima). Jadi, jika di Kejaksaan, dalam 2 tahun ada 3.738 kasus korupsi, bisa diartikan ada 18.690 orang yang terlibat dalam kasus korupsi.
Jika 18.690 orang itu, “hanya” mempunyai istri/suami dan anak 2 orang, setidaknya secara langsung, ada 18.690 X 4 = 74.760 orang yang sudah ikut menikmati uang hasil korupsi. (lihat gambar dibawah yang angkanya merah saja)

Dari jumlah itu, bisa dipastikan sebagian besar mempunyai kekuasaan besar dan uang yang cukup banyak!!! Tentu masih ingat, banyak pelaku kejahatan korupsi yang masih tetap mendapat banyak dukungan kan? Sampai sampai sekarang mereka bisa mencalonkan diri lagi menjadi Kepala Daerah, atau bahkan ketika keluar dari penjarapun masih disambut dengan meriah, laksana prajurit menang perang!!!
Miris dan ga ngerti lagi, apa dan siapa yang salah dalam hal ini Apakah di daerah tersebut sudah tidak ada lagi calon pemimpin yang baik dan jujur? Apakah masyarakat sudah menganggap koruptor sebagai pahlawan untuk bakul nasinya, sehingga masih memujanya untuk sekedar mendapat sedikit cipratan uang hasil korupsinya?
Seperti kita tahu, bahwa pelaku kejahatan korupsi sangat lihay membuat jaringan. (inilah bukti kehebatan dan kelicikan para koruptor) Saking banyaknya uang curian yang didapat, mereka juga bisa membeli dan mempengaruhi banyak orang untuk menjadi pendukungnya. (bisa dilihat disini) Oleh sebab itu jangan salahkan jika saya membuat perhitungan seperti ni.
Jika masing masing individu (keluarga koruptor dan temannya) mempunyai teman 10 orang aja dah, berarti sudah ada (18.690 X 4) +( 186.900 X 4) + (186.900 X 3) = 822.360 orang yang mendukungnya! (lihat gambar di bawah ini).

Sudah menjadi kebiasaan konyol para istri/suami atau kerabat pejabat, manakala ada yang tertangkap kasus korupsi dengan menyebutnya sebagai “musibah” (apakah jika tidak tertangkap itu berarti berkah?). Jadinya, saya sangat yakin bahwa kasus korupsi yang terungkap hanya sekian persen saja dari yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Bagaimanapun juga sangat mungkin, jika yang terungkap hanya 10% nya saja dan sisanya yang masih sangat banyak itu -pelaku kejahatan korupsi- duduk enak sambil ongkang ongkang kaki menikmati hasil jarahannya. Indikasi ke arah itu sudah jelas. Karena, sampai saat ini masih banyak rakyat yang kelaparan dan tidak memperoleh pendidikan yang cukup. Jika saja kebocoran uang rakyat “hanya” 10% atau kurang dari 20% saja, saya yakin rakyat negeri ini akan makmur dan sejahtera.
(Dalam acara talk show di tipi, kita sering lihat dan dengar, mereka secara terang terangan mengaku, ada dana untuk pejabat sekian persen dan untuk ini itu sekian persen. Contohnya, ketika membuat infrastruktur yang seharusnya dibangun dengan harga 1 juta, akhirnya hanya bisa dibangun dengan harga 300 atau maksimum 400 ribu saja! Atau masih segar dalam ingatan soal kasus UPS kan? Bukan USB lho...)
Jadi, akan sangat mungkin jika angka pada gambar diatas dikalikan 10 lagi!! Dan itu artinya ada 8.223.600 orang yang secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam praktek korupsi (ingat itu hanya data 2013 dan 2014 saja, lho! Belum lagi ditambah dengan tahun sebelumnya dan tahun 2015 ini, yang pastinya bisa membuat kita makin tercengang!)
Mengingat semakin besarnya angka pendukung para koruptor, belum lagi ditambah semakin menggilanya ulah para koruptor yang melancarkan segala upaya jahat untuk melemahkan institusi dan para penegak hukum yang bersih. Jadi, bagaimana mungkin ide ide bagus untuk memberi efek jera atau memberi hukuman maksimal kepada pelaku koruptor bisa menjadi kenyataan? Makanya, semua ide untuk memberi efek jera bagi para koruptor hanya sebagai wacana atau omong kosong belaka, karena mereka semua juga didukung oleh para thief berdasi yang mempunyai wewenang membuat undang undang -yang menganggap dirinya adalah orang terhormat- dan menentukan hukuman.
Walhasil, akan semakin sulit upaya kita membersihkan negeri ini dari para pencuri uang rakyat.
Lalu apakah dengan begitu kita akan pasrah dan menerima nasib saja???
Ketika membuat tulisan ini, saya teringat dengan novel jadul yang legendaris, berjudul “Momo” ditulis oleh Michael Ende tahun 1973. Sebuah ide penulisan yang sangat hebat dan bisa membuat orang selalu teringat. Bahkan buku ini bisa memberi inspirasi bagi Dahlan Iskan

Bercerita tentang Momo seorang gadis kecil tapi sesungguhnya novel itu justru untuk kita para orang tua bercermin diri. Sebuah karya yang luar biasa karena tak lekang dimakan jaman, saya sendiri ga begitu ingat kapan membacanya. Yang saya ingat, novel itu menceritakan seorang gadis kecil yang bernama Momo, yang tidak pernah berbicara dan hanya bisa mendengarkan saja.
Momo tidak pernah bosan mendengarkan orang bercerita apa saja. Bahkan orang yang pendiam sekalipun akan ditunggu oleh Momo sampai dia mau bercerita. Tapi dengan cara mendengarkan seperti itu, Momo bisa memberi inspirasi dan jalan keluar bagi seluruh penduduk desa yang sedang mempunyai masalah.
Nah, dalam novel itu Momo mempunyai dua orang teman yang bernama Beppo Si Penyapu Jalan dan Guido Si Pemandu. Kedua teman Momo sama menariknya.
Disini saya ambil kisah Beppo saja yang copas dari sini
“Satu hal yang sangat menarik dari Beppo adalah caranya menyapu. Beppo menyapu sepanjang hari, bermil-mil jauhnya. Bisa jadi, memikirkannya pun sudah tak sanggup. Tapi buat Beppo, dia berusaha tidak memikirkan betapa besar daerah yang harus disapunya hari ini. Dia hanya fokus kepada satu langkah sapuan ke depan, satu nafas ketika dia menyapu dengan satunya, terus dan terus.
Ketika orang lebih senang melihat hal besar dan bukan fokus pada langkah-langkah kecil untuk menyelesaikan hal besar itu, orang-orang sering terjebak panik terlebih dahulu, akhirnya memulai terburu-buru dan kerja dengan cepat. Ketika dia kemudian berhenti untuk melihat sudah sejauh mana langkah yang diambil, yang sering terlihat adalah betapa masih banyak langkah yang belum diambil. Masih jauh dari selesai.
Tapi untuk Beppo, dengan tidak terlalu memikirkan besarnya masalah itu dan fokus pada langkah-langkah untuk mengambil dan menyelesaikan langkah-langkah kecil satu, tidak terasa pekerjaan itu selesai. Dengan mengambil langkah-langkah kecil, Beppo berusaha mencintai dan menikmati setiap langkah kecil yang diambilnya itu.
Mencintai dan menikmati momen, adalah kuncinya. Ketika akhirnya dia selesai menyapu, Beppo mendapat dua keuntungan: dia selesai menyapu jalan yang panjang, dan juga menikmati setiap langkah penyapuan jalan tadi. Betapa beruntungnya orang yang mencintai setiap langkah kecil untuk menyelesaikan yang besar.”
(sebenarnya novel itu untuk mengingatkan kita –para orang tua- yang sering merasa kehabisan waktu, tapi sengaja saya ambil sedikit cuplikannya yang bisa relevan untuk pejabat dan para pegiat anti korupsi). Untuk lengkapnya bisa dibaca disini (tapi bahasa Jerman lho... dan ini film versi bahasa inggrisnya youtube)
Saya membayangkan, seandainya saja, para pejabat kita seperti Momo yang mau mendengarkan segala keluh kesah rakyatnya. Tentu negeri ini akan aman sentosa dan damai sejahtera.
Atau maukah kita menjadi seperti Beppo yang tak kenal putus asa dan terus mengambil langkah kecil untuk memberantas korupsi? Bukankah dengan tidak terlalu memikirkan besarnya masalah itu dan akan terus fokus pada langkah-langkah dan menyelesaikan langkah-langkah kecil satu persatu, kita tidak akan terasa bahwa pekerjaan itu sudah selesai?
Saya yakin sekecil apapun langkah yang kita ambil akan membawa perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan ini. Atau sekecil apapun suara yang kita teriakan jika terus menerus dilakukan, terlebih lagi jika bersama sama, maka pada akhirnya akan terdengar juga.
Kita sudah sering berteriak saja, populasi mereka semakin meningkat tajam, tidak terbayangkan bagaimana jika diam saja? Hmmm....
Jika kita tidak memulainya sekarang maka tidak akan pernah selesai masalah ini. Atau jika kita diam saja, siapa yang akan mendengar keluhan kita? Oleh sebab itu, marilah kita terus menulis dan tetap bersemangat untuk meneriakkan anti pada korupsi.
Salam Damai...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI