Islam tidak melarang adanya perbedaan pandangan mengenai suatu masalah selain masalah akidah. Sebab perbedaan pandangan dalam Islam merupakan suatu rahmat. Demikian pula, perbedaan pandangan dalam hal pengertian dimensi ekonomi Islam bisa jadi berbeda dikalangan ahli ekonomi Islam. Karena masing-masing memiliki pandangan dan dasar hukum atau rasionalitas dalam memandang ekonomi Islam sebagai suatu disiplin Ilmu.Â
Dalam tataran paradigma, ekonom-ekonom muslim tidak mengalami masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun ketika mereka dimainta untuk menjelaskan apa dan bagaimana konsep ekonomi Islam, mulai muncul perbedaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran ekonom-ekonom Muslim kontemporer dapat diklasifikasikan setidaknya menjadi tiga mazhab, yakni
Mazhab ini berpendapat bahwa ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi dan Islam tetap Islam. Ada perbedaan dalam memandang masalah ekonomi (kelangkaan). Baqir menolak adanya kelangkaan. Dengan alasan, Allah menciptakan bumi, langit dan segala isinya adalah untuk manusia. Baqir menolak pandangan tidak terbatasnya keinginan manusia, karena ada marginal utility, law of diminishing returns. Masalah muncul karena distribusi yang tidak merata dan ketidak adilan.. Teori ekonomi seharusnya didesikasikan dari Al Qur'an. Salah satu tokoh mazhab adalah Muhammad Baqir as Sadr.
Biografi, Pemikiran dan Karyan Muhammad Baqir as Sadr
Muhammad Baqir As-Sadr berasal dari keluarga shi'tie yang dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1935 M/25 Dzul Qa'dah 1353 H di Baghdad. Buku Falsafatuna dan Iqtishaduna merupakan karya besar yang mengharumkan namanya di kalangan cendekiawan muslim. Dari karyanya dalam aspak kehidupan ekonomi, yakni Iqtishaduna melahirkan madzhab tersendiri. Menurut mazhab ini, ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Baginya ekonomi Islam hanyalah mazhab, bukan ilmu.
Menurut teori ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sedangkan sumber daya yang tersedia terbatas. Mazhab Iqtishaduna menolak hal ini karena dalam Islam tidak pernah dikenal adanya sumber daya yang terbatas.
Sadr berpendapat bahwa permasalahan ekonomi muncul dikarenakan oleh dua faktor. Pertama karena perilaku manusia yang melakukan kezaliman dan kedua karena mengingkari nikmat Allah SWT .
 Yang dimaksud zhalim di sini adalah proses kecurangan seperti penimbunan atau ikhtikar. Sedangkan yang dimaksud ingkar adalah manusia cenderung menafikan nikmat Allah dengan melakukan eksploitasi sumber daya alam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan ekonomi bukan akibat dari keterbatasan alam dalam merespon setiap dinamika kebutuhan manusia.
Lebih jauh, mazhab ini berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya. Sementara yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu, masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.
Hubungan Milik
Kepemilikan pribadi dalam pandangan Sadr hanya terbatas pada hak memakai dan adanya prioritas untuk menggunakan serta hak untuk melarang orang lain untuk menggunakan sesuatu yang telah menjadi miliknya. Dalam hal ini Sadr menganggap bahwa kepemilikan yang dimiliki manusia hanya bersifat sementara, sedangkan kepemilikan yang mutlak adalah milik Allah SWT.