Permasalahan Dunia Pendidikan
Pendidikan merupakan pilar tegaknya suatu bangsa. Dalam era ini, pendidikan tidak hanya terpaku dalam faktor intelektual yang dimiliki seseorang saat menempuh pendidikan namun juga harus diintegrasikan dengan faktor lain seperti halnya sikap, perilaku, dan karakter. Masalah pendidikan di Indonesia sangatlah kompleks karena di semua aspeknya terdapat persoalan yang perlu diselesaikan, salah satunya yaitu dekadensi moral dalam dunia pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat dari maraknya perkelahian antar pelajar, banyaknya kasus narkoba yang menjerat siswa, siswa yang menunjukkan sikap kurang hormat kepada orang dewasa, kasus menyontek yang sudah menjadi kebiasaan.
Melihat berbagai permasalahan yang timbul berkenaan dengan perilaku dan moral pelajar selama ini, serta berkaitan dengan pengelolaan proses pembelajaran dalam sekolah, sebagai bentuk upaya penanaman kepribadian, akhlaq, serta ilmu pengetahuan terhadap pelajar, maka dibutuhkan peranan lebih besar dari penyelenggaran pendidikan di sekolah, khususnya guru sebagai pimpinan dalam kelas, pengelolaan proses pembelajaran di kelas sangat bergantung dari kepemimpinan guru. Untuk itu, perkembangan kepribadian dan penanaman budi pekerti yang luhur sebagai langkah membentengi pelajar terhadap perilaku abmoral sangat bergantung pada kesiapan guru dalam menerapkan pendidikan karakter di sekolah.
Menurut Koesoema (2009:14), di tengah perubahan tata nilai dalam masyarakat yang begitu cepat, guru tetap dituntut untuk menjaga integritas dasarnya sebagai pendidik karakter. Dalam kondisi tersebut guru dituntut dan tetap konsisten dapat menegakkan dan membangun moral dan karakter yang baik bagi para peserta didik. Guru diharapkan untuk mengajar dan mendisiplinkan siswa sehingga dapat menghormati otoritas dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan pelajaran. Hingga dewasa ini, tampaknya harapan-harapan ini pada dasarnya tetap tidak berubah. Guru memiliki peran yang sangat besar dan berpengaruh dalam kehidupan peserta didik, oleh karenanya masyarakat masih tetap berharap para guru untuk menampilkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral, seperti keadilan, kejujuran, dan mematuhi kode etik professional.
Urgensi Pembinaan Karakter
Pembinaan karakter dan moral yang bermutu memiliki tiga landasan fundamental, sebagaimana dikemukakan oleh Lickona (1992), bahwa untuk mendidik karakter dan nilai-nilai yang baik kepada peserta didik diperlukan pendekatan terpadu antara ketiga komponen yaitu: (1) moral knowing, yang meliputi: moral awareness, knowing moral values, perspective-talking, moral reasoning, decison making and self-knowledge, (2) moral feeling, yang meliputi: conscience, self esteem, empathy, loving the good, self-control, humility, dan (3) moral action, yang meliputi: competence, will, and habit. Tiga tahap tersebut yaitu tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit).
Peran guru dalam pendidikan karakter siswa adalah sebagai berikut; (a) sebagai pendidik yaitu, peran yang berkaitan dengan tugas memberikan bantuan dan dorongan terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat; (b) sebagai  teladan  yaitu, guru menjadikan dirinya sebagai panutan bagi siswa  (c) motivator  yaitu, dengan adanya kemampuan guru dalam membangkitkan spirit, etos kerja, dan potensi yang luar biasa dalam diri peserta didik; (d) sebagai pengajar dan pembimbing  dalam pengalaman  belajar yaitu, setiap guru harus memberikan pengetahuan,  keterampilan  pada  siswa; (e) pelajar yaitu, guru selalu mendidik karakter dan keterampilan yang berkaitan dengan tugas kemanusiaan.
Implementasi dari tahapan pembinaan karakter pada peserta didik di sekolah dapat dimulai dari pengenalan tata tertib sekolah. Sekolah hendaknya membuat aturan yang dapat memberikan pembiasaan pada peserta didik untuk  mengedepankan karakter yang disiplin dan bertanggung jawab. Misalnya seorang peserta didik terlambat datang ke sekolah, sekolah hendaknya memberikan sanksi membangun bukan dengan cara-cara hukuman yang memalukan, namun perlu adanya diskusi dengan peserta didik yang terlambat apakah kegiatan positif yang akan peserta didik itu lakukan untuk menutupi kesalahannya. Hal seperti ini merupakan pembangunan karakter dimana kesalahan perlu ditutup dengan perbuatan positif, sehingga peserta didik terbiasa berbuat baik. Peserta didik yang berbuat salah tidak merasa dihakimi namun lebih kepada sama-sama memunculkan kesadaran diri untuk berbuat baik sesuai kehendak dirinya sendiri. Dengan ini bentuk pembinaan karakter perlu dilakukan dengan strategi yang tepat agar tahapan pengembangan yang tadinya berada pada pengenalan bisa menjadi suatu kebiasaan.
Pustaka :
Ajmain, A., & Marzuki, M. (2019). Peran Guru Dan Kepala Sekolah Dalam Pendidikan Karakter Siswa Di SMA Negeri 3 Yogyakarta. SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 16(1), 109-123.
Tamami, B. (2018). Peran Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pendidikan Karakter Siswa Di Sma Sultan Agung Kasiyan-Puger-Jember Tahun Pelajaran 2016/2017. TARLIM: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(1).
Hasibuan, A. A., Syah, D., & Marzuki, M. (2018). Manajemen Pendidikan Karakter Di Sma. Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan, 4(02), 191-212.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H