Mohon tunggu...
Miftahur Rizqi
Miftahur Rizqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Perbandingan Mazhab, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Mahasiswa Perbandingan Mazhab, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Sholat Jum'at

5 Juli 2024   13:29 Diperbarui: 5 Juli 2024   13:40 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sholat Jum'at Karena Nasi Kotak dan Pahala Bersedakah Pada Hari Jum'at


Sedekah makan siang setelah Shalat Jum'at sebagai sarana menarik antusias jama'ah agar memakmurkan masjid dan salah satu dampak negatifnya ialah ibadah yang kurang khusuk karena makanan. Fenomena ini sudah menjadi hal yang biasa ketika banyak masjid di Ciputat Tangerang Selatan yang menyedikan makan siang, seperti nasi kota, bungkus, sekaligus minuman untuk jama'ah Sholat Jum'at, selain untuk bersedekah cara ini merupakan salah satu strategi menarik jama'ah agar berbondong-bondong pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah Shalat Jum'at. Dengan adanya sedekahan setelah Shalat Jum'at membuat yang dahulu seorang jarang Shalat Jum'at atau yang dahulu masjid yang digunakan Shalat Jum'at sepi sekarang dengan adanya kegiatan ini menjadikan masjid ramai dikunjungi oleh masyarakat, walaupun ramai dan membludaknya pada hari Jum'at saja. Cara seperti ini merupakan cara yang bagus dan milenial dalam menarik jama'ah, akan tetapi juga menimbulkan niat seseorang agak goyang ketika ia beribadah di masjid itu karena hanya mengharapkan makan siang saja, contohnya seperti penulis yang  mengalami persis hal yang penulis tulis ini.

Fenomena ini merupakan hal yang melekat di Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Khususnya di kalangan mahasiswa karena pada saat ini penulis menempuh program sarjana di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Fenomena ini memang mempunyai dampak yang bagus bagi perkembangan masjid karena masjid menjadi ramai dikunjungi oleh masyrakat pada hari jumat, walaupun kegiatan ini juga menimbulkan dampak yang kurang baik juga kepada jama'ah yang datang. Masjid jika menyediakan makan siang setelah shalat Jum'at pasti akan lebih ramai dibandingkan dengan masjid yang tidak menyediakan hidangan setelah shalat Jum'at, apalagi jika suatu masjid menyediakan hidangannya secara prasmanan dan dengan porsi yang banyak pasti akan ramai selalu di hari Jum'at.

Fenomena ini juga mempunyai dampak negatif yaitu niat jamaah yang datang bukan suutuhnya untuk beribadah kepada Allah di hari Jum'at dengan Shalat Jum'at, akan tetapi juga diembel-embeli dengan adanya hidangan yang disajikan setelah Shalat Jum'at. Sebagai contohnya adalah penulis sendiri, ketika datang hari Jum'at penulis pasti melaksanakan Shalat Jum'at di masjid yang menyediakan hidangan makan siang secara prasmanan, niat penulis awalnya memang ingin beribadah kepada Allah, akan tetapi ketika datang dan melihat makanan sudah siap disamping kanan dan kiri barisan shaf maka niat penulis mulai goyang, hal ini dibuktikan dengan sikap penulis yang sengaja memilih barisan shof paling belakang agar nanti dapat antri dan mengambil nasi di urutan terdepan, karna jama'ah yang anti banyak, yang dikhawatirkan penulis ialah ketika penulis di belakang antrinya maka nanti sudah tidak kebagian makanan yang disiapkan. Kasus seperti inilah yang menjadi problem untuk penulis sendiri dan penulis yakin juga dialami oleh jama'ah lainnya baik secara sadar maupun tidak.

Fenomena ini mungkin sudah dapat dihindari karena takmir menyiapkan cara untuk masjid menjadi ramai dan jama'ah datang untuk ibadah dan memenuhi panggilan perutnya, tetapi akan lebih bagus jika penempatan hidangan tersebut tidak berada di kanan kiri shaf karena dapat mengganggu konsentrasi para jamaah atau lebih khususnya konsentrasi penulis. Contohnya ditempatkan pada ruangan tertentu yang sudah disiapkan oleh takmir masjid tersebut, mungkin cara tersebut akan menjadikan penulis pada khususnya menjadi lebih khusuk walaupun dalam hati sulit dilakukan karena sudah memikirkan tentang makanan yang dihidangkan oleh takmir. Hal ini tergantung kepada niat kita sebagaimana Rasulullah SAW bersabda.

Dalam pembukaan hadits Arbain karya An-Nawawi, disebutkan sabda Nabi mengenai urgensi niat.

.

"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini merupakan bagian dari dasar-dasar agama. Di samping itu, sebagai ungkapan Nabi yang ringkas dan komprehensif. Semua bab tentang hukum-hukum Islam, masuk dalam kategori hadis ini.

Secara garis besar, hadits ini membahas bahwa amal kebaikan tergantung pada niat pelakunya, jika tujuannya ikhlas karena Allah dan Rasul-Nya, maka amalnya akan tertuju kepada Allah. Namun, jika amalnya hanya untuk menggapai urusan dunia, maka dia hanya mendapat yang dia cari.

Sedekah berasal dari kata sha-da-qa yang mempunyai makna jujur, benar, dan memberi dengan ikhlas. Dengan kata lain orang yang bersedekah telah berpirilaku jujur kepada dirinya sediri ataupun dengan Allah bahwasannya dirinya diberikan lebih oleh Allah baik berupa harta, tenaga, mauoun yang lainnya dan kelebihan itu diberikan kepada orang lain dengan ikhlas untuk mengharapkan rida dari Allah semata. Kata sha-da-qa mempunyai masdar  yaitu sadaqoh,  lafadz shodaqoh disebutkan di dalam al-Qur'an sebanyak 5 kali didalam surah yang berbeda beda. Sedangkan menurut istilah sedekah merupakan kegiatan seseorang mengeluarkan harta, atau yang lainnya kepada orang lain yang membutuhkan secara ikhlas dan dibarengi dengan mengharapkan pahala dari Allah.

Hukum dari sedekah ialah hanya sunnah, yang berarti jika melakukannya mendapatkan pahala dari Allah dan juka tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa. Akan tetapi sedekah adakalannya menjadi wajib dan haram. Menjadi wajib jika kita bersedekah kepada seseorang jika kita tidak mensedekahkannya dapat mengancam kehidupan orang itu atau bisa dikatakan orang itu bisa mati, dan menjadi haram karena kita mengetahui bahwasanya jika kita bersedekah kepada orang itu, maka uang sedekah dari kita akan digunakan untuk hal yang melenceng dari syariat atau bisa dikatakan digunakan untuk hal maksiat.

Hari Jumat sangat istimewa di hati umat Islam. Hal ini disebutkan secara langsung dalam hadits Rasulullah saw, bahwa hari Jumat merupakan rajanya hari.

Tak pelak, karena keistimewaannya itu, sejumlah masjid atau perseorangan memberikan sedekah berupa nasi kotak atau makanan selepas shalat Jumat kepada jamaah.

Sedekah merupakan hal yang sangat baik, apalagi dilakukan pada hari yang istimewa, Jumat. Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa bersedekah di hari Jumat pahalanya berlipat-lipat. Hadits tersebut dikutip oleh Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm sebagaimana

"Telah sampai kepadaku dari Abdillah bin Abi Aufa bahwa Rasulullah bersabda, 'Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku di hari Jumat sesungguhnya shalawat itu tersampaikan dan aku dengar'. Nabi bersabda, 'Dan di hari Jumat pahala bersedekah dilipatgandakan'." (Imam al-Syafi'i, al-Umm, juz 1, hal. 239).

Hari Jumat termasuk dari salah satu waktu yang utama dalam melakukan sedekah. Hal ini mengingat hari Jumat merupakan hari raya bagi umat Islam.

Apalagi yang disedekahkan adalah makanan. Memberikan makanan kepada orang lain merupakan kebiasaan yang sangat baik dalam Islam. Sayyid Muhammat bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani menyebutkan, bahwa memberikan makan kepada orang lain merupakan bagian amal yang paling diharapkan dapat mengantarkan umat Islam masuk surga.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw ketika ditanya Abu Hurairah mengenai hal yang dapat mengantarkan masuk surga. "Memberikan makan, menebarkan salam, jalin silaturrahim, shalat malam saat orang lain terlelap, maka engkau akan masuk surga dengan penuh keselamatan dan penghormatan."

Bahkan orang yang memberikan makan ini mendapatkan ruangan dan pintu khusus di surga. Hal itu disebut secara langsung oleh Rasulullah sawt dalam haditsnya berikut.

"Sungguh di surga terdapat suatu ruangan yang terlihat luarnya dari dalamnya, dan terlihat dalamnya dari luarnya. Abu Malik al-Asy'ari bertanya kepada Rasulullah saw, "Untuk siapa ruangan tersebut, wahai Rasulullah?" (Ruangan itu) Untuk orang yang berbicara dengan perkataan yang baik, memberi makan kepada orang lain, beribadah malam hari sedang orang lain tengah asyik dalam lelapnya,"

Sedekah termasuk amalan yang bersifat sosial (al-muta'ddiyah). Artinya, manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh orang yang mengerjakannya, namun juga dirasakan oleh banyak orang lain.  Selama ini sedekah dipahami sebatas pemberian sejumlah uang kepada orang miskin atau mereka yang tidak mampu. Sehingga, seakan-akan sedekah hanya "dimonopoli" oleh orang kaya atau kalangan tertentu yang mumpuni secara finansial semata.
<>
Padahal sedekah bisa dilakukan oleh siapapun termasuk orang yang tak berpunya sekalipun. Sebab sedekah tidak selalu berati pemberian materi. Sedekah juga bisa bermakna pemberian yang bersifat non-materi. Semisal, membantu orang lain, menyingkirkan duri di jalan, berbicara dengan bahasa yang santun dan sopan, dan lain-lain. Pemahaman ini merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah berikut.

- , , , , , , "

Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anggota badan manusia diwajibkan bersedekah setiap harinya selama matahari masih terbit; kamu mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah; kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah sedekah; setiap langkah kakimu menuju tempat sholat juga dihitung sedekah; dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah." HR Bukhari dan Muslim.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sedekah di sini adalah sedekah yang dianjurkan, bukan sedekah wajib. Ibnu Bathal dalam Syarah Shahih al-Bukhari menambahkan bahwa manusia dianjurkan untuk senantiasa menggunakan anggota tubuhnya untuk kebaikan. Hal ini sebagai bentuk rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah Subhahanu wa Ta'ala.

Penulis kitab 'Umdatul Qari Badruddin al-Ayni berpendapat bahwa segala amal kebaikan yang dilakukan atas dasar keikhlasan, ganjaran pahalanya sama dengan pahala sedekah. Sebab itu, seluruh bagian dari anggota tubuh kita yang digunakan untuk kebaikan, dinilai oleh Allah SWT sebagai sedekah berdasarkan hadis yang disebutkan di atas.

Bahkan dalam kitab Adab al-Mufrad, al-Bukhari meriwayatkan, apabila seorang tidak mampu untuk melakukan perbuatan yang disebutkan di atas, minimal ia menahan dirinya untuk tidak menganggu orang lain. Karena secara tidak langsung, ia sudah memberi (sedekah) kenyamanan dan menjaga kesalamatan orang banyak.

Selama kita mampu melakukan banyak hal, peluang untuk bersedekah masih terbuka luas. Sedekah tidak hanya berupa uang, tetapi juga memanfaatkan anggota tubuh kita untuk orang banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun