[caption id="attachment_394416" align="aligncenter" width="489" caption="tempo.com"][/caption]
Kekisruhan terjadi sejak Komjen Budi Gunawan ditetap sebagai tersangka oleh KPK. Begitu hebat kisruh ini, karena bukan hanya telah melibatkan individu atau kedua institusi penegakan hukum saja, tapi sudah melibatkan masyarakat, parpol bahkan presiden.
Begitu juga masalahnya bukan hanya seputar Budi Gunawan seorang, tapi sudah melebar ke mana-mana. Kasus ini telah membuka banyak rahasia yang disimpan rapat-rapat dan membuka mata masyarakat terhadap tokoh penegak hukum kita.
Hari Senin tanggal 2 Februari 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan rencananya akan menggelar sidang praperadilan, terkait penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK.
Mabes Polri menganggap, KPK telah menyalahi prosedur dalam penetapan tersangka Budi Gunawan. Selain dari Mabes Polri, ada LPPPI (Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia) yang juga mengajukan permohonan praperadilan.
*****
Seperti dilansir hukumonline.com, LPPPI yang diwakili oleh ketuanya Arif Sahudi mengajukan permohonan Pemeriksaan Praperadilan terhadap KPK (Termohon I) dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Termohon II). Arif menilai penetapan tersangka tidak sah karena KPK dalam melakukan supervisi atas perkara yang melibatkan Komjen Budi Gunawan tidak melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan Kepolisian RI.
Menurut Pemohon, penyidikan yang dilakukan oleh KPK kepada Budi Gunawan adalah tidak sah. Hal tersebut dikarenakan tidak ada dua bukti yang cukup karena berdasarkan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian RI tidak ada unsur tindak pidana. Apalagi, transaksi keuangan di rekening Komjen Budi Gunawan juga disebut wajar dan merupakan hasil bisnis.
"Oleh karenanya Termohon I harus dituntut di persidangan ini untuk menjelaskan secara rinci bukti-bukti dimiliki sebagai dasar penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka," berikut bunyi permohonan praperadilan LPPPI. (sumber)
Namun, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana berpendapat, semestinya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menolak gugatan praperadilan yang telah dilakukan oleh pemohon Mabes Polri dan LPPPI. Menurut Denny, penetapan tersangka bukanlah obyek dari praperadilan
Denny mengatakan, dasar pengajuan Budi salah kaprah karena praperadilan dapat diajukan apabila tersangka sudah ditahan atau merasa salah tangkap seperti diatur dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Adapun Budi belum ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kalau hakimnya sampai mengabulkan, hakimnya kacau balau itu," kata Denny. (sumber)
Kasus praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan yang akan dilaksanakan, hari Senin tanggal 2 Februari 2015, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bakal dipimpin seorang hakim, yaitu Sarpin Rizaldi, SH.
Perlu diketahui, bahwa Hakim Sarpin Rizaldi SH, mempunyai catatan "prestasi" yang "lumayan baik". Karena, sudah ada 8 laporan pengaduan yang masuk ke Komisi Yudisial, terkait "prestasi" yang sudah ditorehkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi SH. Sebagian dari laporan itu sedang dalam proses pemeriksaan, begitulah menurut Ketua KY Suparman Maszuki.
Ada tiga keputusan yang sudah diambil oleh Hakim Sarpin Rizaldi SH, yang dianggap cukup aneh dan kontroversi.
1. Pada tahun 2008, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tengah melakukan pemeriksaan terhadap Sarpin Rizaldi, Jalili Sairin, dan Firdaua dalam perkara kasus narkoba dengan terdakwa Raja Donald Sitorus di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Pada perkara itu Sarpin bertindak sebagai ketua majelis. Tetapi saat putusan, vonis diketok oleh hakim Jalili yang statusnya sebagai hakim anggota.
Vonisnya juga dianggap janggal, lantaran terdakwa dengan barang bukti 180 gram hanya divonis 5 tahun penjara atau setengah dari tuntutan jaksa yaitu 10 tahun.
Ketiganya juga dianggap melanggar hukum beracara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP dan UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman.
Sarpin juga pernah diperiksa dalam kasus sita jaminan perkara perdata Hamid Djiman terkait pembebasan lahan proyek jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR).
2. Tahun 2009, Sarpin juga pernah membebaskan terdakwa korupsi di PN Jaktim. Dia membebaskan M Iwan selaku Camat Ciracas dalam kasus dugaan korupsi Rp 17,9 miliar. Padahal, Jaksa menuntut 7 tahun penjara kepada terdakwa.
3. Tahun 2014 Sarpin juga pernah dilaporkan ke KY mengenai putusannya dalam perkara sengketa paten 'Boiler 320 Derajat Celcius' milik PT Super Andalas Steel (SAS).
Takal Barus, pemilik Paten 'Boiler 320 Derajat Celcius' melaporkan Sarpin Rizaldi yang menjadi ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan (PN Medan) kala itu karena diduga menerima suap.
(sumber)
Sidang gugatan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akan membuat suatu keputusan yang sangat penting. Mengingat, sejak ditetapkannya Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, begitu sudah menimbulkan kekisruhan yang terjadi di negeri ini.
Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nanti, selain akan menentukan nasib Budi Gunawan, keputusan itu juga "dianggap bisa menyelesaikan" kekisruhan antara KPK dan Polri.
Jika, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan Mabes Polri atau LPPPI, maka Presiden Jokowi, bisa memutuskan untuk melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri karena sudah ada kepastian hukum mengenai statusnya.
Kisruh antara Polri-KPK bukanlah hal yang bisa dianggap enteng atau biasa saja. Karena sudah melibatkan begitu banyak elemen masyarakat, sampai Presiden Jokowi membentuk Tim Independen untuk memecahkan masalah ini.
Mengingat begitu sensitifnya masalah ini dan menyangkut kepentingan orang banyak, maka sebelum Hakim Sarpin Rizaldi SH membuat keputusan yang sangat penting tersebut, ada beberapa pertanyaan yang paling mendasar.
*Mengapa PN Jakarta Selatan menunjuk Hakim Sarpin Rizaldi SH, padahal sudah tau bahwa Sarpin Rizaldi sudah banyak yang melaporkan? Apakah tidak ada lagi hakim lain yang "prestasinya lebih sedikit" dari Hakim Sarpin Rizaldi?
*Apakah tidak terpikir, apa pun keputusan yang akan dibuat oleh Hakim Sarpin Rizaldi SH, bisa menimbulkan banyak kecurigaan dan ketidakpuasan dari kedua belah pihak? Bukankah sebaiknya hal seperti itu dihindari?
Dalam beberapa kesempatan Ketua KY Suparman Marzuki mengatakan akan menghadiri untuk memantau dan mengawasi sidang praperadilan Budi Gunawan. Namun, apakah itu bisa mengubah keputusan hakim? Apakah itu bukan bentuk lain dari intervensi?
Apa pun keputusan hakim dalam persidangan nanti, semua pihak harus menghormati dan menjalankan keputusan tersebut. Karena tidak mungkin sebuah persidangan akan bisa memuaskan semua pihak, maka untuk pihak yang tidak puas, silahkan menempuh upaya hukum lainnya. Jangan ada upaya untuk menempuh jalur kekerasan dan anarki!
*****
Bangsa kita sedang berupaya membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang semakin lama sudah semakin pudar dan hancur.
Keadilan yang selalu digaungkan seantero negeri, hanyalah sebuah slogan kosong dan sudah menjadi barang antik.
Pengadilan bukan lagi tempat untuk mencari keadilan tapi hanya sebagai alat tawar-menawar pasal dan ayat.
Kasih Uang Habis Perkara, bukan lagi sebuah rahasia yang berupa bisik-bisik, atau omongan yang hanya diketahui oleh segelintir orang tapi sudah diumbar begitu vulgar.
Begitu banyak kasus yang sudah menyita perhatian publik tapi hanya sedikit yang mencerminkan keadilan, sehingga membuat kepercayaan masyarakat kita semakin tipis terhadap pengadilan di negeri ini.
Terlepas dari keyakinan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menunjuk Hakim Sarpin Rizaldi SH, untuk membuat keputusan sepenting ini, apakah layak kita mempertaruhkan semua upaya penegakan hukum yang sedang kita bangun dengan susah payah, di tangan seorang yang sekarang menjadi terlapor kasus suap?
[caption id="attachment_394418" align="aligncenter" width="538" caption="ganoolmovie.com (film Into the Woods)"]
***Catatan:
*Setiap manusia mempunyai ego dan keserakahan.
*Setiap manusia pernah berbuat salah bahkan bukan hanya satu kali, tapi bisa berulang kali.
*Semoga dalam mengambil keputusan yang sangat penting ini, Hakim Sarpin Rizaldi mau menyingkirkan egonya dan lebih memikirkan kepentingan orang banyak, tidak terpengaruh dalam tekananan siapapun sekaligus mengambil momen penting ini sebagai kesempatan kedua untuk membuktikan bahwa ia masih layak.
*Jangan sampai Keadilan dinegeri ini hanya berupa mitos atau dongeng penghantar tidur anak cucu kita...
Salam Damai....
activate javascript
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H