[caption id="attachment_390642" align="aligncenter" width="297" caption="tempo.com"][/caption]
Sejak 2005 lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan telah menyerahkan sekitar dua ribu laporan hasil analisis transaksi yang mencurigakan. Dari jumlah sekitar 21 rekening diduga milik perwira tinggi polisi. Dari temuan itu, Markas Besar Polri membentuk tim klarifikasi yang dipimpin Komisaris Jenderal Ito Sumardi.
Namun polri tidak pernah mem-publish hasilnya, sampai dengan majalah Tempo edisi 18/39 yang terbit pada tanggal 28 Juni 2010, menerbitkan tulisan yang sudah membuat heboh masyarakat, yaitu dengan judul “Rekening Gendut Perwira Polisi”.
Kabar tentang penerbitan rekening gendut perwira polisi oleh majalah Tempo begitu cepat merebak, hingga membuat masyarakat ingin memiliki majalah yang penuh sensasi itu.
Namun sayangnya, sejak pagi hari majalah Tempo sudah tidak bisa lagi ditemukan di pedagang penjual majalah, karena menurut pedagang majalah. “Ada seseorang yang mirip polisi, telah memborong semua majalah itu.”
Sejak ditetapkan Presiden Jokowi sebagai calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan tak henti-hentinya diterpa angin tak sedap. Mulai dari rekening gendut yang pernah dirilis oleh majalah Tempo, sampai pada berita tentang adanya 2 perusahaan yang menyetorkan uang ke rekening anak Budi Gunawan.
"PT Masindo Lintas Pratama dilaporkan menggelontorkan duit Rp 1,5 miliar ke rekening Herviano Widyatama, anak Budi Gunawan pada November 2006. Kini, Budi Gunawan adalah calon tunggal Kepala Kepolisian Indonesia. PT Masindo adalah pengembang Apartemen Hollywood Residence di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Pada Mei 2007, ratusan pembelinya melapor ke polisi dan menuduh PT Masindo menggelapkan dana Rp 200 miliar lebih". (Tempo)
*****
Terkait hebohnya penetapan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri, sejak kemarin siang KPK sudah menetap Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem Patrice Rio Capella menyayangkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. "Siapa yang menunjuk Budi Gunawan? Presiden. Itu sama saja dengan 'menampar' muka Presiden," kata Rio, di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (Kompas)
Saya tidak yakin KPK berani seperti yang dikatakan oleh Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, karena sudah jelas institusi KPK di bawah Presiden. KPK tahu bahwa Presiden Jokowi sangat mendukung upaya KPK untuk pemberantasan korupsi, jadi tidak mungkin KPK ingin mempermalukan Presiden Jokowi, apalagi mau "menampar" muka Jokowi.
Apakah benar Presiden Jokowi terkejut dengan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi seperti diberitakan? Ini tidak mungkin, karena seminggu sebelumnya KPK sudah mengingatkan Presiden Jokowi tentang kasus Budi Gunawan ini, jadi tidak mungkin jika Jokowi tidak memperhatikan peringatan yang diberikan oleh KPK.
Saya sangat setuju dengan pendapat sahabat saya Elde ditulisannya ini, bahwa Jokowi meminjam tangan KPK untuk menolak Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Karena pasti ada pengaruh dan kekuatan yang tidak bisa dilawan oleh Jokowi untuk menetapkan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Ini yang perlu diwaspadai dan perlu diawasi oleh masyarakat sehingga tidak serta merta terpengaruh untuk menyalahkan Jokowi. Karena walau bagaimanapun juga, Jokowi sebagai bagian dari PDIP yang mempunyai track record-nya kurang baik.
Dalam berpolitik tidak ada musuh yang abadi, nah dalam kasus ini bisa dilihat dengan jelas bahwa KMP begitu antusias mendukung Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Ini yang harus diwaspadai oleh kubu KIH, karena di dalam tubuh KMP sudah sangat banyak tokoh yang menjadi tersangka, yang akan menjadi tersangka.
Tidak mungkin KMP tidak mempunyai agenda tersendiri terkait calon tunggal Kapolri ini. Niat KMP yang sekarang bisa dengan jelas terlihat adalah KMP seakan akan ingin membuat malu dan menjatuhkan nama Presiden Jokowi jika sampai Budi Gunawan menjadi Kapolri.Dan niat itu kelihatannya akan berhasil dengan sukses dilaksanakan, tapi KPK telah menghancurkan rencana tersebut.
Namun saya tidak yakin hanya itu saja niat KMP tanpa ada plan B dan plan C, karena kita tahu selain banyaknya tersangka dan calon tersangka KPK, didalam tubuh KMP diisi oleh politikus yang sudah matang dalam perpolitikan. Nah apa plan B dan plan C KMP, apakah ingin membuat kasus ini menjadi Cicak Vs Buaya jilid III?
Bukankah selama ini KMP benar benar berniat untuk melemahkan KPK?
[caption id="attachment_390643" align="aligncenter" width="650" caption="merdeka.com"]
*****
Mengapa dan apa alasan yang mendasar sehingga KPK baru menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka pada menit menit akhir? Dan mengapa baru bulan Juli 2014, KPK baru mulai menyelidiki kasus ini? Padahal kasus ini sudah mencuat sejak tahun 2010 lalu.
Pertanyaan pertanyaan itu harus bisa dijelaskan lebih detai lagi oleh KPK dari sekedar alasan sudah mempunyai 2 alat bukti yang cukup, sehingga dengan kejadian ini KPK tidak akan dianggap ikut berpolitik dan isu ini tidak dipolitisir.
Salam Damai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H