Mohon tunggu...
Mikael Ernest Susanto
Mikael Ernest Susanto Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa SMA Kanisius

Amatir dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Anekdot, Pedang Bermata Dua

19 Mei 2023   17:23 Diperbarui: 19 Mei 2023   17:26 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel "Merindukan Sosok Pemimpin Humoris" bercerita mengenai kerinduan penulis terhadap sosok presiden yang menyampaikan kritik secara humoris. Kritik memang merupakan hal yang tidak jarang namun tetap penting dalam kehidupan agar selalu dapat memperbaiki kesalahan sebelumnya dan mencari solusi atas permasalahan. Sayangnya, penyampaian kritik yang kurang tepat bisa menyebabkan banyak orang untuk salah paham dan memicu emosi. Seorang sosok yang menguasai cara penyampaian kritik ini adalah Gus Dur. Penulis menyatakan bahwa Gus Dur menyampaikan kritik secara humoris melalui anekdot pendek dalam pidato-pidatonya. Beliau kaya akan pengalaman, dan pengalaman-pengalaman tersebut dibungkus dalam anekdot guna menyampaikan pesan moralnya dengan baik. Menurut penulis, anekdot yang disampaikan Gus Dur sering memunculkan kontroversi karena sebetulnya banyak orang tidak mampu memahami atau menelaah isi pesan anekdot dari Gus Dur dan hanya memahaminya sebagai sebuah penghinaan.

Bila kita lihat kembali dari arti teks anekdot, tidaklah heran mengapa terkadang banyak yang memahami anekdot Gus Dur sebagai sebuah penghinaan. Pasalnya, teks anekdot memang bersifat humoris dan tidak semua orang memiliki selera humor yang sama. Anekdot sendiri merupakan cerita narasi ataupun percakapan yang lucu dengan tujuan menghibur pembaca, menyindir secara tidak langsung, dan menyampaikan suatu kritik. Anekdot ini memang bersifat lucu dan memancing tawa, tetapi isinya ingin menyampaikan suatu pesan yang penting melalui sindiran. Anekdot memiliki struktur yang terdiri dari abstraksi yang berisi gambaran keseluruhan latar cerita, orientasi yaitu perkenalan tokoh, krisis yaitu bagian permasalahan pada cerita, reaksi yaitu bagian tanggapan tokoh atau reaksi tokoh terhadap masalah cerita, dan koda yang menceritakan akhir cerita. Perbedaan paling dominan antara teks ini dibandingkan teks lain terletak pada unsur humornya yang menonjol.

Salah satu contoh teks anekdot adalah :

Dikisahkan, saking sudah bosannya keliling dunia, Gus Dur mencoba cari suasana di Pesawat RI-01. Kali ini, dia mengundang Presiden AS dan Prancis untuk terbang bersama Gus Dur untuk keliling dunia. Boleh dong, memangnya AS dan Perancis saja yang punya pesawat kepresidenan. Seperti biasa, setiap Presiden selalu ingin memamerkan apa yang menjadi kebanggaan negerinya. Tidak lama kemudian, presiden Amerika, Clinton, mengeluarkan tangannya dan sesaat kemudian dia berkata: "Wah kita sedang berada di atas New York!"

Presiden Indonesia (Gus Dur): "Lho, kok bisa tau, sih?"

"Itu patung Liberty kepegang!", jawab Clinton dengan bangganya.

Tak mau kalah, Presiden Perancis, Jacques Chirac, ikut menjulurkan tangannya keluar. "Tau nggak, kita sedang berada di atas kota Paris!", katanya dengan sombongnya.

Presiden Indonesia: "Wah, kok bisa tau juga?"

"Itu menara Eiffel kepegang!", sahut Presiden Perancis tersebut.

Karena disombongin sama Clinton dan Chirac, giliran Gus Dur yang menjulurkan tangannya keluar pesawat.

"Wah, kita sedang berada di atas Tanah Abang!!!", teriak Gus Dur.

"Lho, kok bisa tau, sih?" tanya Clinton dan Chirac heran .

"Ini, jam tangan saya hilang," jawab Gus Dur kalem.

Teks anekdot tersebut memunculkan beberapa hal menarik. Salah satunya adalah cara Gus Dur menggambarkan dengan lucu masalah yang terjadi di Indonesia. Pemimpin negara Amerika dan Perancis menyombong-nyombongi pencapaian negara mereka, melainkan presiden Indonesia tidak menyombong-nyombongi apapun. Gus Dur tidak memamerkan kondisi baik Indonesia, melainkan menyindir kriminalitas yang terjadi di Indonesia. Menurut saya, makna tersirat dari teks anekdot tersebut juga menarik karena walaupun Gus Dur menggambarkan bahwa orang-orang di Tanah Abang suka mencopet, ia juga menggambarkan bahwa sebenarnya orang Indonesia tidak sombong. Pemimpin negaranya tidak menyombongkan apapun, sedangkan para pemimpin negara lain menyombongkan pencapaian negara mereka padahal negara mereka juga memiliki banyak permasalahan.

Teks anekdot sendiri memiliki berbagai macam tujuan, seperti membangkitkan tawa, dan membuat orang terhibur. Dari contoh teks anekdot di atas, dapat dilihat bahwa Gus Dur menyusun anekdot tersebut agar humoris dan dapat membuat para pembacanya tertawa dan terhibur. Unsur humoris ditemukan di akhir teks anekdot, di mana para pembaca berekspektasi bahwa Gus Dur akan menyebutkan kebanggaannya akan Tanah Abang, tetapi akhirnya yang disebutkan adalah sindirannya terhadap orang-orang Tanah Abang (bisa dianggap menyindir kita semua, bukan hanya orang-orang Tanah Abang). Hal tersebut juga selaras dengan fungsi dominan dari teks anekdot yaitu untuk mengungkap kebenaran yang lebih umum dan memberikan kritik secara halus. Dari teks di atas, Gus Dur seakan-akan bercanda dengan para pemimpin negara, namun candaan tersebut juga ada maknanya. Bukan hanya untuk membuat orang tertawa, melainkan untuk menyadarkan orang-orang akan karakter orang-orang Indonesia yang harus diperbaiki.

Tentunya tidak hanya Gus Dur saja yang memakai anekdot. Banyak anggota masyarakat yang menggunakan anekdot sebagai sarana menyampaikan kritik melalui sindiran. Contoh konkretnya terjadi di lingkup media sosial, banyak akun-akun instagram yang menyuarakan kritik mereka terhadap kesalahan-kesalahan dalam pemerintahan melalui teks anekdot. Mereka menuangkan kritik mereka melalui sindiran lucu yang humoris. Salah satu akun instagram tersebut adalah @lawakan.politik, di mana akun tersebut terkadang memposting anekdot singkat. Tentunya, ada pula bermacam-macam akun instagram lainnya yang mengkritik suatu permasalahan dengan humor. Selain akun-akun media sosial, ada juga lapisan masyarakat lain yang menyampaikan kritik melalui sindiran humoris. Bahkan, presiden kita sekarang, Joko Widodo, juga menggunakan sarkas untuk menyinggung topik-topik tertentu, seperti yang sedang viral di mana Pak Presiden mengomentari jalanan di Lampung dengan sarkas mengatakan "Jalannya mulus, enak, dinikmati. Sampe pak Zul tadi tidur saya juga tidur."

Dapat disimpulkan bahwa teks anekdot memiliki peran penting dalam penyampaian pesan kritik. Kritik tidak harus selalu disampaikan dengan nada keras, melainkan dapat secara halus diungkapkan. Anekdot ini menjadi sarana bagi semua orang untuk menyampaikan pesan kritik dengan lelucon sehingga dapat lebih menarik perhatian audiens. Pemimpin-pemimpin negara kita pun menggunakan humor untuk menyampaikan pesan terhadap persoalan-persoalan tertentu, seperti halnya yang dilakukan oleh Gus Dur dan Jokowi. Namun, terkadang tidak semua orang dapat memaknai pesan-pesan tersirat dari lelucon yang diungkapkan melalui anekdot. Maka dari itu, penggunaan anekdot harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan konflik atau kontroversi.

ML/19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun