Istilah hubungan antar manusia (human relation) seringkali digunakan dalam berbagai bidang tertentu, salah satunya ialah dalam bidang ilmu psikologi dan konseling. Dalam ilmu psikologi hubungan antar manusia merupakan salah satu topik yang sangat berkaitan erat untuk dibahas setiap waktu. Sehinga dengan demikian pasti sedikit banyak orang yang sudah tidak asing lagi dengan istilah tersebut, khususnya bagi mahasiswa psikologi dan umumnya bagi siapapun yang mempelajarinya. Dalam Dikarenakan sangat penting untuk dipelajari lebih dalam, maka pembahasan mengenai hubungan antar manusia pun dicantumkan dan diatur dalam kode etik psikologi Indonesia yang diterbitkan oleh Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) pada tahun 2010.
Hubungan antar manusia merupakan komunikasi antar pribadi yang manusiawi, dimana dalam hal ini berarti bahwa komunikasi tersebut sudah memasuki tahap psikologis yang saling memahamkan antar kedua belah pihak maupun seluruh pihak yang terkait. Selain saling memahamkan, tahap komunikasi yang dilakukan juga hendaknya sudah bisa saling memahami pikiran, perasaan, dan melakukan tindakan bersama. Sama hal nya jika kita hendak menciptakan suatu komunikasi yang penuh dengan keakraban yang diawali oleh pertukaran informasi terkait identitas serta masalah pribadi yang bersifat sosial (Alo, 1997). Dalam proses konseling maupun psikoterapi seorang psikolog pasti sangat membutuhkan kerja sama yang baik dengan kliennya, maka dari itu sangat penting untuk bisa membangun hubungan yang baik antar keduanya.
Lalu apa saja poin-poin yang dapat dijadikan acuan agar hubungan baik antar manusia tersebut dapat terlaksana? Berdasarkan aturan atau pedoman yang dicantumkan dalam kode etik psikologi yang diterbitkan oleh Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) tahun 2010, pada bab IV terdapat beberapa pasal yang harus ditaati oleh psikolog maupun ilmuwan psikologi supaya dapat membangun hubungan yang baik antar manusia, diantaranya:
Pasal 13; Sikap profesional, dimana dalam hal ini seorang psikolog maupun ilmuwan psikologi hendaknya memberikan layanan psikologi harus sesuai dengan keahlian dan kewenangan, serta kewajibannya.
Pasal 14; Pelecehan, dalam pasal ini seorang psikolog maupun ilmuwan psikologi hendaknya tidak melakukan pelecehan baik pelecehan secara verbal maupun pelecehan seksual.
Pasal 15; penghindaran dampak buruk, seorang psikolog maupun ilmuwan psikologi hendaknya mengambil langkah-langkah untuk menghindari munculnya dampak buruk yang dapat terjadi, serta memberikan informasi kepada klien atau pihak-pihak terkait akan adanya kemungkinan-kemungkinan dampak buruk tersebut.
Pasal 16; hubungan majemuk, dalam hal ini psikolog maupun ilmuwan psikologi dalam memberikan pelayanan psikologi hendaknya menghindari adanya hubungan majemuk. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya hubungan majemuk dapat merusak profesionalitas dalam melakukan pelayanan.
Pasal 17; konflik kepentingan, hal ini disebabkan dengan adanya konfilk kepentingan baik pribadi, profesional, ilmiah, keuangan, dan lainnya diperkirakan dapat merusak objektivitas, kompetensi, maupun efektifitas dalam melakukan pelayanan psikologi.
Pasal 18; eksploitasi, seorang psikolog maupun ilmuwan psikologi hendaknya menghindari melakukan hal-hal yang dianggap mengandung unsur eksploitasi supaya tetap terjalin hubungan yang baik dengan klien atau pihak yang bersangkutan.
Pasal 19; hubungan profesional, seorang psikolog maupun ilmuwan psikologi hendaknya menjaga hubungan profesional antar profesi maupun dengan profesi lain.
Pasal 20; informed consent, dalam hal ini informed consent  sangat diperlukan karena hal tersebut menyangkut pernyataan persetujuan dari orang yang akan menjalani proses konseling maupun psikoterapi.