Mohon tunggu...
Muhammad Miftah Jauhar
Muhammad Miftah Jauhar Mohon Tunggu... Guru - Sciences and Islam

Specialization in molecular biology

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Narasi Pola Pergerakan Mahasiswa Islam Kini dan Masa Depan

30 Maret 2019   22:45 Diperbarui: 30 Maret 2019   22:57 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sepanjang sejarah Indonesia, dinamika yang kerap terjadi pada bangsa ini tidak terlepas dari dinamika pergerakan dari kelompok-kelompok di Indonesia yang senantiasa memantau negeri ini. Pergerakan yang ada sebagian besar berdasarkan dari ideologi yang dibawa masing-masing. Salah satu dari pergerakan yang ada di Indonesia tentu pergerakan dengan basis ideologi Islam yang digerakkan oleh para mahasiswa.

Seorang tokoh pergerakan Islam di Indonesia sekarang menceritakan bahwa terdapat 3 fase pola gerak Islam di Indonesia, terutama di lingkungan kampus. Fase pertama yaitu fase sebelum tahun 1970an, saat nuansa Islam di kampus masih bernuansa kuat dengan 2 entitas besar Islam di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU). 

Pada fase ini, perkembangan Islam di kampus masih belum terlihat adanya perkembangan signifikan, kegiatan bernuansa Islam pun berupa kegiatan kolot yang sepi dari pengunjung dibandingkan kegiatan yang bernuansa non keagamaan terutama Islam. Fase kedua yaitu saat pemerintah Indonesia mencetuskan NKK BKK sebagai respon pemerintah yang risih terkait kegiatan politik kampus. 

Beberapa pihak berpendapat bahwa mahasiswa saat itu sangat aktif dalam mengkritik pemerintah, sehingga pemerintah melarang segala kegiatan berbasis politik di kampus. Hal ini terjadi sekitar tahun 1978 dan membuat kalangan mahasiswa kehilangan ruang untuk berapresiasi, ruang selain akademik, dan ruang kritis mahasiswa. 

Namun justru karena adanya pelarangan tersebut dari pemerintah, nuansa baru yang tidak terpikirkan oleh pemerintah muncul, kegiatan keagamaan terutama Islam merebak di lingkungan kampus. Diadakannya kajian-kajian keislaman, adanya dauroh/pelatihan mahasiswa, dan salah satu akibatnya adalah munculnya Lembaga Dakwah Kampus pertama kali di Indonesia yaitu Jama'ah Shalahuddin (JS) UGM. 

Pada fase ini, perkembangan Islam di Indonesia terutama lingkungan kampus sangat signifikan. Di UGM, dengan bantuan JS UGM melalui kegiatan Lautan Jilbab oleh Cak Nun berhasil membuat gebrakan baru terkait pemakaian jilbab oleh mahasiswi Islam, yang sebelumnya pemakaian jilbab dipandang aneh, setelah kegiatan tersebut justru pemakaian jilbab menjadi sebuah pemandangan yang biasa.

Fase ketiga berjalan cukup lama hingga sampai pada fase ketiga, yaitu saat pergerakan Islam dari luar negeri masuk ke Indonesia dan mulai merambah ke lingkungan kampus. Beberapa pergerakan Islam dari luar negeri seperti Salafi, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin. 

Kondisi berbeda yang dibawa oleh pergerakan-pergerakan luar ini ternyata disambut baik oleh para aktivis Islam mahasiswa, dan pergerakan tersebut mulai berintegrasi dengan pergerakan Islam di Indonesia, tentu banyak juga mahasiswa bahkan masyarakat Islam Indonesia yang masuk dalam pergerakan-pergerakan tersebut.

Hingga sekarang, pergerakan Islam di kampus masih berlanjut dari fase terakhir diatas, tentu dengan perkembangan-perkembangan baru yang ada, karena kondisi pergerakan-pergerakan di Indonesia sangatlah dinamis. 

Pertanyaan yang diajukan sekarang adalah narasi yang ingin dibentuk seperti apa dengan melihat segala kondisi saat ini? Dari sekian banyak pergerakan Islam yang ada, mereka memiliki satu esensi yang sama, yaitu kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang bernuansa Islam. 

Bernuansa Islam disini tentu berbeda-beda dari masing-masing pergerakan Islam. Saudara-saudara dari Hizbut Tahrir mendefinisikan kehidupan Islam dengan pencapaian sistem negara dengan basis Islam atau yang kita pahami sebagai sistem khilafah. 

Adapun saudara di NU mendefinisikan sebagai Islam yang tetap menjunjung budaya Nusantara. Lain hal nya dengan saudara dari Salafi yang mendefinisikan sebagai Islam yang murni tanpa adanya pengaruh bid'ah, kurafat, dan takhayul. Jika kita tarik bersama, esensi kehidupan dengan nuansa Islam akan menjadi sebuah peradaban Islam yang lahir di Indonesia.

Permasalahan yang dihadapi oleh para aktivis Islam berbeda-beda setiap masanya. Jika dahulu pemakaian jilbab bagi muslimah saja masih menjadi isu yang sensitif dan strategis, maka saat ini para aktivis Islam harus bisa membaca permasalahan apa yang paling dirasa menjadi momok besar dalam menghambat perkembangan Islam di Indonesia. 

Timbulnya feminisme, timbulnya Islam radikal, timbulnya Islam liberal menjadi sebuah penanda, bahwa ranah pemikiran yang sekarang menjadi sangat kuat arus perlawanannya. Aktivis Islam masa ini dituntut untuk dapat berpikir rasional dalam menggambarkan Islam rahmatan lil alamin itu seperti apa, tentu dengan basic tauhid yang kokoh. 

Oleh karena itu, pembentukan world view Islam menjadi sangat dibutuhkan oleh para aktivis Islam. Dengan itu, kita dapat melihat kondisi masa depan, narasi yang dibentuk menjadi sebuah narasi yang kokoh.

Salah satu ustadz di Yogyakarta berkata, "Dakwah keilmuan merupakan dakwah yang menyatukan segala perbedaan dalam pergerakan Islam". Keilmuan, menjadi sebuah narasi besar yang bisa menjadi akselerator perkembangan Islam di Indonesia. Basic world view Islam yang ada akan menjadi pondasi dakwah keilmuan. 

Perbedaan dengan karakteristik dakwah sebelumnya adalah, poin keilmuan adalah poin advance, diatas bahasan syariat Islam yang sudah menjadi nilai pasti. Jika kita analogikan seperti bahasan fiqih kontemporer. Praktiknya adalah bagaimana nilai-nilai keilmuan yang ada di Indonesia menjadi sebuah budaya ilmu Islam. 

Pola strategi ini akan mempercepat lahirnya peradaban Islam, karena sejatinya, peradaban lahir diatas ilmu-ilmu yang kokoh, dan saat ilmu yang ada memiliki 2 karaktersitik Islam yaitu liberasi dan transendental, maka ilmu lahir menjadi sebuah ekspresi Islam tidak hanya penampakkan luar, namun makna ilmu itu sendiri. Hal ini menuntut para aktivis Islam menjadi seorang intelektual muslim. Intelektual muslim memiliki 3 kemampuan dasar yaitu pondasi Islam yang kokoh, rasa memiliki terhadap umat Islam, dan cara pandang Islam. 

Maka para intelektual muslim ini dapat mengintegrasikan ilmu dengan islam menjadi akhlak dan akhlak saat digunakan dalam masyarakat akan bernilai hikmah. Dan output terakhir yang mereka miliki adalah mereka sadar sebagai bagian dari masyarakat dan terus berupaya menjadi Agent of Change dalam menciptakan peradaban Islam.

Ustadz ternama di Indonesia pernah mengatakan, "perang fisik terjadi saat itu juga dan berakhir saat itu pula, berbeda dengan perang ideologi, perang ini walaupun secara fisik sudah musnah namun ideologi musush belum tentu hilang dan akan terus beregenerasi". 

Maka, Islam sebagai salah satu ideologi di dunia akan terus berkembang, dan dunia kini menunggu apa yang bisa dilakukan para aktivis pergerakan Islam dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun