Mohon tunggu...
Migita Diliana Agustina Tout
Migita Diliana Agustina Tout Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Ilmu Ekonomi

Jika tak mampu ucapkan, maka tulislah.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Digitalisasi Sistem Pembayaran, Pilihan Tepat Era Pandemi Covid-19

21 November 2020   22:50 Diperbarui: 21 November 2020   23:15 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

             Sudah menjadi hal umum diketahui bahwa Pandemi Covid-19 menyerang segala sektor, mulai dari sektor kesehatan, kemanusiaan, sektor pendidikan, sektor pariwisata hingga yang utama adalah sektor perekonomian. Langkah utama yang di ambil pemerintah adalah menutup arus keluar masuk negara atau lebih dikenal dengan istilah lockdown¸ kemudian menghimbau masyarakat Indonesia untuk mulai study from home dan work from home, selain tutupnya sekolah, universitas dan kantor, pemerintah juga melarang untuk tempat publik beroperasi, seperti mall, hingga upaya melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yakni karantina masyarakat Indonesia dengan adanya pembatasan segala kegiatan masyarakatnya dalam satu wilayah yang terduga terkontaminasi Covid-19, atau istilahnya berada dalam wilayah red zone. Kebijakan yang dibuat sedemikian rupa diharapkan dapat mengurangi cluster penyebaran Covid-19 di Indonesia agar Indonesia lekas pulih dari Pandemi Covid-19.

              Dampak dari kebijakan ini adalah masyarakat yang harus beradaptasi dengan kemajuan IPTEK dari berbagai hal, mulai dari penggunaan fitur aplikasi online untuk meeting virtual yang digunakan baik oleh siswa dan mahasiswa yang belajar di rumah, bahkan rapat yang dilakukan pemerintah untuk saling koordinasi juga menggunakan fitur virtual seperti Zoom, Google Meet dan masih banyak lagi. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa perlu adanya adaptasi penggunaan teknologi, rupanya hal ini juga berlaku terhadap penggunaan digitalisasi sistem pembayaran, yakni pembayaran non-tunai yang terbukti sangat efisien dalam meminimalkan kontak langsung antar manusia saat melakukan transaksi guna memutus rantai penyebaran Covid-19, karena World Health Organization (WHO) juga memberi peringatan bahwa uang kertas kemungkinan dapat menjadi perantara penularan Covid-19. Bahkan pada pertemuan yang dilakukan oleh G20 yang dilaksanakan di Arab Saudi juga menyinggung pesatnya perkembangan teknologi diharapkan dapat mengubah tatanan perekonomian global menuju ekonomi serta keuangan digital.

             Pemegang peran penting sistem pembayaran adalah Bank Indonesia yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga stabilisasi sistem pembayaran dengan mendorong sistem digitalisasi untuk mendongkrak produktivitas. Begitu pula amanat yang terkandung dalam UU RI No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 mengenai tugas BI dibidang sistem pembayaran mencakup sistem pembayaran tunai maupun non-tunai. Dalam pembayaran tunai sendiri, BI berkewajiban mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah dalam bentuk pecahan, sementara dari sisi pembayaran non-tunai, BI memiliki tanggung jawab untuk memastikan penggunaan non-tunai yang digunakan masyarakat berjalan secara aman dan efisien. Terutama dalam era Pandemi Covid-19, BI banyak berharap perkembangan pembayaran non-tunai dapat mengurangi penggunaan uang tunai demi keefektifan serta mengurangi interaksi langsung saat melakukan transaksi. Juga disebutkan dalam Visi BI yakni “Menjadi Bank Sentral Digital Terdepan yang Berkontribusi Nyata Terhadap Perekonomian Nasional dan Terbaik di antara Negara Emerging Markets untuk Indonesia Maju”, selain itu salah satu Misi BI, yakni “Mengembangkan Ekonomi dan Keuangan Digital”.

              BI juga mendorong masyarakat agar lebih sering menggunakan pembayaran non-tunai melalui alternatif instrumen pembayaran elektronik yang berbagai macam jenisnya dan mudah penggunaannya seperti Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), mobile banking, internet banking, dan lainnya. Untuk sistem menggunakan APMK sendiri, masyarakat dapat menggunakan kartu ATM, kartu Debet dan juga kartu Kredit, namun penggunaannya masih mengharuskan masyarakat untuk melakukan transaksi dengan menggunakan mesin ATM yang juga digunakan oleh banyak orang. Sedangkan melalui uang elektronik, masyarakat dapat menggunakan Chip Based, Server Based, dan Limit Saldo, penggunaan uang elektronik ini dirasa lebih efektif dan efisien karena tersimpan dalam server yang ada dalam perangkat pribadi seperti smarthphone, sehingga sangat efisien dan sangat minim kontak langsung antar manusia.

            Berkembangnya digitalisasi di era pandemi memunculkan berbagai inovasi teknologi dan mendukung penggunaan pembayaran non-tunai seperti uang elektronik yang saat ini sudah banyak menggunakan sistem QR Code, contohnya saja seperti pembayaran OVO dan GoPay. Kemudian, pada tanggal 17 Agustus 2019 bertepatan dengan HUT RI ke-74, BI meluncurkan Kebijakan Sistem Pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan resmi diimplementasikan sejak 1 Januari 2020 di seluruh Indonesia, dengan resminya pemberlakuan QRIS, maka semua aplikasi pembayaran baik pembayaran domestik dan asing yang ada di Indonesia wajib memenuhi standarisasi QR Code yang telah ditetapkan BI. Penggunaan QRIS di era pandemi ini sangat berguna untuk perdagangan ritel seperti e-commerce, pasar, supermarket kecil maupun besar, dan sejenisnya, kemudian juga banyak digunakan pada sosial keagamaan yang bermanfaat mulai dari untuk donasi, sumbangan, zakat hingga sadaqah, kemudian yang terakhir untuk kesehatan seperti pembayaran transaksi di rumah sakit dan laboratorium. Implementasi kebijakan QRIS ini dibarengi dengan Kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang merupakan sistem yang terdiri dari standar, switching dan services yang bertujuan untuk  mengintegrasikan berbagai instrument serta kanal pembayaran. Dari segi kanal pembayaran, sebelum adanya kebijakan GPN, tidak semua kartu dapat diproses di seluruh EDC, namun setelah ada kebijakan GPN maka EDC dapat memproses seluruh kartu debet, dan hal ini jelas lebih efisien.

            Jadi, sebenarnya BI sudah memudahkan masyarakat dengan adanya implementasi QRIS ini, karena dapat digunakan untuk seluruh pembayaran dan terjamin kemudahan serta keamanannya, di samping itu penerapan digitalisasi ini sangat efisien karena BI secara langsung membantu pemerintah dalam penanganan Pandemi Covid-19 dengan memutus rantai penyebaran Covid-19 di Indonesia karena minimnya interaksi langsung antar sesama masyarakat saat melakukan transaksi pembayaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun