Mohon tunggu...
Miftahul Jannah
Miftahul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akun Pengabdian
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Program Studi Manajemen Haji dan Umrah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Hari Tanpa Bayangan di Desa Patemon

11 November 2021   11:40 Diperbarui: 11 November 2021   17:07 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Oleh: Wali Cosara
(Mahasiswa KKN RDR 77 Kelompok 111 Jurusan Ilmu Falak)
"Apakah bayangannya benar-benar hilang?"


Begitulah ujar salah seorang anak yang baru saja pulang sekolah saat penulis sedang menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mengabadikan fenomena alam yaitu Hari Tanpa Bayangan pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2021 di halaman Kelurahan Patemon, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.


Mahasiswa KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang kelompok 111 mengadakan observasi fenomena hari tanpa bayangan. Hari tanpa bayangan adalah hari dimana pada saat Matahari berada tepat di atas suatu benda saat Matahari berada di titik kuluminasi (titik puncak), sehingga bayangan suatu benda berada tepat di bawahnya atau seolah-olah benda tersebut tidak memiliki bayangan.



Sebenarnya hari tanpa bayangan merupakan fenomena alam biasa yang bisa terjadi dua kali dalam setahun. Kota Semarang mengalami hari tanpa bayangan yaitu setiap tanggal 11 oktober pukul 11.25 WIB dan 3 Maret pukul 11.50 WIB . Hal ini dikarenakan deklinasi matahari (posisi matahari) sama dengan lintang Kota Semarang. sehingga pada saat itu Matahari tepat berada di atas Kota Semarang.


Namun sangat disayangkan, ketika Matahari mencapai di titik kulminasinya, awan tebal datang menutupi sinar Matahari. Sehingga, penulis tidak bisa mengabadikan fenomena menarik ini. Namun dari hal masyarakat bisa mengambil pelajaran berupa matahari tidak selamanya berada tepat di atas kepala, ada kalanya condong ke arah utara dan ada kalanya condong ke arah selatan sehingga terjadilah berbagai macam musim bagi daerah yang jauh dari garis katulistiwa, ujar salah satu pemuda saat sedang observasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun