Mohon tunggu...
Michael Simbolon
Michael Simbolon Mohon Tunggu... -

Saya senang membaca tulisan2 mengenai keuangan dan ekonomi. Saya baru-baru menulis dan ingin banyak belajar lebih bagaimana menulis yang baik dan benar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Inflasi = Investasi

3 Januari 2012   13:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:23 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang sering mengartikan inflasi = harga barang2 naik.. Gampangnya memang terlihat seperti itu. Akibatnya kita sering membenci inflasi dan juga menyalahkan pemerintah atau juga pihak2 yang memonopoli harga. Memang dalam hal ini pemerintah layak untuk di salahkan? Tetapi disisi lain mereka melakukan itu untuk meningkatkan perekonomian.


Fakta adalah fakta dan minoritas dalam perekonomian memang tidak pernah menang dalam dunia perekonomian. Sekarang bagaimana kita melihat dan menerima bahkan memanfaatkan fakta yang ada?


Inflasi dalam persepektif yang berbeda adalah kurangnya nilai/ daya beli uang terhadap barang atau jasa.

Contohnya: Di tahun 2007 ongkos ojek Grogol - Mega kuningan Rp 15rb + 5rb (uang tip), sekarang untuk jarak dan pelayanan yang sama kita harus membayar Rp 30ribu.


Kalau begitu apa bedanya perspektif harga barang naik dengan perspektif "tukang ojek"?

Ya, terlihat serupa tetapi tidak sama.

Kalau di lihat kenapa biaya yang kita keluarkan bisa naik dari perspektif ilustrasi "tukang ojek" adalah di karenakan kemampuan beli/ nilai Rp 15rb di thn 2007 tidak sama dibandingkan sekarang.

Walaupun kita bisa mengatakan jasa tukang ojek semakin mahal tetapi saya mau membawa pemikiran kita dari sisi nilai uang Rp 15rb yang berkurang dulu dan sekarang.


Kenapa nilai tersebut turun?

Tanpa di sadari oleh kita, uang yang di cetak oleh pemerintah secara perlahan-lahan merupakan faktor yang dapat mengakibatkan uang yang beredar di pasar bertambah banyak dan akan mengakibatkan nilai dari uang tersebut akan turun kalau tidak di ikuti dengan pertambahan barang dan jasa. Dan situasi ini disebut dengan inflasi.


Apa alasan pemerintah melakukan hal tersebut? Tak lain dan tak bukan untuk meningkatkan likuiditas di pasar dan di harapkan dapat memacu perdagangan dan perekonomian. Apakah itu bagus? Ya tetapi ada juga dampaknya yaitu inflasi.


Kesimpulan: Bagaimana menanggapi fakta inflasi yang melonjak tinggi?

STOP MENABUNG DAN BERINVESTASI

Berikut rumus matematika sederhana:


Ibaratnya sekarang kita membeli tanah (dengar cara meminjam) atau rumah dengan KPR.

Harga asset: Rp 100.000.000

Down Payment: Rp 20.000.000

Pinjaman: 80.000.000

Interest: 10% (flat)

Masa cicilan: 20tahun

Cicilan per bulan : Rp 666.666 (asumsi cicilan flat)


Mungkin angka Rp 600rban perbulan terkesan sangat besar sekarang. Tetapi perlu di ingat INFLASI dapat mengurangi nilai tersebut di masa akan datang. Asumsikan inflasi di negara kita pertahun 6%.

Hitungan dan logika simpelnya adalah kita hanya membayar 4% bunga dalam satu tahun (10%-6%)

Atau simpelnya dulu Rp15 rb sama nilainya dengan Rp 30rb sekarang maka sebaliknya Rp 600rb sekarang yang kita bayar nilainya akan lebih kecil lagi 5,10,15,20thn mendatang.


Disisi lain ada yang perlu kita lihat yaitu kenaikan income kita. Mungkin Rp 600rb telihat sangat besar

dikarenakan income kita dapatkan sekarang. Tetapi, apakah income kita tetap selamanya? Mungkin dengan kita loncat ke perusahaan lain atau dapat promosi misalnya dapat meningkatkan income kita melebihi 10. Dengan kata lain nilai 600rban tersebut akan semakin kecil atau semakin ringan di bayar semakin bertambahnya waktu.


Disis lain harga asset kita akan meningkat sesuai dengan inflasi sedangkan nilai cicilan bulananya akan semakin ringan di makan inflasi.


Gunakan momentum inflasi di Indonesia untuk berinvestasi di asset/ property bukan untuk untuk menabung di bank.


Jangan takut dan mulailah berinvestasi!!!

KL

2 January 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun