Mohon tunggu...
Humaniora

Tafsir Ilmiy terhadap Al-Qur’ān (Sebuah Jalan Terjal Menuju Keilmiahan Al-Qur’ān )

25 November 2015   07:16 Diperbarui: 25 November 2015   08:11 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya yang paling mendasar dan tepat dijadikan alasan sebagai pendukung tafsir jenis ini adalah justeru pendapat yang pertama dan kedua, akan tetapi bukan dalam pengertian metode-metode yang lain tidak dibutuhkan. Sebagaimana kita menggunakan alasan-alasan rasional dan naqliyyah dalam tafsir demikian pula dapat dimungkinkan memanfaatkan alasan-alasan ilmiah. 

  • Kontra:
  • al-Qur’ān tidak diturunkan untuk menjelaskan masalah-masalah sains, melainkan secara khusus untuk hukum dan masalah-masalah ibadah. Ayat-ayat mengenai hal ini sangat jelas. Sebagai contoh: “Nazzalnâ alaika al-kitâba tibyâna likulli syai’”. “Mâ farrathnâ fi al-kitâb min syai”. Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah masalah-masalah ibadah, dan pengertian al-kitâb dalam ayat kedua adalah Lauh Mahfudz.
  • Adanya semua ilmu dalam al-Qur’ān merupakan masalah yang penting. Semestinya kalau memang demikian, para sahabat dan tabi’in tentunya menyinggung hal tersebut. Oleh karena mereka tidak mengklaim demikian, jelas klain di atas keliru.
  • Ilmu-ilmu empiris tidak pasti, dan teori-teori itu tidak tetap. Tidaklah benar menafsirkan al-Qur’ān dengan ilmu-ilmu tersebut, sebab ilmu-ilmu itu terus-menerus berubah. Hal ini menyebabkan munculnya keraguan manusia terhadap al-Qur’ān
  • Tafsir Ilmiah dalam banyak hal hanya mengarah pada tafsir rasional yang dilarang berdasarkan banyak riwayat. Hal itu karena:
  • Tidak adanya spesialisasi yang memadai bagi orang-orang yang melakukan penafsiran al-Qur’ān, dan tidak adanya syarat yang harus dipenuhi oleh mufassir.
  • Beberapa orang, dan dengan memanfaatkan ayat-ayat al-Qur’ān, berusaha memasarkan teori-teori mereka sendiri, yang barangkali bersifat ateistik. Ini dianggap sebagai salah satu kriteria tafsir rasional (ra’yi).
  • Tidak ada aturan khusus untuk tafsir ilmiah sebab tafsir ini merupakan masalah rasa. Artinya setiap orang dapat menafsirkan al-Qur’ān menurut cita rasanya
  • Menggunaan tafsir ilmiah dan menyebutkan berbagai masalah sains melalui tafsir ini menyebabkan tujuan asli dari al-Qur’ān menjadi hilang, yaitu tujuan untuk menyucikan dan memberi hidayah, seperti yang terjadi pada tafsir “al-Thatnthawi”
  • Al-Qur’ān adalah buku petunjuk, cahaya dan penjelasan. Menggunakan tafsir ilmiah berarti menggunakan sesuatu yang lain untuk memahami al-Qur’ān

 

 

Ulasan:

Tanggapan terhadap argumen-argumen diatas dapat di rumuskan sebagaimana berikut: Pertama, memang benar bahwa tujuan al-Qur’ān bukan untuk menjelaskan sains dan menyebutkan rumus-rumus fisika, kimia dan semacamnya. Akan tetapi disebutkannya sinyal-sinyal ilmiah merupakan tujuan edukatif berjangka panjang dari al-Qur’ān. Kedua, apabila al-Qur’ān muncul untuk menjelaskan masalah-masalah akhirat semata, lantas apa fungsi disebutkannya contoh-contoh masalah ilmiah? Apakah itu tidak dianggap sebagai bagian dari al-Qur’ān? Apakah hal itu tidak diperlu ditafsirkan atau tidak?

Argumen ketiga, keempat dan kelima secara parsial dapat dibenarkan, apabila seorang individu menafsirkan dengan tidak adanya aturan yang tidak pasti atau terperangkap dalam penafsiran rasional (ra’yi) dengan tujuan jahat. Akan tetapi masalah ini berpulang pada mufassir sendiri, bukan pada metode. Permasalah seperti ini bisa saja terjadi pula pada metode “tafsir riwayah” dan “menafsirkan al-Qur’ān dengan al-Qur’ān”. Jika lahiriyah ayat sejalan dengan tuntutan ilmiah yang pasti, maka tidaklah mungkin menganggap hal itu hanya sebagai tafsir rasional semata, justru itu akan memberikan andil dalam menjelaskan dan memahami ayat secara lebih baik.

 

  1. Para tokoh tafsir ilmiy

Dikalangan para mufasir yang menerima dan pro terhadap jenis tafsir ini telah banyak menulis baik berupa kitab tafsir maupun dalam tulisan-tulisan ilmiyah mereka, diantara para mufasir yang menerima jenis tafsir ini adalah sebagai berikut:

  • Abu Hamid al-Ghazali (505 H) ia meyakini adanya banyak ilmu dalam al-Qur’ān seperti yang ia sebutkan dalam buku “Ihyâ’ Ulûm al-Dîn”.
  • al-Ra’îs Ibn Sina (270 – 428 H), seorang dokter dan filosof Iran
  • al-Fakhr al-Râziy (m. 606 H). Ia mengaplikasikan masalah-masalah ilmiah terhadap al-Qur’ān. Mengenai bumi itu diam
  • Ibn Abu al-Fadl al-Mursiy (570 – 655 H). ia berkeyakinan bahwa al-Qur’ān memuat ilmu-ilmu generasi awal dan belakang.
  • Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi (m. 765 H), pengarang buku “al-Burhan fi Ulûm al-Qur’ân”. Ia berpendapat bahwa dimungkinkan menghasilkan semua ilmu dari al-Qur’ān.
  • Jalâl al-Dîn al-Suyuthi (m. 911), pengarang buku al-Itqân fi Ulûm al-Qur’ān. Dia meyakini juga bahwa al-Qur’ān memuat seluruh sains.
  • al-Majlisiy (m. 1111 H), pengarang buku “Bihâr al-Anwâr”. Ia berbicara sepintas tentang tafsir dalam beberapa juz dari buku tersebut.
  • al-Mulla Sadr al-Syayrâziy (m. 1050 H), seorang filosof terkenal. Ia menegaskan adanya kemungkinan jenis tafsir tersebut
  • Abd al-Rahman al-Kawâkibiy (m. 1320 H) menerapkan al-Qur’ān terhadap ilmu-ilmu empiris dalam banyak tempat dari buku “Thabâ’i’ al-istibdâd wa mashâri’ al-isti’bâd”.
  • al-Sayyid Ahmad Khân al-Hindiy (1817 – 1898 M) dan al-Sayyid Amir Ali (1265 – 1367 H). Keduanya adalah ulama dari India. Keduanya menegaskan bahwa ada manfaat sosial dan fisik dari setiap shalat, puasa, zakat, dan haji.
  • al-Thanthâwiy (m. 1862 M) terlalu berlebihan dalam memanfaatkan sains dalam tafsirnya “al-Jawâhir fi Tafsîr al-Qur’ân[10].
  • Abd al-Razzâq Nawfal, penulis al-Qur’ān wa al-Ilm al-Hadîts (Al-Qur’ān dan sains Modern), Islâm wa al-Ilm al-Hadîts (Islam dan sains Modern), Bayn al-Dîn wa al-Ilm (Antara Agama dan sains)
  • Hibbah al-Dîn al-Syahrastâniy (1301 – 1369 H). Dalam bukunya “al-Islâm wa al-Hay’ah (Islam dan Astronomi)
  • Dan lain-lain

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun