Mohon tunggu...
Miftahul Hasanah
Miftahul Hasanah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UIN Antasari Banjarmasin

Tugas Kuliah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengamati Kebenaran Sumber Pengetahuan

7 November 2020   06:35 Diperbarui: 8 November 2020   19:21 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: greatjoyman.com

*Dibuat untuk memenuhi tugas middle mata kuliah “Filsafat Ilmu

Oleh : Miftahul Hasanah (190102010001)

Salam, sobat filsafat! Manusia pada hakikatnya ialah makhluk yang memiliki hasrat keingintahuan besar, dan selalu mencoba untuk bisa mengembangkan sesuatu dari waktu ke waktu. Hal ini membuktikan bahwa manusia dengan daya berpikirnya selalu berusaha untuk mencari, meneliti, mengamati, merinci, dan melakukan pembuktian selama ia hidup. Memecahkan, mendalami, dan mengembangkan sesuatu yang diketahui agar mendapatkan suatu kebenaran lewat proses berpikir logis maupun kritis merupakan langkah berfilsafat. Dari rasa ingin-tahu yang besar inilah pada akhirnya akan muncul bibit-bibit pengetahuan dan akan melahirkan suatu ilmu yang relevan bagi khalayak umum melalui serangkaian metode ilmiah untuk dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan, sobat.

Sebagaimana dalam kajian filsafat ilmu atau filsafat pengetahuan (epistemologi), dasar-dasar pengetahuan itu meliputi tiga cakupan, yakni; hakikat, jenis, dan sumber. Salah-satu diantara ketiga cakupan tersebut, yang akan saya dibahas disini ialah terkait dengan "sumber-sumber pengetahuan".

Sobat, tak jarang kita dibingungkan dengan yang mana sih sumber yang valid kebenarannya. Sebab itu, hal terkait sumber pengetahuan menjadi perlu kita ketahui sebagai dasar untuk memudahkan aktivitas keilmuan, juga dalam penggalian kebenaran, apalagi bagi kita yang aktif dalam bidang akademik ini, perlu sekali mengenali yang namanya sumber-sumber pengetahuan, sobat.

Menurut Abbas Hamami, kata “kebenaran” bisa digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak. Adanya kebenaran itu selalu dihubungkan dengan pengetahuan manusia (subyek yang mengetahui) mengenai suatu obyek. Jadi, kebenaran ada pada seberapa jauh subjek mempunyai pengetahuan mengenai objek. Sedangkan pengetahuan berasal mula dari banyak sumber. Sumber-sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai ukuran kebenaran.

Maka dari itu, mari kita kenali apa saja sumber-sumber pengetahuan tersebut dan bagaimana kebenarannya. Dalam perjalanan filsafat, terdapat empat sumber pengetahuan, yakni:

1) Sumber Pengetahuan empiris, sumber pengetahuan empiris didasarkan dari sebuah pengalaman, yang berarti; segala hal yang telah terjadi, tampak, serta dapat diamati. Peran dari indera kita dianggap menjadi sumber utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Sedangkan, keberadaan dan peran akal justru dikesampingkan, sobat.

Kebenaran pengetahuan menurut pengikut aliran yang menganut sumber ini (realism), hanya didasarkan pada fakta-fakta yang ada di lapangan, maupun lewat pengalaman yang konkret atas gejala alamiah yang terjadi di muka bumi. Contohnya; seperti kita yang merasakan tangan terbakar setelah terkena percikan api, menyebut langit siang berwarna biru karena warna yang tampak ialah biru, dan begitu seterusnya.

Kebenaran pengetahuan inderawi (penglihatan) harus dibuktikan dengan kemampuan indera untuk menangkap hal atau obyek inderawi dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penglihatan dapat menghasilkan pengetahuan tentang warna, ruang, ukuran besar/kecilnya obyek, serta adanya suatu gerak atau perubahan. Sesuai dengan perspektif penglihatan disadari bahwa penangkapan penglihatan sering tidak tepat. Kita mengalami tipu mata. Misalnya, bintang yang semestinya besar tampak di penglihatan sebagai bintang kecil; sepasang rel kereta api yang seharusnya sejajar ternyata tampak di penglihatan sebagai yang semakin menciut di kejauhan.

Yang dapat ditarik disini, bahwa nyatanya terdapat kelemahan apabila kebenaran hanya didasarkan dari sumber pengalaman saja, pengalaman juga tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Sisi indera manusia memiliki keterbatasan untuk menangkap fenomena, dan persepsi seseorang juga dapat berbeda dalam menerima sebuah pengalaman, akal/rasio pada dasarnya dibutuhkan untuk menjawab dan memecahkan permasalahan.

2) Sumber pengetahuan rasionalisme, pengetahuan bersumber dari rasio/akal. Akal dianggap sebagai dasar dan tolak ukur bagi kebenaran dan kepastian pengetahuan. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Disini, fungsi pancaindra hanya untuk memperoleh data-data dari alam nyata dan kemudian akal-lah yang menghubungkan data-data itu antara satu dengan yang lain.

Dalam penyusunan pengetahuan, akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Contohnya; pernyataan tentang sebuah garis lurus itu merupakan jarak terdekat antara dua titik, disini indera kita menyaksikan, lalu ide atau akal menafsirkan data yang ditangkap indera tersebut. Aliran dari paham ini sering disebut sebagai idealism.

Namun sobat, sumber yang apabila hanya berdasarkan pada rasio/akal itu jika dikaji memiliki suatu kelemahan juga. Dimana, sebagai manusia nyatanya kita tidak dapat memperoleh kebenaran pengetahuan hanya melalui pemikiran saja. Kebenaran rasio didasarkan pada pemakaian akal budi atau pemikiran agar dapat berpikir secara lurus, yaitu mengikuti kaidah-kaidah berpikir logis, sehingga tidak mengalami kesesatan dalam berpikir. Karena apa yang kita benarkan dalam akal budi belum tentu suatu kebenaran di lapangan.

3) Sumber pengetahuan wahyu, ialah dimana sumber pengetahuan itu berdasarkan pengetahuan dan kebenaran pada teks/kitab suci/wahyu yg berasal dari tuhan (revealed knowledge). Pengetahuan wahyu ini ialah pengetahuan yang diturunkan oleh tuhan lewat perantara para utusannya untuk disampaikan kepada umat manusia. Para utusan memperoleh wahyu atas kehendak-Nya.

Bagi umat muslim, pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan bagi para nabi. Hal ini lah yang membedakan nabi dengan manusia-manusia lainnya. Sobat, wahyu ini merupakan hal yang erat kaitannya dengan keyakinan, kepercayaan, yang bersifat mutlak dan wajib diikuti oleh penganutnya. Sebagian besar nilai yang terkandung di dalamnya bersifat “mistis”, artinya; tidak dapat dinalar secara sederhana melalui akal apalagi indrawi.

Wahyu memiliki kebenaran yang hakiki, dan tak dapat diganggu gugat kebenarannya oleh siapapun, karena tuhan ialah satu-satunya pemilik kuasa. Wahyu berisi bagaimana relasi manusia kepada tuhannya maupun terhadap sesama serta lingkungan. Wahyu disampaikan agar menjadi dasar pengetahuan, meliputi ilmu, kisah, maupun hukum bagi segala tindak tanduk kehidupan. Kebenaran wahyu didasarkan pada pengalaman hidup yang berdasarkan pada kepercayaan orang bersangkutan.

4) Sumber pengetahuan intuisi, menurut Henry Bergson, intuisi adalah hasil dari revolusi pemahaman yang tertinggi. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi (pasti). Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan.

Jujun dalam bukunya mengatakan; pengetahuan intuisi dipergunakan hanya sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam metode keilmuan untuk menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran.

Bagi Nietzsche, intuisi merupakan “inteligensi yang paling tinggi” dan bagi Maslow, intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience). Seseorang yang mendapat sumber pengetahuan intuisi ini bisa tiba-tiba mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan yang sebelumya sudah diusahakan namun malah menemui kebuntuan, bisa juga memperoleh intuisi tanpa melewati proses berpikir yang berliku-liku yang datang di luar kesadarannya.

Kebenaran intuitif didasarkan pada penangkapan bathin secara langsung (konkursif) yang dilakukan oleh orang bersangkutan, tanpa melalui proses penalaran.

Mengenai manakah sumber pengetahuan yang benar-benar menyajikan kebenaran, maka disimpulkan begini;

Setiap pengikut aliran, pastilah mengklaim kebenaran sumber pengetahuan yang dianutnya. Misalnya; pengikut aliran realism atau empirism, maka mereka akan mengklaim akan kebenaran pengalaman inderawi sebagai suatu sumber pengetahuan, dan begitu juga pengikut aliran yang lain. Meski begitu, tidak sedikit pula yang justru menggabungkan atau memakai semua sumber pengetahuan yang telah diuraikan tadi. 

Dari keempat sumber tersebut, kebenaran hakiki ialah jelas yang bersumber dari tuhan dan tak akan mungkin terbantahkan. Sedangkan, bagi sumber yang didasarkan pada rasio/akal maupun pengalaman empiris, masing-masing memiliki metodenya sendiri dalam menjadikan dirinya sebagai suatu sumber yang benar. Intuisi yang muncul tiba-tiba bisa saja bekerja membantu dalam menemukan kebenaran.

Sobat, sedikit menambahkan. Seperti yang telah disampaikan di awal, pengetahuan dapat dibuktikan suatu kebenarannya melalui adanya "Metode Ilmiah", inilah metode terbaik untuk memperoleh pengetahuan yang ilmiah, sehingga dapat diterima oleh akal/rasio dan dapat dibuktikan secara empiris. Maka dari itu, metode ini menggabungkan dua sumber, yaitu rasio dan empiris.

Melalui metode ilmiah, pengetahuan diperoleh melalui penelitian yang sistematis, objektif, terkontrol, dan dapat diuji secara induktif dan deduktif. Metode ilmiah mengacu pada serangkaian prosedur untuk menyelidiki fenomena, memperoleh pengetahuan baru, atau memperbaiki dan mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode penyelidikan harus didasarkan pada pengumpulan bukti empiris dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran tertentu, sehingga pengetahuan dapat dipertanggung jawabkan adanya. Metode ilmiah ini merupakan prosedur atau jalan dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.

Nah sobat, begitu kiranya yang dapat saya uraikan dalam artikel kali ini. Bagi kita yang sedang belajar, perlu kita ketahui bahwa “Tujuan pendidikan adalah kemajuan pengetahuan dan penyebaran kebenaran” (John F. Kennedy). Pengetahuan adalah suatu hal yang tak terjangkau luasnya, masih sangat banyak yang belum diketahui. Kata Socrates; “Orang yang bijaksana adalah orang yang tahu bahwa dia tidak tahu”. Sadari bahwa kita merupakan orang yang tidak tahu, sampai kita tak pernah mau berhenti untuk mencari tahu. Tetaplah saja merasa bodoh, sampai kita tak mau berhenti belajar. Jangan pernah merasa cukup akan ilmu, bersemangat dan pantang menyerah untuk selalu membuka jendela wawasan.. -Reminder for our self .

Salam Filsafat, tabik!

Referensi:

Baihaqi, Muhamad. 2018. Filsafat Umum Zaman Now. Pati: CV Kataba Group

Lies Soedibyo, dkk. 2014. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Deepublish

Muhtar. 2019. Tesis dan Disertasi dalam Kebenaran Ilmiah. Jember: CV Pustaka Mandiri

Susanto, Ahmad. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara

Wahana, Paulus. Menguak Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Dan Aplikasinya Dalam Kegiatan Perkuliahan. 
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 3, Desember 2008

Welhendri Azwar dan Muliono. 2019. Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun