Pemilu 2024 di Indonesia, yang akan dilaksanakan pada 14 Februari, kembali diwarnai oleh praktik politik uang atau money politics, yang dikenal dengan istilah "serangan fajar". Praktik ini melibatkan pemberian uang atau barang kepada pemilih dengan tujuan untuk mempengaruhi pilihan mereka. Dalam konteks Islam, praktik ini dianggap haram dan bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran.
Politik uang adalah fenomena di mana calon pemimpin memberikan imbalan kepada pemilih untuk mendapatkan suara mereka. Serangan fajar sering kali terjadi menjelang hari pemungutan suara, di mana calon legislatif atau eksekutif membagikan uang, sembako, atau barang lain kepada masyarakat. Fenomena ini telah menjadi budaya yang dianggap lumrah dalam politik Indonesia, meskipun secara hukum dilarang. Menurut UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, baik pemberi maupun penerima dalam praktik politik uang dapat dikenakan sanksi pidana. Namun, kenyataannya, praktik ini masih marak terjadi karena lemahnya penegakan hukum dan budaya permisif di masyarakat yang menganggap politik uang sebagai hal yang biasa.
Dalam perspektif Islam, politik uang termasuk dalam kategori risywah (suap), yang jelas-jelas dilarang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa baik memberi maupun menerima imbalan dalam bentuk apapun untuk mempengaruhi pemilih adalah haram. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang melaknat penyuap dan penerima suap.Praktik politik uang dianggap merusak integritas demokrasi dan menghilangkan hak pilih yang seharusnya bebas dari pengaruh materi. Dalam Al-Qur'an, Allah melarang memakan harta dengan cara yang haram, termasuk melalui suap.
Praktik politik uang tidak hanya merugikan individu yang terlibat tetapi juga berdampak luas pada sistem demokrasi. Pemimpin yang terpilih melalui praktik ini cenderung lebih fokus pada pengembalian modal yang dikeluarkan selama kampanye daripada menjalankan amanah rakyat. Hal ini menciptakan siklus korupsi dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Dalam konteks tasawuf, praktik politik uang bertentangan dengan nilai-nilai spiritualitas dan etika yang diajarkan dalam Islam. Tasawuf menekankan pentingnya kejujuran, integritas, dan niat baik dalam setiap tindakan. Seorang pemimpin seharusnya memimpin dengan hati nurani dan bukan berdasarkan kepentingan materi semata. Tasawuf mengajarkan bahwa setiap individu harus menjaga akhlak dan moralitasnya, termasuk dalam ranah politik. Mengambil atau memberikan suap berarti mengorbankan prinsip-prinsip tersebut demi keuntungan sesaat.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya pencegahan yang lebih efektif. Edukasi kepada masyarakat tentang bahaya politik uang dan pentingnya memilih berdasarkan kualitas calon adalah langkah awal yang penting. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku politik uang harus diperkuat agar dapat memberikan efek jera.
Politik uang merupakan tantangan serius bagi Pemilu 2024 di Indonesia. Dalam pandangan Islam dan tasawuf, praktik ini tidak hanya dilarang tetapi juga merusak integritas sistem demokrasi. Masyarakat perlu lebih kritis dalam menggunakan hak suara mereka dan menolak segala bentuk iming-iming materi dari calon pemimpin. Dengan demikian, diharapkan Pemilu 2024 dapat berjalan jujur dan adil sesuai dengan nilai-nilai Islam serta prinsip-prinsip demokrasi yang sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H