2) Sumber pengetahuan rasionalisme, pengetahuan bersumber dari rasio/akal. Akal dianggap sebagai dasar dan tolak ukur bagi kebenaran dan kepastian pengetahuan. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Disini, fungsi pancaindra hanya untuk memperoleh data-data dari alam nyata dan kemudian akal-lah yang menghubungkan data-data itu antara satu dengan yang lain.
Dalam penyusunan pengetahuan, akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Contohnya; pernyataan tentang sebuah garis lurus itu merupakan jarak terdekat antara dua titik, disini indera kita menyaksikan, lalu ide atau akal menafsirkan data yang ditangkap indera tersebut. Aliran dari paham ini sering disebut sebagai idealism.
Namun sobat, sumber yang apabila hanya berdasarkan pada rasio/akal itu jika dikaji memiliki suatu kelemahan juga. Dimana, sebagai manusia nyatanya kita tidak dapat memperoleh kebenaran pengetahuan hanya melalui pemikiran saja. Kebenaran rasio didasarkan pada pemakaian akal budi atau pemikiran agar dapat berpikir secara lurus, yaitu mengikuti kaidah-kaidah berpikir logis, sehingga tidak mengalami kesesatan dalam berpikir. Karena apa yang kita benarkan dalam akal budi belum tentu suatu kebenaran di lapangan.
3) Sumber pengetahuan wahyu, ialah dimana sumber pengetahuan itu berdasarkan pengetahuan dan kebenaran pada teks/kitab suci/wahyu yg berasal dari tuhan (revealed knowledge). Pengetahuan wahyu ini ialah pengetahuan yang diturunkan oleh tuhan lewat perantara para utusannya untuk disampaikan kepada umat manusia. Para utusan memperoleh wahyu atas kehendak-Nya.
Bagi umat muslim, pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan bagi para nabi. Hal ini lah yang membedakan nabi dengan manusia-manusia lainnya. Sobat, wahyu ini merupakan hal yang erat kaitannya dengan keyakinan, kepercayaan, yang bersifat mutlak dan wajib diikuti oleh penganutnya. Sebagian besar nilai yang terkandung di dalamnya bersifat “mistis”, artinya; tidak dapat dinalar secara sederhana melalui akal apalagi indrawi.
Wahyu memiliki kebenaran yang hakiki, dan tak dapat diganggu gugat kebenarannya oleh siapapun, karena tuhan ialah satu-satunya pemilik kuasa. Wahyu berisi bagaimana relasi manusia kepada tuhannya maupun terhadap sesama serta lingkungan. Wahyu disampaikan agar menjadi dasar pengetahuan, meliputi ilmu, kisah, maupun hukum bagi segala tindak tanduk kehidupan. Kebenaran wahyu didasarkan pada pengalaman hidup yang berdasarkan pada kepercayaan orang bersangkutan.
4) Sumber pengetahuan intuisi, menurut Henry Bergson, intuisi adalah hasil dari revolusi pemahaman yang tertinggi. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi (pasti). Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan.
Jujun dalam bukunya mengatakan; pengetahuan intuisi dipergunakan hanya sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam metode keilmuan untuk menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran.
Bagi Nietzsche, intuisi merupakan “inteligensi yang paling tinggi” dan bagi Maslow, intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience). Seseorang yang mendapat sumber pengetahuan intuisi ini bisa tiba-tiba mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan yang sebelumya sudah diusahakan namun malah menemui kebuntuan, bisa juga memperoleh intuisi tanpa melewati proses berpikir yang berliku-liku yang datang di luar kesadarannya.
Kebenaran intuitif didasarkan pada penangkapan bathin secara langsung (konkursif) yang dilakukan oleh orang bersangkutan, tanpa melalui proses penalaran.
Mengenai manakah sumber pengetahuan yang benar-benar menyajikan kebenaran, maka disimpulkan begini;