Mohon tunggu...
ichsan mikail
ichsan mikail Mohon Tunggu... Novelis - Full time blogger

Pengarang novel Transition, novel Dimension of Dreams, dan kumpulan cerpen Province Memoir. Standby di official website : mikailearn.my.id

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Seks = Cinta ?

25 Mei 2020   05:38 Diperbarui: 6 Juni 2020   06:45 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film the kids are all right mengisahkan tentang anak-anak dari pasangan lesbian yang terpisah ayah biologisnya. Ulasan berikut bukanlah evaluasi mengenai status pernikahan sejenis melainkan telaah terhadap fenomena hubungan khusus sesama jenis. Pemaparan berikut berasumsi bahwa apapun orientasi seksual seseorang tidak ada hambatan untuk memahami persoalan dengan jernih.

Manusia seyogyanya melakukan hubungan intim karena sungguh menyukainya sebagai kebutuhan naluriah alami dan ingin mendapatkan sensasi fisik. Di sisi lain, ia tetap senantiasa menunjukkan cinta kasih pada semua orang, jauh maupun dekat. Segala kerumitan heteroseksual hingga penyimpangan seksual disebabkan dua hal yang berbeda dijadikan satu kata dan satu perbuatan. Seks berarti sayang dan juga sebaliknya. Kata 'bercinta' dimaknai melakukan persetubuhan/kontak fisik. Hal lumrah pada hubungan suami istri dilakukan pula pada sesama jenis, inses, pedofilia, masokis bahkan beastiality. Pencampuradukan ini disebabkan pula oleh trauma, lingkungan terasing, dan percobaan yang salah dalam pergaulan.

Menyamakan kata cinta dan seks mungkin cuma persoalan penggunaan kosakata, tidak harus menjadi kurikulum pendidikan seks. Pria/wanita mencintai sesama pria/wanita mengapa tidak? Pria dan wanita kadang saling benci. Orang dewasa menyayangi anak-anak atau orang yang lebih tua sebagaimana lazimnya manusia menjadi pecinta alam dan menjadi penyayang binatang. Pencampuradukan antara kasih sayang -termasuk kebencian- dalam mempengaruhi hubungan fisik seksual inilah yang menjadi akar problematika. Oleh karena itu, tidak ada namanya 'cinta terlarang' yang ada hanyalah seks tidak alami atau diharamkan oleh norma agama. Orang normal bebas mencintai/menyayangi siapapun, misalkan suami orang atau istri orang lain atau semua jenis makhluk tuhan selama tidak mendekati zina. Hal tersebut harus dipahami sejak akil baligh.

Begitu pula dalam kehidupan rumah tangga, cinta atau kasih sayang tidak berkaitan sama sekali dengan rutinitas senggama. Harapan psikologis mengenai pernikahan bahagia yang diidealkan semua pasangan faktanya tidak terjadi pada semua orang. Pernyataan wanita yang ingin merasa dicintai sebelum berhubungan seks dengan suaminya sedangkan pria baru bisa menyayangi sesudah bersetubuh bersama istrinya, tidaklah berkorelasi terhadap keharmonisan rumah tangga. Maksudnya ialah pertama : naluri seks adalah kecenderungan yang alami untuk disalurkan kepada pasangan ; cinta atau tidak, sah atau tidak. Kedua : perasaan cinta dan kasih sayang itu tidak stabil dan fluktuatif untuk selalu bisa diandalkan sebagai motif berhubungan intim. Ketiga : masih ada faktor kebugaran fisik dan mental yang mungkin butuh waktu dipulihkan. Oleh karena itu, ajaran yang paling rasional bagi pasangan harmonis ialah komitmen mendukung vitalitas reguler peran suami-istri meski sedang tidak bergairah, atau tidak sengaja saling melukai sehingga renggang, bahkan adanya penurunan fisik dan mental pasangan tetap mampu turun tangan didorong oleh rasa tanggung jawab membahagiakan. Inilah yang dapat dilakukan semua orang. Walaupun memang, komitmen itu memungkinkan datang dari kasih sayang, jadi tidak langsung sebetulnya.

Kekuatan spiritual adalah kekuatan terbesar daripada moral (etika dan kasih kemanusiaan) dan materi (status dan kekayaan). Maka, tanpa memahami sedikitpun paragraf sebelumnya, bila Allah SWT memerintahkan untuk menentramkan hati orang lain, tumbuhlah komitmen. Intinya penanaman paradigma atau pengadopsian pandangan hidup tertentu, Islam misalnya, dan bukan sama sekali soal takdir orientasi seksual seseorang. Semua orang bisa mencintai dan sayang pada siapapun baik itu lawan jenis atau sesama jenis, sedangkan kontak seksual adalah urusan terpisah. Orang yang memahami perkara ini sepenuhnya -termasuk telah membaca tulisan ini- akan lumrah memilah kecenderungan-kecenderungan dalam apa yang kita sebut 'kehidupan normal' ; misalnya reaksi seorang wanita terhadap sentuhan bayi tentu berbeda dengan belaian dari sang suami.


@mikailearns

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun