Mohon tunggu...
Miguel Dharmadjie
Miguel Dharmadjie Mohon Tunggu... Penulis - Berbagi nilai-nilai kebajikan

Public speaker, Member of IPSA (Indonesian Professional Speakers Association), Dhammaduta, Penyuluh Informasi Publik (PIP) dan Penulis. Urun menulis 8 buku antologi dan kolaborasi : "Berdansa Dengan Kematian : Narasi Survival, Solidaritas dan Kebijakan di Pandemi Covid-19" (November 2020), "Di Balik Panggung Bicara (Kisah dan Kolaborasi Pembicara Publik)" (Mei 2021), "Selalu Tebar Kebaikan" (April 2022), "Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati" (Desember 2022), "Gerimis Cinta Merdeka" (Januari 2023), "Speakers' Notes" (Januari 2023), "Speakers' Notes: The Next Journey" (Oktober 2023), dan novel "Kapak Algojo dan Perawan Vestal" (Juni 2024).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semangat Toleransi dalam Bingkai Kemerdekaan

19 Agustus 2022   12:55 Diperbarui: 19 Agustus 2022   13:04 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ucapan Dirgahayu Republik Indonesia (sumber: KBBV Makassar)

Peringatan HUT Kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia terasa istimewa, karena bertepatan dengan pencanangan Tahun 2022 sebagai Tahun Toleransi. Hal ini sangat penting untuk meneguhkan kembali semangat toleransi dalam bingkai kemerdekaan. Karena Indonesia adalah negara yang sangat majemuk, baik suku bangsa, agama, ras, budaya, dan lain-lain. Keberagaman sesungguhnya merupakan karunia bagi bangsa ini. 

Sejatinya, toleransi bukanlah hal baru bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang dikenal religius. Karena telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sejak dahulu. Nenek moyang kita mewariskan nilai-nilai luhur bangsa berperadaban tinggi dan sarat makna filosofi kehidupan.

Keteladanan nilai-nilai toleransi leluhur bangsa terdapat dalam Kakawin Sutasoma yang ditulis Mpu Tantular, seorang pujangga buddhis. Kakawin yang berbunyi : Siwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa (Berbeda-beda namun tetap satu, tiada kebenaran yang mendua) ini bermakna membina kerukunan dan persatuan antar umat beragama. 

Dengan mengedepankan persatuan yang menghargai keberagaman, para pendiri bangsa menetapkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara. Ini menjadi warisan berharga bagi kita untuk terus bersemangat menjunjung tinggi toleransi, bertenggang rasa, serta mewujudkan kerukunan dan persatuan dalam keberagaman. 

Toleransi merupakan hal mendasar dalam menjaga kerukunan dan merawat kebinekaan Indonesia. Menjadi inspirasi untuk menjalin komunikasi serta berinteraksi dalam kehidupan bersesama, dan sumber kekuatan untuk bersatu padu mencapai cita-cita bersama.

Prinsip toleransi adalah semangat mengedepankan persamaan dan menghormati perbedaan. Prinsip toleransi memperlakukan orang lain sebagai saudara yang saling mendukung dalam merekatkan tali persaudaraan dan menjalin persaudaraan sejati. Dengan kata lain, memanusiakan orang lain sesuai harkat dan martabatnya sebagai sesama manusia. 

Secara universal, toleransi menjadi bagian dari esensi semua ajaran agama. Karena semua agama pada dasarnya mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang sama. Toleransi menjadi pengejawantahan nilai-nilai religius agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Toleransi menjadi pedoman umat beragama untuk dipraktikkan dalam kehidupan, demi terwujudnya kerukunan, persatuan, dan kehidupan yang aman, damai, dan bahagia.

Bagi umat Buddha, Ajaran Benar / Kebenaran Universal (Dhamma) menjadi esensi sumber nilai ajaran Buddha; agar memiliki pikiran, ucapan, dan perilaku yang terkendali; dalam menjalani kehidupan dan berinteraksi dengan masyarakat. Guru Agung Buddha mengajarkan untuk selalu mengembangkan pikiran, ucapan, dan perilaku yang dilandasi dengan penuh cinta kasih (metta) dan welas asih / kasih sayang (karuna) kepada sesama.

Toleransi dalam buddhis sangat luas dan mendalam. Kitab Suci Tipitaka mengandung nilai-nilai toleransi, yang tercermin dalam berbagai nasihat, tindakan dan sikap Buddha beserta para siswa-Nya yang mengembangkan toleransi dalam menjalin hubungan sosial.

Dengan mengedepankan cara moderasi dan kemampuan untuk menghargai pihak lain yang memiliki tradisi dan ajaran yang berbeda, nilai-nilai toleransi diajarkan Guru Agung Buddha kepada murid-murid-Nya melalui praktik langsung dalam kehidupan. 

Buddha mengajarkan apa yang telah dipraktikkan dan mempraktikkan apa yang telah diajarkan. Beliau menjadi teladan bagi umat Buddha untuk tekun mempelajari Dhamma, termasuk mempraktikkan nilai-nilai toleransi dalam setiap aspek kehidupan.

Manusia terdiri atas batin dan jasmani. Siapapun dia, tanpa melihat latar belakangnya; semuanya membutuhkan perlindungan, tidak ingin menderita, dan menginginkan kebahagiaan. Jadi sudah seharusnya kita tidak membeda-bedakan antara satu dengan lainnya. Karena menurut Dhamma, semua manusia bersaudara, pernah menjadi saudara dan memiliki pertalian karma. Sehingga sudah seharusnya bersama-sama saling mendukung satu sama lain dalam kebajikan.

Twibon Dirgahayu Indonesia (sumber: Ditjen Bimas Buddha, diolah pribadi)
Twibon Dirgahayu Indonesia (sumber: Ditjen Bimas Buddha, diolah pribadi)

Ajaran Buddha menekankan pentingnya peningkatan kualitas diri dan kapasitas diri melalui proses melihat ke dalam diri sendiri. Seseorang yang senantiasa sadar dan mampu melihat ke dalam diri sendiri akan memandang orang lain sama dan setara. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat melihat ke dalam diri sendiri, maka akan selalu melihat perbedaan yang ada. Seseorang yang mampu melakukan introspeksi diri akan memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya, hingga kelak akan memiliki peningkatan kualitas diri dan kapasitas diri.

Perbedaan dalam keberagaman adalah suatu kewajaran, dikarenakan hukum sebab akibat yang saling berkaitan. Adanya perbedaan fisik dan psikis setiap manusia sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas perbuatan manusia itu sendiri. Karenanya, nilai-nilai toleransi menjadi sangat penting dikembangkan dalam kehidupan.  

Dalam agama Buddha, ada dua aspek penting yang hendaknya dipraktikkan untuk mengembangkan nilai-nilai toleransi. Pertama, Kedewasaan berpikir, berucap dan berperilaku untuk menghindari perselisihan. Dasarnya, Dhamma pelindung dunia (Lokapala Dhamma), yaitu : perasaan malu untuk berbuat jahat (hiri) dan rasa takut akan akibat perbuatan jahat (ottappa).

Kedua, Mengembangkan empat sifat luhur (brahmavihara) untuk mengangkat derajat manusia dan mewujudkan kehidupan yang damai dan tenteram. Yaitu : cinta kasih atau kehendak baik yang mengharapkan kebahagiaan semua makhluk tanpa kecuali (metta), welas asih / kasih sayang kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan dan berusaha untuk membantu mereka agar terbebas dari penderitaan (karuna), rasa simpati / turut berbahagia atas keberhasilan orang lain (mudita), dan batin yang seimbang dalam segala keadaan (upekkha). 

Dalam mengembangkan nilai-nilai toleransi, Guru Agung Buddha berpesan : "Hiduplah dengan persatuan, saling berbahagia, bebas dari pertengkaran, bercampur seperti susu dan air, dan melihat satu sama lain dengan pandangan penuh kasih." 

Ajaran Buddha tentang persatuan terdapat dalam Kitab Suci Dhammapada syair 194  yang berbunyi : "Kelahiran Para Buddha merupakan sebab kebahagiaan. Pembabaran Ajaran Benar merupakan sebab kebahagiaan. Persatuan Sangha merupakan sebab kebahagiaan, Dan usaha perjuangan mereka yang telah bersatu merupakan sebab kebahagiaan."

Toleransi adalah akar dari perdamaian. Bertoleransi merupakan kebajikan bagi kita dalam menghargai kebinekaan dan mewujudkan kerukunan. Ketika seseorang dapat bertoleransi, ia telah menciptakan kehidupan yang jauh dari penderitaan dan menuju kepada kebahagiaan. 

Pentingnya menjaga perdamaian dipesankan Raja Ashoka (304-232 SM); seorang raja buddhis dari dinasti Maurya di India; agar hidup sesuai Dhamma dengan saling menghormati, saling mengasihi, dan penuh toleransi terhadap semua aliran dan paham agama yang ada.

Pesan Raja Ashoka yang diberi nama piyadassi (yang penuh perikemanusiaan) dipahat pada tugu batu cadas; dikenal sebagai Piagam Ashoka. Piagam Ashoka berbunyi: "Barangsiapa menghina agama orang lain, dengan maksud menjatuhkan agama orang lain, berarti ia telah menghancurkan agamanya sendiri. Kerukunan dan toleransi antar umat beragama patut dihargai. Hendaknya kita mau mendengar dan memahami ajaran yang benar dari agama lain." 

Piagam Ashoka; sebagai warisan sejarah tentang toleransi dan Hak Asasi Manusia; hendaknya menjadi pegangan dalam kehidupan bersesama untuk mencapai cita-cita bersama.

Mari kita tumbuhkan komitmen bersama untuk meneguhkan kembali semangat toleransi dalam bingkai kemerdekaan, demi menjaga persatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai.  

Dirgahayu Republik Indonesia! Dirgahayu Negeri Pancasila! Bagimu Jiwa Raga Kami!

Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat. Merdeka dalam Keberagaman, Toleran dalam Perbedaan. Merdeka!

Semoga semua makhluk berbahagia.

**

Salam Penuh Berkah,

Miguel Dharmadjie, S.T., CPS, CCDd

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun