Jakarta - Pada hari kesembilan belas Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM), Kamis (22/07), situasi di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, tidak tampak ramai seperti biasanya.
PPKM Darurat yang diperpanjang hingga 26 Juli ini memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat, khususnya Pasar Tradisional.
Namun tidak sedikit pedagang yang menyatakan kekecewaannya dengan pendapatan dan jumlah pembeli yang berkunjung karena diberlakukannya kebijakan PPKM ini.
Pada Kamis sore pukul 18.13, aktivitas jual beli antara pedagang dan pembeli dilaporkan cukup sepi di seluruh blok pasar yang menyediakan kebutuhan pokok bagi masyarakat.
Terlihat juga di berbagai bagian kios-kios bangunan utama yang tutup pada pukul 13.00. Hal tersebut dikarenakan beberapa pedagang mengabaikan batas waktu yang diperbolehkan.
"Karena saya berjualan di sore hari biasanya dari jam 3 sore sampai jam 8 malam. Untuk kios (di dalam gedung) dari jam 5 pagi sampai jam 4 sore, karena beberapa pedagang melanggar aturan, maka jam tutupnya diturunkan menjadi jam 1 siang," ucap Herman, salah seorang pedagang daging yang ditemuinya di Pasar Kramat Jati menjelaskan.
Meski terlihat sepi, para pedagang mengakui situasi saat ini berbanding terbalik dengan hari-hari sebelum kebijakan PPKM berlaku.
Kebijakan ini diambil untuk mengurangi peningkatan jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia. Alhasil, para pedagang bisa membedakan sebelum dan sesudah menerapkan PPKM.
Supermarket, pasar konvensional, supermarket, dan toko kelontong masih diperbolehkan beroperasi di bawah PPKM darurat. Jam kerja mereka pun dibatasi sampai jam 8 malam, dan kapasitas pengunjung hanya 50%.
Meski petugas telah mengeluarkan imbauan melalui pengeras suara untuk menerapkan aturan kesehatan, beberapa pedagang atau pembeli di Pasar Kramat Jati itu terlihat tidak mengenakan masker untuk melindungi diri, meski dalam situasi pandemi seperti ini.
Herman juga mengatakan pembeli masih ramai menjelang kebijakan PPKM berlaku, ditambah dengan adanya hari raya Idul Adha, seperti yang terjadi pada tahun sebelumnya.
"Sepi, Mas. Dulu tidak seperti ini sebelum ada PPKM," kata Herman.
Herman merasakan dampak yang besar dari PPKM dan pandemi ini, hal tersebut juga membuat banyaknya pedagang yang juga tidak berjualan. Meski demikian, pasar tradisional saat ini lebih sepi dari biasanya.
Dikarenakan omset merendah, para pedagang memilih untuk tidak berjualan, serta takut terkena virus COVID-19 dan menghindari mengambil risiko.
Dapat dikatakan resiko yang diambil oleh para pedagang saat berjualan selama Pandemi COVID-19 sangatlah signifikan, terutama mengingat jumlah kasus COVID-19 yang terus meningkat.
Namun, terlepas dari risiko infeksi COVID-19, keadaan ekonomi memaksa para pedagang untuk memerangi COVID-19 untuk mendukung kebutuhan diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
"Ya, saya akan berdagang selama saya masih memiliki izin untuk melakukannya. Tapi dari mana saya akan mendapatkan uang jika saya tidak berdagang?" tambah Herman, yang mengucapkan kalimat itu dengan wajah murung.
Terlebih, karena makanan tidak bisa bertahan lama, para pedagang di Pasar Kramat Jati sangat berharap pemerintah memperhatikan masyarakat menengah ke bawah, khususnya pedagang makanan di pasar tradisional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H