Perbandingan Format Data: Mengapa JSON Mengungguli XML dalam Aplikasi Modern?
JavaScript Object Notation (JSON) telah berkembang pesat sebagai salah satu format pertukaran data paling populer di web, menggantikan format lain seperti XML dalam berbagai aplikasi. Diperkenalkan pertama kali pada awal tahun 2000-an, JSON dengan cepat menjadi standar de facto dalam pengiriman data, terutama dalam arsitektur aplikasi web modern yang menggunakan RESTful API dan layanan berbasis cloud.Â
Menurut Bourhis et al. (2019) dalam artikel mereka yang berjudul "JSON: Data Model and Query Languages" yang diterbitkan di jurnal Information Systems, sekitar 80% layanan web saat ini menggunakan JSON sebagai format utama untuk pengiriman data, baik dalam aplikasi konsumen maupun bisnis. Keunggulan JSON terletak pada kesederhanaannya dalam struktur data yang berupa key-value pairs, yang membuatnya lebih ringan dan lebih mudah dibaca dibandingkan dengan format lain seperti XML yang lebih rumit dan verbose.Â
Namun, meskipun popularitasnya yang meroket, studi mendalam mengenai dasar teoretis dan kerangka kerja formal untuk pemrosesan data JSON masih sangat terbatas. Hal ini menjadi masalah karena tanpa adanya standar yang jelas, pengembangan sistem yang efisien dan aman berbasis JSON menjadi sulit.Â
Para peneliti seperti Bourhis et al. (2019) menyoroti perlunya pengembangan model data formal dan bahasa kueri khusus untuk JSON agar dapat memberikan panduan yang lebih baik bagi pengembang dalam menavigasi dan mengelola data JSON, serta untuk memahami kompleksitas tugas komputasi yang berkaitan dengan data JSON tersebut.
***
JSON, meskipun sangat populer, masih kurang memiliki fondasi teoretis yang kuat dibandingkan format lain seperti XML. Dalam artikel mereka, Bourhis et al. (2019) Â menekankan pentingnya memiliki model data formal untuk JSON yang mencakup tidak hanya definisi struktural tetapi juga kemampuan kueri yang efisien dan berdaya guna.Â
Dalam konteks ini, sangat relevan untuk mempertimbangkan fakta bahwa adopsi JSON telah meningkat sebesar 15% setiap tahunnya sejak 2010, sebagaimana diungkapkan dalam laporan "State of APIs 2022" oleh Postman. Kenaikan ini tidak hanya mencerminkan fleksibilitas dan efisiensi JSON dalam pengelolaan data, tetapi juga menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan standar formal yang dapat mengoptimalkan penggunaannya lebih lanjut.
Mengutip penelitian lain, seperti laporan yang diterbitkan oleh ProgrammableWeb pada tahun 2021, lebih dari 89% dari semua API publik menggunakan JSON sebagai format utama mereka. Namun, ironisnya, banyak dari sistem ini yang masih mengandalkan pendekatan ad hoc dalam menangani pengambilan data JSON, yang berpotensi menciptakan ketidakkonsistenan dan masalah kompatibilitas di masa depan.Â
Dengan demikian, pendekatan formal seperti yang diusulkan oleh Bourhis et al. (2019) . dalam bentuk "JSON navigational logic" dan bahasa kueri lainnya sangat penting. Mereka berargumen bahwa dengan mendefinisikan model data yang mendasari dan menyederhanakan operasi kueri untuk JSON, kompleksitas dalam pengelolaan data JSON dapat dikurangi secara signifikan.
Menariknya, masalah yang sering ditemui ketika menggunakan JSON, terutama dalam pengaturan skala besar atau di lingkungan yang berorientasi pada performa tinggi, adalah tidak adanya kemampuan navigasi data yang efisien. Sebagai contoh, MongoDB, salah satu basis data NoSQL paling populer yang menggunakan JSON sebagai format penyimpanan, sering kali harus mengandalkan filter dan operator kompleks untuk menjalankan kueri yang mendalam.Â