Maftuh, pemuda dengan ciri fisik tinggi, berhidung mancung, kembali ke kampung halaman setelah 4 tahun merantau ke Negeri Jiran.
Juni, 2002.Wajahnya berbinar bahagia, cerah, ceria. Saatnya telah datang. Menepati janji bersama teman karibnya, Mashud.
Mereka berteman sejak kecil. Duduk sebangku dari SD, SMP, sampai SMK. Persahabatan mereka begitu lekat. Jika ke mana-mana selalu berdua. Sekolah, mengaji, menggembala sapi, main bola dan catur. Para tetangga selalu mengatakan, di mana ada Maftuh di sana ada Mashud. Atau sebaliknya. Orang-orang iseng menamai mereka berdua dengan singkatan 2 M. Maftuh Mashud.
Dua pemuda itu tidak memiliki hubungan darah, namun secara spirit kedekatan mereka melebihi saudara. Berdua memiliki semangat dan cita-cita yang sama. Ingin kuliah di perguruan tinggi yang sama, mengambil program studi yang sama pula. Sama-sama ingin menjadi insinyur, terinspirasi kisah Si Doel Anak Sekolahan. Betapa membanggakannya anak desa menjadi insinyur. Begitulah bayangan dua pemuda itu.
Sayangnya, baik Maftuh maupun Mashud sama-sama berasal dari keluarga pas-pasan. Keluarga mereka memutar otak untuk dapat membiayai sekolah selama 12 tahun. Jika ingin kuliah tentulah perlu mencari uang sendiri dan mengumpulkannya dulu.
Lalu setamat SMK Maftuh langsung bekerja di luar negeri disalurkan pihak sekolah. Sementara Mashud memilih kerja di Jakarta karena tak diizinkan Ibu bekerja di luar negeri. Dengan berat hati mereka berdua harus berpisah untuk pertama kali. Berdua akan merindukan masa-masa berangkat sekolah bareng, mengaji bareng, main bola dan catur, kangen menggembala juga. Sebelum berangkat merantau mereka berjanji akan daftar bareng ke perguruan tinggi yang telah mereka incar.
Pukul 08.00.
Maftuh sampai di rumah. Keluarganya menyambut gembira penuh haru. Ibu sampai berlinang air mata.
"Alhamdulillah, Nak, akhirnya kamu pulang setelah sekian lama merantau di negeri orang"
Anak dan Ibu berpelukan melepas rindu berat di saksikan Bapak, Kakak, Adik.
"Alhamdulillah, aku senang sekeluarga sehat" ucap Maftuh.