Mohon tunggu...
Miftahudin
Miftahudin Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan

Suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Perdamaian Itu Rapuh

17 Juli 2024   19:31 Diperbarui: 17 Juli 2024   19:42 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mari saya ceritakan sebuah narasi tentang sebuah perang:

Di sebuah negeri yang subur dan makmur, ketegangan antara dua kerajaan yang berkuasa tumbuh dan mencapai titik puncak. Kedua kerajaan, dengan sejarah panjang konflik dan ambisi kekuasaan, akhirnya terlibat dalam konflik besar yang melibatkan pasukan besar dan strategi perang yang canggih.

Dari langit, burung-burung hitam memberikan pertanda atas tibanya musibah yang akan melanda. Angin bertiup dengan keras, awan hitam menutupi langit, dan petir menyambar di langit sebagai pertanda pertempuran yang akan segera terjadi.

Prajurit dari kedua pihak bersiap-siap untuk perang mendebarkan yang akan menentukan takdir kerajaan mereka. Pasukan terlatih dengan baik, memegang senjata mereka dengan teguh, siap untuk melindungi tanah air mereka dan mempertahankan kehormatan serta keyakinan mereka.

Saat fajar menyingsing di ufuk timur, kedua pasukan bertemu di medan perang yang luas. Amarah dan keberanian memenuhi udara, suara tabuh perang bergema di sekitar, dan langkah kaki pasukan saling berhadapan dengan ketegangan yang terasa.

Perang pun dimulai, dengan serangan dan pertahanan yang penuh semangat. Darah, keringat, dan air mata menyatu di medan perang yang dipenuhi dengan keberanian dan pengorbanan. Namun, di balik gemuruh senjata, terdapat pula keinginan damai dan harapan untuk kedamaian yang abadi.

Di akhir pertempuran yang panjang dan melelahkan, pasukan salah satu kerajaan akhirnya menang dalam pertempuran sengit itu. Namun, kemenangan itu tidak datang tanpa pengorbanan besar dari kedua pihak. Luka-luka, duka, dan kenangan perang akan selalu menghantui hati para prajurit yang bertempur dengan gagah berani.

Pertempuran itu tidak hanya meninggalkan bekas luka fisik, tetapi juga meninggalkan pelajaran tentang arti perdamaian, solidaritas, dan keberanian di tengah cobaan. Keharmonisan dan kedamaian akhirnya bersinar, menandai akhir dari konflik yang merenggut begitu banyak nyawa.

***

Bahwa "perdamaian itu rapuh" mencerminkan kesadaran akan kerapuhan dan ketidakpastian yang terkait dengan keberlangsungan perdamaian dalam dunia yang kompleks dan terus berubah. Perdamaian, meskipun diinginkan oleh semua orang, sering kali rentan terhadap goncangan, konflik, dan ketegangan yang dapat mengancam stabilitas dan harmoni.

Perdamaian sering kali bergantung pada kerja keras, kerjasama, dialog, dan kesepakatan antara individu, kelompok, atau negara-negara untuk menjaga keseimbangan, toleransi, dan pengertian bersama. Namun, dalam realitasnya, faktor-faktor seperti perbedaan ideologi, kepentingan politik, ketidakadilan sosial, atau konflik kepentingan dapat mengganggu atau merusak perdamaian yang telah diupayakan.

Kesadaran bahwa perdamaian memiliki kedudukan yang rapuh menjadi penting dalam upaya menjaga dan memperkuat perdamaian. Upaya untuk memahami akar penyebab konflik, mempromosikan dialog antara pihak yang berseteru, dan membangun kepercayaan antara berbagai pihak merupakan langkah-langkah penting dalam memperkuat fondasi perdamaian.

Perdamaian yang rapuh juga menyoroti pentingnya kepemimpinan yang bijaksana, keberanian yang besar, dan komitmen yang kuat dari seluruh pihak terlibat dalam memperjuangkan perdamaian yang berkelanjutan. Pendekatan yang inklusif, pemberdayaan masyarakat, dan upaya untuk menyelesaikan konflik secara damai merupakan langkah-langkah kunci dalam merawat perdamaian.

Dengan memahami kerapuhan perdamaian, kita mendorong kesadaran akan pentingnya menjaga, merawat, dan memperkuat nilai-nilai perdamaian dalam setiap interaksi dan kehidupan sehari-hari. Kepemimpinan, kesadaran, dan tindakan yang berkelanjutan semakin mendekatkan kita pada impian akan perdamaian yang berkelanjutan dan berdaya tahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun