Buddha mengajarkan apa yang telah dipraktikkan dan mempraktikkan apa yang telah diajarkan. Beliau menjadi teladan bagi umat Buddha untuk tekun mempelajari Dhamma, termasuk mempraktikkan nilai-nilai toleransi dalam setiap aspek kehidupan.
Manusia terdiri atas batin dan jasmani. Siapapun dia, tanpa melihat latar belakangnya; semuanya membutuhkan perlindungan, tidak ingin menderita, dan menginginkan kebahagiaan. Jadi sudah seharusnya kita tidak membeda-bedakan antara satu dengan lainnya. Karena menurut Dhamma, semua manusia bersaudara, pernah menjadi saudara dan memiliki pertalian karma. Sehingga sudah seharusnya bersama-sama saling mendukung satu sama lain dalam kebajikan.
Ajaran Buddha menekankan pentingnya peningkatan kualitas diri dan kapasitas diri melalui proses melihat ke dalam diri sendiri. Seseorang yang senantiasa sadar dan mampu melihat ke dalam diri sendiri akan memandang orang lain sama dan setara. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapat melihat ke dalam diri sendiri, maka akan selalu melihat perbedaan yang ada. Seseorang yang mampu melakukan introspeksi diri akan memiliki kemampuan untuk memperbaiki dirinya, hingga kelak akan memiliki peningkatan kualitas diri dan kapasitas diri.
Perbedaan dalam keberagaman adalah suatu kewajaran, dikarenakan hukum sebab akibat yang saling berkaitan. Adanya perbedaan fisik dan psikis setiap manusia sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas perbuatan manusia itu sendiri. Karenanya, nilai-nilai toleransi menjadi sangat penting dikembangkan dalam kehidupan. Â
Dalam agama Buddha, ada dua aspek penting yang hendaknya dipraktikkan untuk mengembangkan nilai-nilai toleransi. Pertama, Kedewasaan berpikir, berucap dan berperilaku untuk menghindari perselisihan. Dasarnya, Dhamma pelindung dunia (Lokapala Dhamma), yaitu : perasaan malu untuk berbuat jahat (hiri) dan rasa takut akan akibat perbuatan jahat (ottappa).
Kedua, Mengembangkan empat sifat luhur (brahmavihara) untuk mengangkat derajat manusia dan mewujudkan kehidupan yang damai dan tenteram. Yaitu : cinta kasih atau kehendak baik yang mengharapkan kebahagiaan semua makhluk tanpa kecuali (metta), welas asih / kasih sayang kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan dan berusaha untuk membantu mereka agar terbebas dari penderitaan (karuna), rasa simpati / turut berbahagia atas keberhasilan orang lain (mudita), dan batin yang seimbang dalam segala keadaan (upekkha).Â
Dalam mengembangkan nilai-nilai toleransi, Guru Agung Buddha berpesan : "Hiduplah dengan persatuan, saling berbahagia, bebas dari pertengkaran, bercampur seperti susu dan air, dan melihat satu sama lain dengan pandangan penuh kasih."Â
Ajaran Buddha tentang persatuan terdapat dalam Kitab Suci Dhammapada syair 194 Â yang berbunyi : "Kelahiran Para Buddha merupakan sebab kebahagiaan. Pembabaran Ajaran Benar merupakan sebab kebahagiaan. Persatuan Sangha merupakan sebab kebahagiaan, Dan usaha perjuangan mereka yang telah bersatu merupakan sebab kebahagiaan."
Toleransi adalah akar dari perdamaian. Bertoleransi merupakan kebajikan bagi kita dalam menghargai kebinekaan dan mewujudkan kerukunan. Ketika seseorang dapat bertoleransi, ia telah menciptakan kehidupan yang jauh dari penderitaan dan menuju kepada kebahagiaan.Â
Pentingnya menjaga perdamaian dipesankan Raja Ashoka (304-232 SM); seorang raja buddhis dari dinasti Maurya di India; agar hidup sesuai Dhamma dengan saling menghormati, saling mengasihi, dan penuh toleransi terhadap semua aliran dan paham agama yang ada.