Mohon tunggu...
Humaniora

Tafsir Ilmiy terhadap Al-Qur’ān (Sebuah Jalan Terjal Menuju Keilmiahan Al-Qur’ān )

25 November 2015   07:16 Diperbarui: 25 November 2015   08:11 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jenis tafsir ini marak ditemukan di abad terakhir ini. Para penganutnya berusaha menerapkan ayat-ayat terhadap pendapat mereka mengenai beberapa hukum dan teori-teori ilmiah yang bagi mereka dapat diterima. Mereka memberikan interpretasi terhadap ayat-ayat yang berbeda. Seperti menafsirkan ayat “huwa al-ladzi khalaqakum min nafsin wahidatin wa ja’ala minha zawjaha”, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nafs adalah proton dan elektron, sehingga pengertian ayat tersebut adalah bahwa semua hal di alam dan kehidupan ini diciptakan dari partikel negatif dan positif. Tafsir ini tidak memperhatikan bahkan terhadap makna bahasa dan teknis dari kata nafs. Jenis tafsir seperti ini banyak ditemukan di Mesir dan Iran, dan mendorong sebagaian ulama memandang secara negatif terhadap tafsir ilmiah.

 

  1. Memanfaatkan sains untuk memahami dan menjelaskan al-Qur’ān

Dalam menjalankan metode tafsir ini harus diperhatikan rambu-rambu dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mufassir, sebab ketika melakukan penafsiran ia memanfaatkan ilmu-ilmu yang pasti (yang didukung dengan metode naqli) dan gejala-gejala al-Qur’ān (sesuai dengan makna bahasanya) yang sejalan dengan ilmu pengetahuan[12].

Menurut penulis dari tiga klasifikasi di atas masih bisa ditambah dengan satu kalsifikasi lagi yakni menjadikan keilmuwan al-Qur’ān sebagai value dari keterbebasan nilai ilmu empiris. Sebagai contoh misalkan tentang fisika yang bisa menghitung kecepatan matahari dalam menyampaikan sinar UV ke bumi dengan cara menghitung kecepatan cahaya, maka al-Qur’ān sebagai value dari ini selalu memberi batasan bahwa yang dapat dihitung hanyalah hal-hal yang bersifat empiris sedangkan hal yang bersifat uluhiyah seperti masa yang dibutuhkan Allah dalam mencipta langit dan bumi serta isinya itu adalah ranah yang tidak bisa dijangkau kelimuwan empiris.

 

  1. Kesimpulan

Dari paparan dan pembahasan diatas sesungguhnya letak perselisihan antara mufasir yang membolehkan dan melarang adalah terletak pada aspek tafsir ilmiy yang tidak memenuhi syarat-syarat dalam koridor keilmuan al-Qur’ān. Jadi mereka yang menentang sesungguhnya tidak secara substansial menolak metode ini karena bagaimanapun perkembangan keilmuwan saat ini meniscayakan adanya tafsir dengan corak ini.

Lebih jauh lagi apa yang ditawarkan dalam tafsir ini menurut penulis adalah proses Islamisasi sains yang akhir-akhir ini banyak di usung oleh para cendekiawan muslim abad ini. Namun jika tidak hati-hati dan dengan keilmuwan yang mendalam apa yang dihasilkan dari metode tafsir ini tidak lebih adalah sebuah lipstikisasi terhadap karya keilmuwan para ilmuwan yang telah ada, sehingga kemudian al-Qur’ān dianggap hanya dompleng atas sebuah karya dan tidak pernah menghasilkan sebuah karya nyata yang ujung-ujungnya adalah penistaan al-Qur’ān secara akademis merajalela.

Sesungguhnya pada beberapa hal sains bisa berfungsi sebagai pintu gerbang memahami agama, sebaliknya relung sains hanya bisa didalami utuh dan bermartabat lewat pintu agama, bahkan optimalisasi keduanya mengantarkan ke peneguhan tauhid. Jadi menurut penulis keberadaan sains dalam fungsinya memahami al-Qur’ān merupakan hal yang urgent demi menjawab serangan ilmuwan non muslim yang mempertentangkan antara al-Qur’ān dan sains, namun seorang mufasir jangan sampai bersikap arogan dan tidak ilmiyah sehingga cenderung mengada-ngada sehingga kontraproduktif terhadap keilmuwan Islam.

 

 

---- والله أعلم بالصواب ----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun