Mohon tunggu...
Miftahul Komar
Miftahul Komar Mohon Tunggu... Serabutan -

Ikhlas itu menikmati dan mensyukuri proses

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Superman vs Suparman Sang Guru Super

25 September 2015   05:43 Diperbarui: 25 September 2015   07:02 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayo tebak, kenapa Superman jubahnya di belakang ? Demikian penggalan dialog  iklan permen yang pernah ditampilkan di televisi swasta. Tidak peduli materi iklan berhubungan atau tidak dengan jenis barang yang diiklankan. Bagi pemirsa, pariwara seperti itu terasa lucu dan cukup menghibur. Yang perlu dipahami bahwa maksud penulis disini bukan mau berpolemik soal tersebut. Tetapi lebih kepada pembahasan sosok manusia super.

Superman adalah gambaran manusia serba bisa dan gagah perkasa. Ia lahir di pusat perfileman dunia, Hollywood, negerinya Barack Obama. Hadir sebagai super hero. Selalu siap membantu bagi yang membutuhkan. Tidak pernah punya batasan waktu dalam menolong. Kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja ia akan rela mengulurkan tangan memberikan bantuan.

Suparman adalah gambaran manusia sederhana. Ia lahir di daerah terpencil Gunung Sangar, Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia, yang jauh dari hiruk-pikuk kebisingan kota. Hadir sebagai seorang guru. Selalu siap membantu murid-murid yang membutuhkan ilmunya. Tidak pernah punya batasan waktu dalam mengamalkan pengetahuannya. Kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja ia akan rela memandaikannya.

Superman dan Suparman, keduanya sama-sama manusia super. Bila Superman bisa terbang tinggi di angkasa maka Suparman mampu menerbangkan anak didiknya keluar angkasa. Bila Superman bisa memberantas kejahatan maka Suparman bisa menjadikan murid-muridnya sebagai polisi, tentara, ketua KPK yang mampu memberantas kejahatan juga. Dan kita dengan bermacam-macam profesi yang digeluti saat ini pun adalah hasil dari sentuhan tangan dingin sang manusia super ; Guru.

Yang membedakan antara Superman dan Suparman adalah, pada yang di sebut pertama fiktif, hanya ada di kehidupan layar lebar. Sedang bagi yang kedua ada dalam kehidupan nyata . Sang super hero merupakan hasil imajinasi dari murid Suparman- Suparman lain (baca ; guru) yang ada di negeri Paman Sam. Ya, Superman bisa ada dalam pikiran pembuatnya dan di filemkan karena otak si pembuat telah diisi ilmu-ilmu hebat dari Suparman, sang guru dari Amrik. Jadi secara tidak langsung si pahlawan berjubah merah yang jago melayang itu lahir dibidani tangan-tangan terampil orang yang bergelar pahlawan tanpa tanda jasa ; guru. Dengan begitu jelas bahwa Suparman ternyata lebih super dari Superman. Dan cerita Suparman ini merupakan representatif dari sosok guru super. 

Apa itu guru super ? agak sulit mendefinisikan makna guru super. Karena setiap orang dengan latar belakang beragam tentu akan membuat arti yang beragam pula. Bagi penulis guru super sebenarnya mencerminkan kondisi seseorang yang punya kemampuan mengkombinasikan talenta yang dimiliki dengan kompetensi profesinya.

Talenta yang dimiliki akan semakin menonjol manakala diimbangi dengan kepribadian yang kuat. Disebut berkepribadian kuat ketika seseorang faham akan fungsi dirinya.

Ada tiga elemen penting yang membentuk pemahaman fungsi diri yakni  spiritualitas, mentalitas dan moralitas. Ketiganya harus menjadi satu kesatuan utuh dalam jiwa. Saling lengkap-melengkapi.

Spiritualitas memegang peran sangat penting. Bisa dikatakan ini sebagai dasar bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Untuk itu, ia harus kokoh dan tegak berdiri dalam jiwa. Spiritualitas hendaknya berisi  faktor ketauhidan. Dan ia harus benar-benar menghujam kedalam hati. Sehingga timbul kesadaran bahwa profesi guru yang dijalani merupakan satu wujud pengabdian kepadaNYA.

Sebagai efek dari kesadaran tentang profesi guru sebagai sarana ibadah maka mentalitas yang dibangun pun berupa mental juara. Berorientasi kepada kebaikan anak asuh. Selalu ingin melihat anak didiknya lebih maju dan lebih berprestasi. Tidak ada istilah menyerah demi kemajuan murid.

Bila dua hal diatas yakni spiritualitas dan mentalitas tejaga dengan apik, secara otomatis akan menghasilkan moralitas yang mumpuni. Moral yang memadai sebagai sosok yang pantas digugu dan ditiru. Apa yang dikatakan selalu sama dengan perbuatan. Selalu menelurkan dan menularkan suri tauladan. Serta berbagai macam kebaikan-kebaikan lainnya yang mungkin hadir dalam keseharian sebagai seorang pendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun