Mohon tunggu...
Mikaila Ramadhany
Mikaila Ramadhany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Muhammadiyah Jakarta

Social phenomenon is my to go interest

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Media Sosial, Gen Z dan Mental Illness

10 Juli 2023   04:15 Diperbarui: 10 Juli 2023   06:28 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Wyron A on Unsplash   

Perkembangan media sosial di era digital 4.0, dengan konteks masyarakat yang telah mencapai era Society 5.0, menjadi semakin pesat dan melahirkan produk teknologi beragam. Di Indonesia sendiri, media sosial bahkan telah dianggap sebagai media untuk mendapatkan informasi yang utama dan terfaktual. 

Seperti halnya media Twitter, media sosial yang baru saja diakuisisi oleh Elon Musk ini sudah berkembang sangat lama di Indonesia. Eksistensinya pun telah menunjukan karakteristik sebagai tempat “freedom of speech” dengan berbagai konteks sosial, politik, dan budaya. 

Melihat fenomena penggunaan media sosial, akhirnya sejak beberapa tahun silam beragam stakeholder termasuk pemerintah mencoba memanfaatkan media sosial seperti Twitter untuk dapat berkomunikasi secara langsung dengan publik. Lalu karena penggunaan media sosial sudah menjadi sangat normal, kebiasaan masyarakat dalam mencari informasi dari sumber primer dengan cepat kemudian mengarah pada pemanfaatan media serupa.

Berbeda halnya dengan media sosial seperti Facebook (FB) dan Instagram (IG). Kedua media sosial ini sebenarnya lebih mengutamakan perluasan koneksi dan jaringan, ditambah dengan aspek pembangunan citra diri yang sering kali terjadi pada kedua media sosial tersebut. 

FB dan IG juga telah cukup lama berkembang dan digunakan dalam keseharian masyarakat di Indonesia. Namun berdasarkan hasil penelitian terakhir, disebutkan bahwa FB memiliki pengguna yang mayoritasnya merupakan Generasi X dan Boomers, sedangkan IG dinilai lebih variatif termasuk Generasi Y dan Z (Howe, 2023). Setiap media sosial memang memiliki karakter tersendiri, dan hal ini mempengaruhi pasar penggunanya, termasuk perilaku dan budaya yang tercipta di dalam media sosial tersebut.

Berbicara tentang media sosial dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, beberapa tahun terakhir masyarakat kembali dipuaskan dengan kehadiran media sosial baru yang lebih atraktif dan dinamis, yaitu TikTok. Media sosial yang merupakan produk kembangan perusahaan asal China ini, sejak 2019 mulai memasuki pasar pengguna Indonesia khususnya di kalangan Generasi Z (Gen Z). 

TikTok termasuk ke dalam jenis media sosial yang menyuguhkan audiovisual (biasa dikenal dengan VT atau Video TikTok) dengan algoritma baru dan bisa dinilai cukup efektif. Merebaknya isu terkait data privacy yang sempat ramai terhadap penggunaan FB dan IG, menjadikan platform TikTok sebagai pembaharuan yang seakan-akan terasa “lebih aman”, padahal yang sebenarnya terjadi belum tentu demikian. Tapi tidak bisa dihindari, bahwa menurunnya keamanan dan kepercayaan pengguna kepada media sosial tertentu, dapat memberi keuntungan bagi media sosial lain seperti yang terjadi diantara ketiga media sosial ini.

TikTok memiliki karakter yang berbeda dengan media sosial populer sebelumnya. Jika FB dan Instagram cenderung membutuhkan koneksi atau relasi pertemanan, dalam media sosial TikTok hal ini tidak menjadi suatu keharusan. Setiap pengguna dapat menikmati konten VT tanpa harus berelasi dengan siapapun atau bahkan tanpa harus menunjukan profil diri mereka. 

Oleh karena itu, banyak pengguna yang akhirnya memanfaatkan media sosial ini sebagai platform komunikasi pemasaran, seperti dalam strategi campaign atau promosi mereka (Rugova & Prenaj, 2016). Selain itu, TikTok juga memiliki siklus tren yang lebih cepat. Artinya, sebuah konten dapat dengan sangat cepat menjadi viral namun juga akan sangat cepat menurun. 

Tempo penggunaan yang lebih dinamis inilah yang turut memberi pengalaman yang dirasa tidak membosankan terhadap pengguna, karena dalam TikTok pengguna akan selalu menemukan hal-hal baru disetiap waktunya. Kemudian pasar TikTok semakin meluas pada tahun 2020, dimana saat lockdown COVID-19 sedang berjalan. TikTok banyak digunakan karena memiliki karakteristik media sosial yang cocok sebagai distraksi di masa jaga jarak tersebut, hingga akhirnya berhasil memasuki pasar baru yaitu Generasi Y.

Sebagai digital native, Generasi Z dapat beradaptasi lebih cepat terhadap perubahan khususnya di bidang teknologi. Masuknya media sosial TikTok di Indonesia membuat Generasi Z menjadi yang pertama untuk menguasai platform  Gen Ztersebut. Dengan kemahiran Gen Z di bidang teknologi membuat mereka tidak bisa lepas dari ponsel maupun internet—pada kasus ini dari media sosial. Tumbuh di era teknologi maju memiliki dampak bagi Gen Z yang dikenal sebagai generasi pemilik indeks kecemasan yang tinggi (Rizaty, 2023). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun