Mohon tunggu...
Miftakhul Shodikin
Miftakhul Shodikin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Kenapa kamu hidup ?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sanggar Pasir Space Art dalam Rangka Peringatan Hari Teater Dunia

1 April 2021   03:21 Diperbarui: 1 April 2021   11:42 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sanggar Pasir Space Art Dalam Rangka Peringatan Hari Teater Dunia - Peringatan Hari Teater Dunia awal pertama digagas oleh Institut Teater Internasional atau International Theatre Institute (ITI) untuk memperkenalkan nilai-nilai kesenian dalam seni teater dan dirayakan pertama kali pada 27 Maret 1962 bersamaan dengan pembukaan musim "Teater Bangsa" di Paris.

Sejak saat itu perayaan untuk memperingati Hari Teater Dunia diselenggarakan dengan berbagai metode dan pada tanggal 31 Maret 2021 Sanggar Pasir membuka Ruang Seni atau Space Art dalam rangka memperingati Hari Teater Dunia pada 31 Maret 2001 di Dusun Mulyosari, Desa Banyuurip, Kabupaten Gresik. Adapun tujuan dari kegiatan tersebut ialah salah satunya untuk membangun dan menghidupkan kembali kesenian dan budaya di Pesisir Utara Jawa tepatnya di Gresik dan Lamongan. Pada dasarnya Sanggar Pasir merupakan wadah kesenian bagi para seniman-seniman di Gresik dan Lamongan yang notabene merupakan wilayah pesisir pantai. Kelakar-kelakar masyarakat pesisir pantai menjadi salah satu pelecut yang menggugah seniman-seniman untuk berkreasi dan berinovasi membangun kesenian dan budaya. 

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Sanggar Pasir malam itu dihadiri oleh Aksara Pesisir, Teater Tawon, Teater AkeQ, Teater Cincin, Teater GEO, Teater Havara, Teater Ilat, Teater Drinding, Gobok kasih, Rumah Budaya Pantura, Teater Gerobak Dorong dan lain-lain komunitas kesenian dan pegiat kesenian di sekitar pesisir Utara Jawa

Keseluruhan kegiatan berjalan dengan baik dan lancar, Kegiatan di buka tepat pukul 20:00 WIB dengan Performance art dari Sanggar Pasir, menampilkan sebuah pertunjukan teater Kontemporer dengan judul naskah "Kola-Kola & Siluman El" yang di sutradarai oleh Zainuddin seorang pegiat kesenian di wilayah Pesisir Utara. 

Kata Zainuddin, pada dasarnya Ia ingin memperkenalkan pertunjukan-pertunjukan teater Kontemporer dengan gaya surealisnya yang kebanyakan belum sering digunakan dan dikenal di tengah masyarakat sekitar. kebanyakan dari sini yang dikenal ialah teater-teater realis atau tradisi. Makanya Zainuddin ingin memperkenalkan suatu pertunjukan baru di sini, tegas beliau. 

Dan memang, naskah "Kola-Kola & Siluman El" lebih banyak menampilkan simbol-simbol dengan sedikit dialog aktor. Hal ini menunjukkan karakter surealis dalam pertunjukannya yang cukup kuat. Permainan payung yang menyimbolkan ruang dimensi emosional Kola-Kola dengan Siluman El dan beberapa olahan tubuh dari aktor cukup membuat penonton berdegup kencang.

Setelah pertunjukan Opening selesai kemudian acara dilanjut dengan pembukaan secara resmi oleh MC lalu semua pengunjung dengan khidmat menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai rasa nasionalisme dan rasa bakti kepada Bangsa dan Negara. Kemudian acara dilanjut dengan sambutan oleh ketua pelaksana yakni Rafi. 

Ketua pelaksana menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman semua yang menyempatkan waktunya datang jauh-jauh demi sebuah pertunjukan kesenian dan solidaritas seorang seniman.

Pertunjukan kemudian dilanjut dengan pementasan monolog "Tentang-Mu" yang dimainkan oleh Pandu Setiawan. "Tentang-Mu" menceritakan seseorang yang cintanya tak direstui, karena Harta. Pesan yang ingin disampaikan oleh Mas Pandu bahwa walaupun cinta kita terhalang oleh harta tetapi kita juga harus mampu membuktikan karena cinta sejati tak pernah berkhianat. Mas Pandu juga menambahkan bahwa dalam pertunjukannya ia ingin memberikan suntikan motivasi bahwa jika sudah cinta maka berusahalah. Buktikan cinta itu dan tunjukan bahwa kamu mencintainya.

Penonton sangat menikmati pertunjukan yang dibawakan oleh Mas Pandu, Lalu lanjut pertunjukan selanjutnya diisi oleh Teater Cincin dengan support beberapa puisi yang dibawakannya. Disela-sela acara juga ada sumbangsih puisi dari Aksara Pesisir dan juga penampilan musik dari Teater AkeQ.

Pertunjukan puncak pun tiba ketika Deni Jazuli atau Mas Deni sapaan akrabnya menampilkan sebuah naskah yang berjudul "Suwung". Mas Deni merupakan mantan Lurah atau ketua umum Sanggar Pasir yang sekarang ini aktif di Teater Gerobak Dorong. 

Penampilannya kali ini Mas Deni mencoba menceritakan seseorang yang bernama Suwung yang menggugat takdir. Suwung hidup dipasung karena dianggap gila. Padahal, kata Mas Deni sang aktor sekaligus sutradara. Suwung itu dianggap gila hanya karena memiliki prespektif yang berbeda tentang kehidupan. Di dalam pertunjukannya Suwung adalah anak jalang hasil persetubuhan haram. Ia ditelantarkan oleh ibu bapaknya, walaupun begitu Suwung tetap Bekerja keras namun naas hidupnya tidak pernah ada perubahan dan dalam dimensi ke-frustasian hidupnya itu Suwung juga ditolak cintanya oleh seorang yang benar-benar ia damba. Suwung semakin frustrasi kemudian ia menyantet wanita yang ia cintai itu dan pada akhirnya oleh masyarakat kaki Suwung di pasung. Suwung dianggap gila. Ia tak bisa pergi kemana-mana dan dalam sisa-sisa hidupnya hanya ada sepi dan nyanyian seruling menjadi satu-satu teman karibnya.

Walaupun di tengah pertunjukan "Suwung" terdapat hujan yang cukup deras namun penonton tetap khidmat menyaksikan pertunjukan dari Mas Deni. Dan ketika pertunjukan dari Mas Deni selesai menandakan selesainya juga Acara dalam rangka memperingati Hari Teater Dunia yang dilaksanakan oleh Sanggar Pasir pada malam itu. Kemudian kegiatan ditutup Doa oleh Mas.Lutfi dan prosesi selanjutnya penyerahan cinderamata dari Sanggar Pasir ke pihak-pihak yang telah men-support kegiatan dan kegiatan dilanjutkan dengan Sarasehan di pendopo Sanggar Pasir.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Sarasehan dipimpin oleh Mas.Lutfi, Sarasehan pada malam itu cukup menarik berbagai ide dan pertanyaan-pertanyaan serta kegelisahan dari berbagai seniman dan komunitas seniman di diskusikan pada malam itu.

Mas Egik dari Teater Cepak berbicara sedikit mengenai Apa Makna Hari Teater Dunia. Apakah hanya sebuah rutinitas yang yah, begitu-begitu saja ataukah ada sesuatu yang harus disuarakan ketika momentum itu datang. Mas Egik melanjutkan dengan membaca satu pesan Hari Teater Dunia dari PBB. 

Beberapa keresahan seniman-seniman terkait juga dengan era digitalisasi saat ini dan juga desakan kondisi pandemi. Di masa pandemi ini banyak sekali komunitas teater yang menyelenggarakan pentas online. 

Mas Lutfi menambahkan bahwa memang benar kita juga harus belajar tentang media dan Pandemi tidak menghalangi kreativitas kita sebagai seorang pegiat seni.

Mengenai perubahan-perubahan motode berkesenian ketika Pandemi, Saat ini walaupun dalam situasi pandemi memang benar dalam ranah kreatifitas tidak akan pernah bisa menghalangi karena pada dasarnya teater itu bukan panggung atau gedung tetapi orang-orangnya. Tegas Mas Egik. Ia menambahkan juga bahwa hidup itu tidak hanya harus dijalani tetapi hidup itu juga harus dihidupi. Kedepan itu ingin apa, Mau jadi apa kita harus memiliki Peta dan Kompas, Peta itu gambaran semesta ilmu. Tetapi jangan banyak peta jika tidak ada kompas. Kita juga harus tau arah, makanya juga perlu kompas, tau petunjuk arah.

Suasana Sarasehan/Dokpri
Suasana Sarasehan/Dokpri

Mengenai Hal ini juga ditanggapi beberapa seniman di sana, salah satunya Mas Pandu yang mempunyai gaya berteater independen nya. Ia mengatakan bahwa Intisari ketersumbatan kesenian salah satunya ialah keegoisan. 

Pak. Ali topan juga mengatakan di dalam diskusi malam itu mengenai pentingnya Pengangkatan konflik dan permasalahan lokal. Seperti bukit kapur yang ada di sini yang mungkin 5 tahun kedepan sudah rata dengan tanah. Pengangkatan konflik ini juga sangat baik untuk penyadaran-penyadatan masyarakat tentang permasalahan sekitar.

Di tengah keseruan diskusi malam itu harus dengan terpaksa dihentikan karena mengingat waktu yang sudah cukup larut, sarasehan di tutup kemudian kegiatan selanjutnya makan bersama. Semuanya berjalan dengan lancar dan khidmat.

Dalam kesempatan ini kami ucapkan Terimakasih untuk Sanggar Pasir telah membuka sebuah wadah untuk kita semua bertemu dan meluapkan kerinduan. Pun juga terimakasih kepada teman-teman yang sudah menyempatkan hadir. Dalam tulisan ini kami juga mohon maaf apabila ada salah kata dan yang jelas tulisan ini tidak bisa menggambarkan secara rinci keseruan dan keasyikan pada malam tersebut, terimakasih. SALAM SENI DAN BUDAYA !

"Semoga komunitas kesenian di pesisir utara bisa menjadi lingkaran kemesraan dan lingkaran pencerahan" - Pak. Ali topan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun