Ulah Capres 01 Joko Widodo (Jokowi) yang menyerang pribadi Capres 02 Prabowo Subianto dengan menyingggung soal lahan yang dikuasai Prabowo Subianto dalam debat kedua pilpres 2019 berbuntut panjang. Jokowi menyebut, Prabowo memiliki lahan seluas 220.000 hektar di Kalimantan Timur dan 120.000 hektar di Aceh.
Pada saat berlangsungnya debat, Prabowo pun menanggapi pernyataan Jokowi tersebut dengan mengatakan bahwa ratusan hektar lahan tersebut berstatus Hak Guna Usaha (HGU). Karena statusnya HGU, jadi sewaktu-waktu lahan tersebut dapat diambil kembali oleh negara.
Pernyataan ini pun menjadi polemik bahkan menjadi bumerang bagi Jokowi dan timnya sendiri. Tentu saja ini adalah aksi bunuh diri Jokowi karena memilih isu yang salah kaprah untuk menyerang Prabowo. Atas pernyataan itu, Jokowi langsung dilaporkan ke Bawaslu keesokan harinya.
Tim Advokat Indonesia Bergerak (TAIB) melaporkan Jokowi dengan tuduhan pelanggaran Pasal 280 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu mengatur kandidat, tim sukses, maupun penyelenggara pemilu dilarang menghina terkait SARA dan peserta pemilu
Jokowi salah sasaran karena ingin menggambarkan bahwa Prabowo memiliki lahan pribadi yang besar, sementara Jokowi ingin hadir sebagai sosok yang memberikan lahan kepada masyarakat kecil.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun bahkan memberikan penjelasan dan membela Prabowo terkait isu kepemilikan lahan ini. Menurut Jusuf Kalla, Prabowo memang menguasai lahan ratusan hektar di Kaltim dan Aceh, namun hal itu sudah sesuai dengan undang-undang. Dia juga mempertanyakan dimana letak kesalahannya, dan Jusuf Kalla yang kebetulan menjabat sebagai wakil presiden saat itu mengaku dirinya lah yang memberikan izin.
Direktur Media dan Komunikasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Hashim Djojohadikusumo menjelaskan bahwa lahan Prabowo di Aceh dan Kaltim merupakan aset-aset yang diselamatkan lewat lelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 20014 silam. Ada pengusaha besar yang saat itu wanprestasi tidak bisa bayar kembali ke perbankan nasional, karena itu diambil oleh BPPN tahun 1998.
Fakta baru yang kemudian terungkap lagi, ternyata Jokowi menikmati manfaat dari hasil  pengelolaan Prabowo, bahkan digunakannya sebagai biaya kampampaye di pemilihan gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012, yang kemudian mengantarkannya menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta waktu itu.
Setelah itu, belum 2 tahun menjadi Gubernur DKI, Jokowi akhirnya terpilih menjadi Presiden RI. Jika Jokowi menyadari fakta ini, seharusnya dia malu dan tak menyinggung hal itu di debat kedua pilpres beberapa hari yang lalu.
Berani kah Jokowi buka kepemilikan lahan orang-orang di sekitarnya?
Jika Jokowi berani membuka kepemilikan lahan Prabowo di hadapan publik, mestinya Jokowi juga membuka kepemilikan lahan orang-orang yang berada di internal timnya. Banyak jenderal, pengusaha dan politisi yang bahkan memiliki tanah berstaus HGU yang lebih luas dan banyak dari Prabowo.
Para pengusaha dan konglomerat pemilik lahan di sekitar Jokowi bukan rahasia lagi, harusnya Jokowi mengerti hal itu. Jokowi tidak menyadari bahwa pernyataannya itu akan menimbulkan efek domino yang merugikan dirinya di pilpres 2019. Jokowi sendiri memang tidak bergelut dengan usaha atau industri perkebunan dan pertambangan, namun di lingkaran Jokowi, orang kepercayaannya yang bergelut di industri serupa dengan Prabowo ialah Luhut Binsar Panjaitan.
Luhut menggeluti usaha bidang pertambangan dan perkebunan melalui grup usaha PT Toba Sejahtra. Korporasi tersebut menaungi sejumlah anak usaha yang bergerak di bidang energi, kelistrikan pertambangan, properti, industri, minyak dan gas, serta perkebunan dan hutan tanaman industri. Luhut memiliki kepemilikan saham mencapai 99,9 persen di perusahaan yang terbentuk pada 2004 tersebut. Jika mau diungkapkan, masih banyak pengusaha yang menguasai lahan luas di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H