Mohon tunggu...
Miftahul Rachman
Miftahul Rachman Mohon Tunggu... Penulis - Kontributor

Lahir di desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember Propinsi jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sunat Perempuan, Antara Tradisi dan Syiar Agama

5 November 2020   07:47 Diperbarui: 5 November 2020   07:52 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto disalin dari hysist.id) tradisi Sunat Perempuan di Gorontalo Sulawesi


Sebuah tulisan tentang sunat perempuan yang dilansir media on line,  membangun narasi bahwa sunat (khitan) pada perempuan tak ada baiknya sama sekali, bahkan cenderung lebih banyak kerugiannya.

Argumennya sunat pada perempuan hanya akan menimbulkan trauma psikis, masalah kesehatan, pelanggaran HAM  hingga diskriminasi terhadap kaum perempuan.

Dalil yang bersandar pada data Empirik yang dilansir  WHO bahwa   lebih dari 200 juta perempuan di 30 negara di dunia menjalani ritual sunat perempuan, telah dianggap WHO melanggar Hak Asasi Manusia, karena dinilai berdampak negatif terhadap perkembangan jiwa kaum perempuan yang disunat pada usia di bawah 1 tahun.

Bisa jadi benar temuan WHO, tetapi bukan berarti lantas menegasikan adat yang sudah dikakukan turun temurun. Apalagi sebenarnya perkara sunat pada kaum perempuan juga didukung dengan dalil syar'i.

Memang, hukum sunat pada perempuan tidaklah berlaku wajib, sebagaimana yang diberlakukan kepada kaum laki - laki, sebagian Ulama terkemuka memandang sunat kaum perempuan berlaku sunnah. Jadi jelas bukan dilarang.

Sunnah berarti jika dijalankan mendapat pahala, jika ditinggal tidaklah berdosa.

Menurut data UNICEF 2013, Gorontalo ada di posisi teratas mengantongi 83.7 persen, menyusul kemudian Bangka Belitung 83.2 persen, lalu Banten 79.2 persen, Kalimantan Selatan 78.7 persen, selanjutnya Riau 74.4 persen, kemudian Papua Barat 17.8 persen, disusul DI Yogyakarta 10.3 persen, Bali 6 persen, Papua 3.6 persen, dan NTT 2.7 persen.

Indonesia masuk jajaran 3 negara besar dengan angka sunat perempuan tertinggi setelah Gambia dan Mauritania. Dilansir The Jakarta Post, juru bicara UNICEF Indonesia Kinanti Pinta Karana mengatakan paling tidak 13,4 juta perempuan Indonesia berusia atau kurang dari 11 tahun mungkin sudah pernah menjalani sunat perempuan.

Dilansir dari Rappler, sebagian besar orang Indonesia menyunatkan anak perempuan karena anjuran agama (96 persen), anjuran adat atau budaya (94,3 persen), dan karena mayoritas warga kota melakukan hal tersebut (93,1 persen).

Ada anggapan sunat perempuan terjadi di negara-negara miskin dan berkembanglah yang masih akrab dengan tradisi ini, sebut saja negara-negara di Afrika, Timur Tengah, dan Asia, seolah - olah sunat yang dilakukan pada perempuan merupakan budaya primitif dari masyarakat yang ketinggalan pola pikirnya.

Kewajaran budaya yang dilakukan masyarakat Indonesia tentang budaya  sunat perempuan dengan memotong sebagian alat genitalnya dianggap sebagai hanya sekedar  adat, budaya, agama, serta dorongan masyarakat yang tidak berdasar, anggapan itu tidak sepenuhnya benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun