Mohon tunggu...
Miftahul Zovia
Miftahul Zovia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi, Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Nature

Adakah Kaitan Urgensi Konservasi Suatu Species dengan Tergantikannya atau Tidak Ikon Suatu Daerah?

9 Oktober 2022   12:00 Diperbarui: 9 Oktober 2022   12:08 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tugu ikan belida yang terdapat dipinggiran sungai musi, tepatnya disekitaran jembata ampera menjadikan ikan belida (Chitala lopis) sebagai ikon kota Palembang. Ikan belida (Chitala lopis) yang juga merupakan ikan budidaya ini ditetapkan sebagai maskot Provinsi Sumatera Selatan dikarenakan keberadaan ikan belida yang ada dan sangat bermanfaat digunakan untuk berbagai kepentingan tentunya di bidang perkulineran kota Palembang. Ikan belida ini menurut banyak sumber yang ada merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena rasa daging yang lezat dan khas terutama karena kandungan lemaknya yang tinggi. Ikan ini juga kandungan protein dan vitamin A yang tinggi yang menambah manfaat ikan ini bagi yang mengkonsumsinya. Selain itu ikan belida memiliki pola sisik yang unik dan karena bentuknya yang indah (menyerupai ikan purba dengan rumbainya yang indah) sehingga dimanfaatkan untuk ikan hias. Sebagai ikon kota Palembang, ikan ini tidak hanya ada di kota Palembang saja melainkan mempunyai persebaran yang tersebar sampai diluar Indonesia.

Persebaran ikan Belida (Chitala lopis) tidak hanya tersebar diseluruh penjuru indonesia, melainkan di beberapa negara lain juga yang dianatarnya ke India, Pakistan, Bangladesh, Srilanka, Nepal, Thailand, dan Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan). Ikan ini terdistribusi di wilayah sumatera terdapat dari riau tepatnya sungai Kampar yang terdistribusi ke sungai Musi Palembang, Sumatera Selatan. Hasil distribusi awal tersebut yang membuat ikan ini sampai menjadi ikon dari kota Palembang yang terkenal sebagai bahan baku pempek, kerupuk dan kuliner berbasis ikan di kota Palembang. Ikan belida (Chitala lopis) sebagai salah satu ikan asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis dan budaya mempunyai keterancaman dimasa kini. Aktivitas manusialah yang ancaman terbesar dimana terdpat aktivitas yang tidak ramah lingkungan dan perubahan kondisi lingkungan perairan menyebabkan kelestarian jenis ikan dan terutama ikan ini terancam yang dibuktikan penurunan produksi tahunanya. Hal ini lah yang melatatbelakangi urgensi dari mengapa harus dilakukan konservasi dan perlinudngan khusus untuk ikan ini karena keterancaman kepunahanya yang disebabkan aktivitas manusia tadi, contohnya penangkapan lebih (over fishing), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan perubahan kondisi lingkungan perairan.

Adanya banyak alasan dalam urgensi perlindungan terhadap suatu spesies, upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan belida sangat diperlukan dan menjadi sesuatu yang mendesak demi kelestarian jenis ikan ini. Manfaat yang diperoleh tidak hanya mempertahankan kelestarian sumber daya genetik dan spesies ikan belida terkait dengan konvensi keanekaragaman hayati namun juga memaksimalkan manfaat ekonomi dari sumber daya tersebut. Kita pandang dari aspek biologi, konservasi spesies dengan fungsinya yang signifikan untuk komunitas akuatik dan pentingnya sistem akuatik dari keseluruhan biosfer hal inilah yang mendasari pentingnya untuk melakukan konservasi spesies ini, tepatnya ikan belida. Alasan lainnya yang dijadikan alasan umum untuk konservasi ikan, karena kelimpahan dan karakteristik populasi tidak dapat di pastikan secara sederhana di masa depan, dengan memilih keseimbangan yang tepat antara panenan dan recruitment untuk memaksimalkan panenan. Berbeda jenis ikan juga berbeda kemampuan bertahan hidupnya serta reproduksi ikan dengan genotipe yang beda sangat berpengaruh dalam mengubah komposisi genetiknya, tentunya pada saat pemanenan.

Spesies lah yang merupakan fokus pokok dalam konservasi yang mana tetap fokus pokok baik kita liat dari konsep pada bidang lain jugapun. Konservasi berbasis spesies dapat dilakukan pada empat kelompok fokus atau prioritas yaitu umberella species, flagship species dan keystone species dan foot print impacted species. Konservasi berbasis spesies diantaranya berupaya melindungi spesies terancam punah dan spesies yang berperan penting dalam rantai makanan. Pendekatan spesies juga dapat melindungi spesies yang berkontribusi menjaga stabilitas ekosistem dan regenerasi habitat seperti spesies yang mewakili kebutuhan konservasi dalam skala luas dan spesies bernilai penting bagi manusia. Dengan memfokuskan pada kelompok spesies tersebut, secara langsung melindungi spesies penting lain, baik yang hidup pada habitat yang sama maupun yang mengalami ancaman serupa . Hal ini difokuskan untuk konservasi spesies pada spesies tertentu untuk menjaga keseimbangannya, yang bisa di inisiasi dnegan mengganti fokus pemanfaatan dengan ikan lainnya yang juga berpotensi sebagai plasma nutfah.

Ikan baung (Mytus nemurus) adalah salah satu komoditas ikan di perairan umum daratan yang mempunyai prospek untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba jaring apung. Ikan ini dapat cepat menyesuaikan diri terhadap pakan buatan. Beberapa penelitian mengenai ikan baung telah dilakukan, antara yang meneliti aspek biologi di alam, dan yang mengevaluasi sifat reproduksi dan sifat gelondongan empat strain ikan baung (Hemibagrus nemurus) di karamba jaring apung. Berbagai penelitian yang meneliti pengaruh pakan berbeda terhadap pertubuhan dan kelangsungan hidup benih ikan hasil tangkapan dari alam. Ikan baung (Mytus nemurus) merupakan ikan lokal dengan nilai ekonomis tinggi dan digunakan sebagai bahan baku pangan lokal untuk makanan tradisional masyarakat Sumatera Selatan. Salah satu makanan olahan tersebut adalah pindang ikan baung.

Ikan Baung
Ikan Baung

Pada tahun 2008 produksi massal benih ikan baung pada skala lapangan telah diperoleh di Balai Benih Ikan (BBI) Gandus, Palembang yang menyebabkan keberhasilan dan kegiatan harus dilanjutkan dengan usaha pembesarannya untuk berbagai manfaat berkelanjutan. Hal ini juga memenuhi kebutuhan usaha produk olahan pasca panen dengan ikan sebagai bahan baku. Produksi ikan baung di Sumatera Selatan selama ini didapatkan dari hasil tangkapan di perairan darat dengan metode lelang perairan yang dimulai sekitar tahun 1630. Informasi dan realisasi budidaya ikan baung tepatnya di Kota Palembang masi belum terkembangkan secara maksimal sehingga eksistensi nya masi sangat kurang. Dengan berbagai ilmu yang ada dan telah teraplikasikan terkhusus nya di kota Palembang, fokus yang harus dilakukan yaitu peningkatan produksi ikan baung di Sumatera Selatan khususnya di kota Palembang perlu dilakukan dengan pemberian informasi tentang penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan yang mana merupakan kegiatan pendidikan untuk peningkatan pengetahuan, keterampilan dan pemberian informasi dan wawasan tentang pembenihan ikan baung melalui penyuluhan dan dilengkapi langsung dengan praktik yang dilakukan guna melatih untuk peningkatan produksi ikan tersebut.

Pemanfaatan ikan baung berhubungan juga dengan melihat penyebaran ikan baung di Indonesia yang meliputi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Jawa. Di daerah aliran Sungai Musi ditemukan mulai dari hulu sungai, Danau Ranau sampai dengan ke muara sungai dan perairan pasang surut. Di daerah aliran Sungai Batanghari dijumpai dari hulu sampai dengan ke hilir, dengan faktor kondisi yang terbaik terjadi di bulan April dan terjelek ditemukan pada bulan Oktober. Di Kalimantan di temui di Sungai Barito dan di Riau dijumpai di Sungai Kampar. Di negara lain ditemukan ikan baung seperti di Thailand, Malaka, dan Singapura serta di Indochina. Berbeda musim berbeda juga penyebarannya yang mana jika pada musim hujan penyebaran ikan sampai dengan ke rawa lebak yang berhubungan langsung dengan sungai, sehingga kualitas air di lebak atau rawa kurang lebih sama dengan kualitas air sungai. pH air lebak atau rawa berkisar 5 sampai dengan 5,5, sedangkan pH air sungai berkisar 5,5 sampai dengan 6,5. Di musim hujan hutan rawa banyak ditemukan mulai dari tingkat benih sampai dengan baung dewasa yang matang gonad, karena di tempat ini merupakan habitat mikroorganisme dan makroorganisme lain yang menjadi pakan alami bagi ikan baung.

Aspek pakan terutama mengenai kebutuhan nutrisi perlu diketahui agar informasi pakan yang tepat dapat diperoleh. Kebutuhan nutriea yang perlu diketahui ialah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Protein merupakan zat makanan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak serta penambahan protein tubuh dalam proses pertumbuhan. Protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi, tetapi mengingat harga protein relatif lebih mahal daripada nutriea lainnya, maka protein diusahakan sebagian besar dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan yang rusak . Hal ini menyatakan bahwa protein merupakan bagian terbesar dari daging ikan. Oleh karena itu, dalam menentukan kebutuhan nutriea, kebutuhan protein perlu dipenuhi terlebih dahulu. Pemanfaatan protein bagi pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran ikan, umur ikan, kualitas protein, kandungan energi pakan, suhu air, dan tingkat pemberian pakan.  

Dari aspek yang dibahas baik dari penyebaran distribusi, pemanfaatan sampai ke aspek pakan itu sangat berguna untuk Kedepannya, ikan lokal berperan sangat penting didalam kancah produksi perikanan budidaya. Potensi komoditas-komoditas lokal ini dapat dikembangkan untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan juga menyerap tenaga kerja. Pada kesimpulannya jika menjawab pertanyaan dari judul yang diangkat, apakah bisa tergantikan? Dijadikannya suatu spesies sebagai suatu ikon juga berkaitan dengan kegiatan konservasi yaitu "Flag ship species" yang pada konsepnya menjadikan suatu spesies sebagai ikon karena ciri khas ataupun keberadaanya sebagai spesies endemik dan alasan lainnya karena keberadaannya sangat dimanfaatkan tetapi karena terancam punah maka dari itu dijadikan sebagai ikon disuatu daerah. Untuk menggantikan sebagai ikon tentunya belum banyak alasan menjadikan ikan baung (Mytus Nemurus) untuk mengantikan sebagai ikon kota Palembang. Namun ikan baung sangat berpotensi untuk dimanfaatkan dan sebagai langkah untuk mengkonservasi ikan belida (Chitala lopis) karena bisa dijadikan plasma nutfah terbaru dan terus dikembangkan.

Konservasi Ikan Belida (Chitala lopis) dan Ikan Baung (Mytus Nemurus)

OLEH FURQAN DWIKI LINTANG PRAWIRA (BIOLOGI, UNIVERSITAS ANDALAS)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun