Mohon tunggu...
Alfa Mightyn
Alfa Mightyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047

Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047 | Magister Akuntansi | Manajemen Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskusi Jurnal: Sequence of Audit, Tax Compliance, and Taxpayer Strategies

31 Maret 2023   12:56 Diperbarui: 31 Maret 2023   12:59 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tax Compliance (dokpri)

"The hardest thing in the world to understand is the income tax" -- Albert Einstein

Bayangkan saja, quote ini sudah ada sejak zaman Einstein. Dan hal ini masih relevan sampai saat ini. Setidaknya ini yang diungkapkan para Wajib Pajak .

Mungkin ini salah satu penyebab tingginya tax avoidance bahkan tax evasion. Padahal seperti yang kita ketahui, pajak adalah sumber pembiayaan utama negara. Bila tidak ada perhatian pada perilaku penghindaran pajak ini, maka cita-cita Indonesia untuk meningkatkan tax ratio akan lebih sulit dicapai.

Adanya fenomena penghindaran pajak ini memunculkan banyak penelitian mengenai tax compliance atau bahkan tax non-compliance. Berbicara mengenai kepatuhan pajak, perilaku Wajib Pajak itu sama pentingnya dan sama pengaruhnya dengan peraturan atau kebijakan pajak yang ada. Maka, banyak saat ini behavioral tax research yang melihat bahwa dorongan untuk patuh atau menghindar dari pajak bisa muncul dari individu Wajib Pajak sendiri, dan hal ini bisa dipelajari.

Kastlunger, Kirchler, Mittone, dan Pitters dalam jurnalnya berjudul Sequences of Audits, Tax Compliance, and Taxpaying Strategies melakukan penelitian eksperimental untuk melihat efektifitas pola urutan pemeriksaan pajak pada kepatuhan pajak. Eksperimen laboratorium ini dilakukan kepada 120 (studi 1) dan 60 (studi 2) mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Trento, Italia.

Eksperimen ini dibagi menjadi dua studi. Studi pertama bertujuan untuk melihat reaksi langsung Wajib Pajak terhadap pemeriksaan pajak dan melihat apakah terdapat penurunan kepatuhan pajak yang signifikan setelah dilakukan pemeriksaan baik akrena salah persepsi atau karena pemulihan setelah terkena denda pajak. Studi kedua meneliti pengaruh kapan saat yang tepat dilakukannya pemeriksaan pajak.

Peneliti menggunakan bomb crater effect dan echo effect untuk menyusun kerangka berfikirnya. Meminjam istilah bomb-crater effect, sesaat setelah Wajib Pajak diperisa, mereka akan merasa aman karena tidak mungkin diperiksa lagi dalam waktu dekat. Sehingga Wajib Pajak dimungkinkan untuk menurunkan tingkat kepatuhan pajaknya.

Sementara echo effect memberikan pemahaman bahwa setelah Wajib Pajak diperiksa secara berulang kali, akan ada rasa selalu diawasi, sehingga mereka cenderung untuk patuh. Sedangkan wajib pajak yang tidak perna diperiksa atau tidak diperiksa dalam jangka waktu yang lama akan kehilangan rasa diawasi tersebut sehingga memicu kembali penurunan tingkat kepatuhan.

Studi eksperimen ini memberikan hasil bahwa efektivitas pameriksaan dan sanksi pajak yang selama ini menjadi determinan utama dalam mencegah tax evasion tidak sepenuhnya terkonfirmasi. Dari pengujian bomb crater effect, pemeriksaan pajak memicu Wajib Pajak untuk menghindar, bukannya meningkatkan kepatuhan. Adanya keinginan untuk memulihkan kondisi setelah terkena denda menjadi salah satu pemicu Wjaib Pajak untuk menurunkan kepatuhan berikutnya.

Pada initnya, penelitian eksperimental ini memberikan hasil bahwa pengelakan pajak tidak dipengaruhi oleh pola waktu pemeriksaan pajak. Namun pola waktu pemeriksaan pajak yang teratur lebih berpengaruh pada peningkatan kepatuhan pajak daripada pola acak.

Di akhir jurnal Kastlunger memberikan saran bahwa pemberian reward sebagai kontra atas sistem sanksi yang ada saat ini mungkin dapat meningkatkan kepatuhan pajak.

Penelitian ini bersifat eksperimental dimana pemilihan subjek penelitian sangatlah penting. Penelitian eksperimen membutuhkan partisipan yang homogen. Hal ini mungkin yang menyebabkan penelitii mengambil mahasiswa Fakultas Ekonomi di satu universitas sebagai partisipan. Padahal agar hasilnya dapat diterpakan, partisipan haruslah orang yang benar-benar bisa mewakili populasi. Partisipan yang terlibat adalah mahasiswa yang mana bisa saja belum pernah menjalankan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Sehingga eksperimen ini lebih terkesan sebagai behavioral reseach pada umumnya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun