Oleh: Wali Cosara
(Mahasiswa KKN RDR 77 Kelompok 111 Jurusan Ilmu Falak)
"Apakah bayangannya benar-benar hilang?"
Begitulah ujar salah seorang anak yang baru saja pulang sekolah saat penulis sedang menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mengabadikan fenomena alam yaitu Hari Tanpa Bayangan pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2021 di halaman Kelurahan Patemon, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.
Mahasiswa KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang kelompok 111 mengadakan observasi fenomena hari tanpa bayangan. Hari tanpa bayangan adalah hari dimana pada saat Matahari berada tepat di atas suatu benda saat Matahari berada di titik kuluminasi (titik puncak), sehingga bayangan suatu benda berada tepat di bawahnya atau seolah-olah benda tersebut tidak memiliki bayangan.
Sebenarnya hari tanpa bayangan merupakan fenomena alam biasa yang bisa terjadi dua kali dalam setahun. Kota Semarang mengalami hari tanpa bayangan yaitu setiap tanggal 11 oktober pukul 11.25 WIB dan 3 Maret pukul 11.50 WIB . Hal ini dikarenakan deklinasi matahari (posisi matahari) sama dengan lintang Kota Semarang. sehingga pada saat itu Matahari tepat berada di atas Kota Semarang.
Namun sangat disayangkan, ketika Matahari mencapai di titik kulminasinya, awan tebal datang menutupi sinar Matahari. Sehingga, penulis tidak bisa mengabadikan fenomena menarik ini. Namun dari hal masyarakat bisa mengambil pelajaran berupa matahari tidak selamanya berada tepat di atas kepala, ada kalanya condong ke arah utara dan ada kalanya condong ke arah selatan sehingga terjadilah berbagai macam musim bagi daerah yang jauh dari garis katulistiwa, ujar salah satu pemuda saat sedang observasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H