Mohon tunggu...
Inovasi

Belajar Ideal dari Sang Pohon

16 Januari 2017   10:57 Diperbarui: 16 Januari 2017   11:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu hal yang menjadi kesan pertama saya ketika datang ke kota malang adalah banyaknya pohon rindang disekitar jalan raya juga di berbagai wilayah pedestrian serta taman. Pohon selalu mengajarkan akan idealitas manusia yang harusnya memberikan pelayanan yang ikhlas tanpa pamrih dengan menyerap karbondioksida menjadi oksigen.

Pohon(Ridhahani, 2013) yang sehat selalu siap menjadi tanggul yang kokoh di pinggiran sungai, penyerap sekaligus penyalur air bagi manusia, penyejuk sekaligus penyedia oksigen berlimpah bagi tiap orang yang ada disekitarnya, penyedia makanan berupa buah bagi mahluk hidup, bahkan ketika ia ditebang kayunya masih menjadi bahan utama manusia dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal dan kebutuhan mereka. hmmmm.. kok jadi lebay ngomongin pohon hehehe..

Nah,, dalam qur’an Allah telah menyebut kata ‘Syajarah’ yang artinya pohon sebanyak 19 kali dalam 18 ayat yang berbeda. Lalu kenapa harus pohon ya? Yang terlintas di benak saya adalah penyebutan pohon pada surat Ibrahim yang mengumpamakan “kalimat/ucapan baik” adalah seperti pohon yang baik dimana akarnya menancap kebumi sedangkan cabang dan rantingnya menjulang ke langit.

Ini mungkin yang dimaksud dengan istilah membumikan ilmu (atau versinya pak Quraisy adalah membumikan al-Quran), ilmu harus berangkat dari realitas / dunia nyata lalu diangkat menjadi bangunan teori keilmuan yang digunakan pada ranah akademik lalu ditebar lagi ke bawah setelah melalui proses yang panjang dalam wujud buah ilmu, satu tujuannya dari semua proses ini adalah kemanfaatan ilmu itu sendiri.

Bahkan ulama besar seperti imam syafii konon juga melakukan hal yang sama dalam melahirkan berbagai pendapat serta ijtihad fiqihnya(Asmawi, 2012). Beliau berproses dengan bertanya kepada banyak orang  terkait hal ihwal dunia realitas, setelah terkumpul data yang berlimpah barulah kemudian di carikan dalil dengan proses istinbath(Hidayati, 2012) hukum, hasil dari proses ini baru disebut pendapat dan di fatwakan kepada para jamaah atau pengikutnya.

Indah sekali rasanya ketika para guru, ustadz, dosen dan para pengajar sesuai kapasitasnya kembali mengajarkan kepada anak didiknya tentang dunia nyata. Tidak hanya berkutat pada buku namun perlu hadir ke dunia nyata untuk melihat aplikasinya dengan logika dan daya serap masing-masing peserta didik. Cara sederhananya gini, ketika anak belajar tentang tanaman hadirkan ia dengan tanaman tersebut, ketika anak belajar tentang bahasa biarkan mereka kaya dengan bahasa mereka dan tunjukan yang seharusnya. lalu apakah semua ilmu bisa di ‘bumikan’? jawabanya bisa, lalu bagaimana caranya? Ini yang bukan kapasitas saya untuk menjawabnya.

Yuk kita berlomba membumikan sedikit pengetahuan kita agar anak kita tidak hidup di dunia idea tau maya dan tidak kaget dengan dunia nyata.

Sumber baca:

Asmawi. (2012). No Title, 1–18.

Hidayati, R. (2012). BINGKAI REFORMASI HUKUM ISLAM AL-RISALAH AL-RISALAH, 12(1), 203–220.

Ridhahani. (2013). Transformasi nilai-nilai karakter / akhlak. Yogyakarta: LKiS.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun