Mohon tunggu...
mihmi
mihmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - "Aku belajar menulis, karena tahu kamu suka membaca"

amateur dan masih perlu belajar

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kekalahan Ekologi Pesisir oleh Kekuatan Ekonomi

14 Februari 2022   04:30 Diperbarui: 28 Maret 2022   17:21 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Teluk Pacitan (sumber : kompas.com)

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, yaitu sepanjang 95.181 km dengan luas perairan laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, yang merupakan 71% dari keseluruhan wilayah Indonesia (KKP, 2019). Indonesia sebagai negara kepulauan, telah diakui dunia internasional. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Namun demikian, pembangunan bidang kelautan dan perikanan hingga saat ini masih jauh dari harapan. Padahal wilayah pesisir,  pulau-pulau kecil dan lautan kepulauan Indonesia tersimpan potensi yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.

Secara perlahan, hampir setiap provinsi di Indonesia memiliki rencana pengelolaan kawasan laut (tata ruang laut) yang disebut dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3) sejak tahun 2014. Bukan tidak mungkin, sektor wilayah pesisir dan laut memiliki kesempatan untuk menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia di masa depan.

Bagi mayoritas negara-negara berkembang, seperti Indonesia, tentu isu pembangunan ekonomi menjadi agenda penting dan menarik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di sektor wilayah pesisir, yang semakin berkembang, mayoritas menjadi kawasan pariwisata dan sektor ekonomi kreatif lainnya, yang membawa berbagai masalah baru yang justru menimbulkan kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan di mana-mana. Masalah “kekalahan” ekologi oleh kekuatan ekonomi ini, awal mulanya muncul karena negara perlu melakukan apa yang disebut “pembangunan”. Sehingga dibutuhkan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987) adalah proses pembangunan yang mencakup tidak hanya wilayah (lahan, kota) tetapi juga semua unsur, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan".

Akan tetapi kebijakan pembangunan wilayah pesisir selama ini cenderung sektoral atas dasar kepentingan sektor atau daerah pemerintahan tertentu. Pemerintah daerah terkesan belum mampu mempraktikkan pembangunan ekonomi yang pro konservasi. Misalnya, di tahun 2015 Pemda Pacitan yang kecolongan pembangunan sebuah restoran senilai Rp 1 milyar di daerah sempadan pantai, dengan jarak kurang dari 100 meter garis pantai, yang dibangun oleh PT El John Tirta Emas Wisata, investor swasta yang mengantongi perjanjian kerja sama (MoU) dengan pemda setempat terkait izin pengelolaan obyek wisata Pantai Teleng Ria Pacitan. Pihak investor tidak melakukan laporan akan adanya pembangunan restoran di area sempadan tersebut ke pihak pemda Pacitan.

Perlu diketahui bahwa PT El John Tirta Emas Wisata merupakan pihak yang dipercaya oleh pemerintah daerah Pacitan untuk mengelola Pantai Teleng Ria. Sebelumnya Pantai Teleng Ria dikelola oleh pemeritah daerah setempat. Awal kerjasama pemerintah daerah dengan PT. El John mengelola Pantai Teleng Ria. Awal kerjasama pemerintah daerah dengan PT. El John, terjadi pada tahun 2008 yang ditandantangi pada era Bupati Suyono. Setelah berjalan selama 6 tahun dilakukan pembaharuan kontrak dengan masa kontrak selama 20 tahun. Didasarkan pada peraturan daerah Kabupaten Pacitan Nomor 5 tahun 2011 tentang pembangunan jangka panjang daerah, memutuskan guna meningkatkan daya saing wisata serta guna meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata, pengelolaan obyek pariwisata Pantai Teleng Ria. Selama masa kontrak 20 tahun itu, di setiap tiga tahun sekali harus ada evaluasi dengan asumsi kenaikan jumlah setoran seiring perkembangan ekonomi serta nilai barang dan jasa. Dengan catatan regulasi harus diperhatikan agar perubahan perjanjian ke depannya lebih sempurna dan dapat menjadi payung hukum yang kuat. PT El Jhon pun diwajibkan ikut andil dalam perawatan seluruh aset/fasilitas obyek wisata, termasuk infrastruktur jalan dan sistem drainase.

Gambar Jarak Resto Kampoeng Nelayan di kawasan sempadan pantai Teleng Ria (sumber : Google Maps)               
        googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-412');});
Gambar Jarak Resto Kampoeng Nelayan di kawasan sempadan pantai Teleng Ria (sumber : Google Maps) googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-412');});

Jika ditelisik dari UU No.27 Tahun 2007 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 3 Tahun 2010 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pacitan, restoran yang selesai dibangun di tahun 2015 itu menyalahi aturan tersebut, karena terletak di kawasan sempadan pantai, daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat, yang merupakan kawasan perlindungan pantai. Sungguh ironi revitalisasi wisata yang kontra konservasi

Fungsi sempadan pantai adalah untuk melindungi pantai terhadap gempa dan/atau tsunami, terhadap erosi dan abrasi, dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya, serta melindungi ekosistem pesisir. Sempadan juga secara fisik merupakan garis batas antara ruang privat bangunan dengan ruang publik yang tentunya bisa diakses siapa saja tanpa harus ada perizinan dari pemilik bangunan di dekat pantai tersebut. Namun kenyataannya kawasan pantai yang telah diatur menjadi sempadan ini justru kerap dikooptasi dan dikuasai oleh pemilik bangunan atau hotel maupun vila di wilayah pesisir pantai. Pada wilayah kota dengan dataran rendah yang masih cukup luas maka pemerintah daerah dapat menetapkan batas sempadan pantai sesuai dengan kondisi tata ruang yang sudah ada atau mengatisipasinya dengan menanam pohon pelindung di sepanjang area pantai. Jika penetapan batas sempadan pantai dapat di terapkan maka akan mengurangi dampak negatif yang selama ini menghantui pesisir Pacitan.

Walau kebijakan penetapan batas sempadan pantai diserahkan kepada pemerintah daerah, pemanfaatan dan pengelolaan kawasan sempadan pantai harus menjadi prioritas utama, dengan prinsip kelestarian lingkungan tanpa meninggalkan prinsip keadilan sosial. Adanya kawasan sempadan akan melindungi kelestarian lingkungan pesisir. Sedang prinsip keadilan sosial dimaknai dengan adanya kesamaan akses antara masyarakat dan golongan. Peraturan yang dibuat dalam pengelolaan kawasan pantai, hendaknya sinkron, selaras dan harmoni, tidak tumpang tindih. Instansi-instansi yang berwenang mengelola kawasan pantai, diharapkan menjaga koordinasi yang baik dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya. Peraturan yang ada diimplementasikan dengan penuh tanggung jawab oleh semua yang berkepentingan, sehingga pelanggaran di kawasan sempadan pantai tidak terjadi lagi. Peraturan yang dibuat  harus ditindaklanjuti dengan penegakan hokum. Apabila terjadi pelanggaran, diberi sanksi yang tegas, tanpa pandang bulu. Sanksi yang diberikan bisa berupa pembongkaran bangunan yang berdiri di kawasan sempadan pantai.  

Lalu apa kabar dengan resto milik PT ElJohn yang sampai sekarang masih berdiri kokoh? Sudah jelas – jelas menyalahi peraturan hukum terkait fungsi sempadan pantai itu sendiri. Apakah pemerintah daerah akan menutup mata jika hal seperti ini terjadi lagi? Masyarakat wajib mengawal pembangunan di Pacitan ini dari sektor manapun, agar terhindar dari pemangku kepentingan yang “nakal”. Kedepannya pemerintah daerah juga harus lebih transparan kepada publik hal ini tentunya masyarakat kabupaten Pacitan dalam segala sektor.

Pemda Pacitan getol terus - menerus mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor wisata, mengingat wilayah pesisir/bahari Pacitan adalah surga yang tersembunyi (hidden paradise). Wacana pemda membangun kerjasama dengan investor dalam mengelola kawasan wisata harus menitikberatkan pada konsep blue economy, suatu konsep optimalisasi sumber daya perairan yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kegiatan yang inovatif dan kreatif dengan tetap menjamin keberlanjutan pembangunan yang mengintegrasikan komponen ekonomi, ekologi dan sosial secara adil, sehingga terjaminnya pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan pesisir. Selain itu juga perlu kepedulian masyarakat dalam mengawal pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dalam pembangunan sektor wisata agar tidak hanya menguntungkan pihak pemangku kepentingan semata, baik pemda maupun investor, tetapi juga membawa kemaslahatan bagi masyarakat Pacitan hingga generasi mendatang.

Masih banyak sekali potensi sumber daya alam yang belum digali sepajang kawasan pesisir pantai Pacitan. Masyarakat berharap tercipta wisata baru yang belum pernah ada selama ini di Pacitan. Dengan adanya wisata baru, sektor wisata tentunya akan semakin menggeliat. Wisatawan lokal maupun mancanegara tentu tidak segan ingin berkunjung berwisata menikmati spot - spot wisata baru. Seiring sejalan, sektor wisata menunjukkan gigi taringnya, maka sektor perekonomian pun akan semakin tumbuh, terutama perekonomian masyarakat pesisir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun