Catatan perjalanan ke China
Oleh Miftahul Janah MSi*
Selanjutnya hari ketujuh di Tiongkok ini kami diterima oleh IDCPC berbicara tentang Neighbordhood party talk: joint Consultation on and constuction of the belt and road initiative, between Chinese and Indonesian political parties, dilanjutkan dengan makan siang hosted by Madam Sun Haiyan, Director general of Bureau I of IDCPC, selanjutnya kami diterima dan dijamu oleh Mr Guo Yezhou, vice minister IDCPC, setingkat Wakil Menteri Luar Negeri di Indonesia. Di kedua forum tersebut masing-masing perwakilan kami menyampaikan apa yang menjadi kebijakan Indonesia dan partai kami, secara khusus menyampaikan salam dari Indonesia, PKB dan Ketua Umum Gus Muhaimin Iskandar; kami sampaikan PKB dengan 3 fokus agenda pada periode ini, bidang peningkatan bidang pendidikan, peningkatan UMKM dan mengembangkan dakwah islam dalam kerangka politik NU.
Cheng Ho dan Islam Nusantara
Kembali ke The story between Zheng He's expedition and Indonesia, atau laksmana Cheng Ho atau haji Mahmud Shams (1371-1433) yang disampaikan kedua Profesor di Universitas Fujian diatas bahwa Cheng Ho adalah seorang pelaut dan penjelajah tiongkok terkenal, diantara penjelajahannya adalah ekspedisi ke Nusantara antara tahun 1405 hingga tahun 1433 M, Cheng Ho seorang kasim (budak), Kasim pada umumnya tidak dihargai di daratan Tiongkok pada masa silam. informasi silsilah Cheng Ho diketahui dari batu nisan diketahui ayahnya bernama Ma Hazhi dan ibunya berasal dari marga Wen. Saat itu Jendral Fu Yu-te dan pasukan Dinasti Ming menduduki Yunan dan menangkapi semua anak lelaki dewasa dan dan anak-anak. Mereka dipotong alat vitalnya sebagai teror agar tunduk pada negara. Ma Ho adalah salah satu anak yang dikebiri. Dalam perkembangannya, menurut Sumanto Al Qurtuby dalam Arus Cina-Islam-Jawa. (historia.id) Cheng Ho keturunan Suku Hui yang secara fisik mirip suku Han yang dalam perkembangannya memiliki badan secara fisik gagah sekali, tinggi besar Ma Ho tampil seperti raksasa dengan tinggi lebih dari dua meter yang mungkin disebabkan defisiensi hormon lelaki akibat emaskulasi, kedua orang tuanya seorang muslim thaat, bahkan kedua orang tuanya sudah berhajji, keluarga yang berwibawa, yang mana di zaman itu berhajji bukan perkara yang gampang seperti sekarang, perjalanan spiritual yang butuh waktu berbulan-bulan, dengan perjalanan yang tidak mudah.
Cheng Ho yang muslim yang kemudian karena kegigihan dan kesetiaannya naik derajat menjadi kepercayaan kaisar Yongle, yaitu kaisar ketiga dinasti Ming, Yongle berasal dari Provinsi Yunnan, dikisahkan ketika pasukan Ming menaklukan Yunan, Cheng Ho di tangkap dan kemudian dijadikan orang kasim, Cheng Ho yang bernama asli Ma Ho lahir pada 1371 dari orangtua Muslim etnis Hui di Yunan. Hui adalah komunitas Muslim campuran Mongol-Turki. Pada 1381, Ceng Chu atau Kaisar Yun Lo memberi nama Cheng Ho dan menjabat pemegang komando tertinggi atas ribuan abdi dalem di Dinas Rumah Tangga Istana.
Cheng ho melakukan pelayaran pada abad ke-15. Dan pada tahun 1424 kaisar Yongle wafat dan digantikan kaisar Hongxi (1424-1425) dan mengurangi pengaruh suku kasim, dan membuat Cheng ho melakukan ekspedisi lagi pada masa kekuasaan kaisar Xuande (1426-1435). Cheng ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain Vietnam, Taiwan, Malaka (bagian dari Malaysia), Palembang Sumatera (Indonesia) Jawa (Indonesia) Srilanka, India, Persia, teluk Persia, Arab, laut merah dan Afrika.
Tujuan utama ekspedisi ini adalah memperluas pengaruh Cina di belahan benua lainnya, akan tetapi tidak memakai cara kekerasan, melainkan dengan jalan perdagangan dan saling bertukar buah tangan dengan negeri-negeri yang dikunjungi. Cheng Ho melakukan tujuh ekspedisi ke tempat yang oleh orang Tionghoa di sebut Samudera Barat (Samudera Indonesia), Politik Cheng Ho adalah politik merangkul, ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke Tiongkok, termasuk Raja Alagonakkara dari Srilanka yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf pada kaisar, kapal-kapal rombongan Cheng Ho juga mengangkut komoditas yang nantinya akan dijual atau dibarter di negeri tujuan, seperti emas, perak, porselen, dan terutama kain sutera (Shih-Shan Henry Tsai, Perpetual Happiness: The Ming Emperor Yongle, 2002). catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir yang diyakini sebagai pelayaran ketujuh, sayangnya dihancurkan oleh Kaisar dinasti ching, Armada cheng Ho terdiri dari 27.000 anak buah kapal, dan 307 armada kapal laut, yang besar dan kecil, yang bertiang tiga sampai bertiang sembilan, kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 Meter dan lebar 160 feet atau 50 meter. Rangka layar terdiri dari bambu Tiongkok, selama berlayar mereka membawa perbekalan beragam dan lengkap, sapi, ayam, kambing, yang kemudian dapat di sembelih untuk makan seluruh anak buah kapal selama di perjalanan, tak ketinggalan merekapun membawa kain sutera untuk di jual. Sepulangnya dari ekspedisi, Cheng Ho kembali dengan membawa berbagai penghargaan dan hadiah utusan lebih dari 30 kerajaan, saat pulang Cheng Ho membawa barang-barang berharga, diantaranya kulit, getah, pohon kemenyan, batu permata (ruby, emerald dan lain-lain) dan beberapa orang afrika, india dan arab sebagai bukti perjalanannya, cheng Ho bahkan membawa hadiah binatang asli Afrika, sepasang Jerapah dari raja Afrika.Â
Politik perjalanan yang merangkul, memberikan hadiah kepada daerah-daerah yang disinggahinya ini juga dilakukan ketika singgah di Samudera Pasai ia menghadiahkan sultan aceh sebuah lonceng raksasa, Cakra Donya yang hingga kini tersimpan di museum Aceh. Tahun 1415 Cheng Ho berlabuh di Muara jati (Cirebon) dan menghadiahkan beberapa Cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon, salah satunya piring keramik yang bertuliskan ayat kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon, pernah dalam perjalanannya melalui laut Jawa, Wang Jinghong orang kedua dalam ekspedisi sakit keras, Wang akhirnya turun dan menetap di Semarang dan salah satu bukti peninggalangannya adalah Klenteng Sam Poo Kong (gedung batu), sebagaimana dijelaskan Profesor di atas, sam Poo adalah nama julukan yang disematkan bagi Cheng Ho yang artinya Pembantu Allah. Dan peninggalan Wang Jinghong yang lain adalah patung yang disebut mbah Ladekar juragan Dampo Awang Sam Po Kong. Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa raja Wikramawardhana.
Sedangkan keterkaitan Syekh Quro dan Syekh Datuk Kahfi adalah saudara seketurunan dari Amir Abdullah Khanudin generasi keempat Syekh Quro datang terlebih dahulu ke Amparan bersama rombongan dari angkatan laut China dari dinasti Ming yang ketiga dengan kaisarnya Yunglo. Armada angkatan laut tersebut dipimpin oleh laksamana Cheng Ho alias Sam Po Tay Kam. Mereka mendarat di Muara Jati pada tahun 1416 M mereka semua telah masuk islam, armada tersebut hendak melakukan melawat ke majapahit dalam rangka menjalin persahabatan. Ketika armada tersebut sampai di Pura Karawang, syekh Quro (Syekh Hasanudin) beserta pengiringnya turun. Syekh Quro akhirnya tinggal dan menyebarkan agama islam, kedua tokoh ini dipandang sebagai tokoh yang mengajarkan islam secara formal yang pertama kali di Jawa Barat, Syekh Qura di Karawang dan Syekh Nur Jati di Cirebon  Â
Bagaimana peran Cheng Ho terhadap islam di Nusantara?