Mohon tunggu...
MiftahIrfan
MiftahIrfan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Balik Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong Un

20 Maret 2018   14:01 Diperbarui: 20 Maret 2018   14:11 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kasus konflik perang dingin diatara dua pimpinan negara Donald Trump (US)  dan Kim Jong Un (Korut) dipicu oleh penegasan Presiden Trump terhadap Kim Joung Un untuk melakukan denuklirisasi atau Amerika memaksa korut untuk menghentikan uji coba nuklirnya yang dapat menyebabkan situasi Geopolitik di Semenanjung Korea semakin memanas. dalam teorinya adalah jika suatu negara melakukan meningkatan kekuatan militier maka negara tetangganya akan merasa terancam.

Jika suatu negara merasa terancam dan melakukan tindakan yang sama, maka boleh jadi hipotesis perang dunia ketiga yang berawal dari semenanjung Korea tersebut akan terjadi. negara-negara yang akan merasa terancam dengan uji coba nuklir yang dilakukan kan oleh korut adalah Jepang dan Korea Selatan, dimana kedua negara tersebut memiliki afiliasi politik dengan negara adidaya Amerika Serikat dengan persamaan ideologi liberal kapitalisme. ideologi yang dianut tersebut tentunya berseberangan dengan Ideologi Korea utara yang masih bersistem ekonomi tertutup dengan sosialisme negaranya.

Jadi tensi politik yang berkecamuk tersebut masih berkorelasi dengan warisan perang dingin yang pernah terjadi diantara Amerika (Kapitalisme)  dengan Uni Soviet (Komunisme). meskipun tentunya ada perbedaan dan persamaan perang dingin terdahulu dengan perang dingin yang sekarang ini terjadi diantara US dan Korut. perperangan itu selalu dipicu oleh ambisi dan emosi untuk menghegemoni atau mendominasi dunia.

Amerika Serikat adalah negara yang paling sering melakukan hegemoni politiknya keseluruh dunia dengan cara-cara kekerasan melalui serangan militernya atau dengan cara-cara ekonomi neoliberalismenya untuk memprivatisasi atau menswastaniasi seluruh perusahaan milik negara. sedangkan kegagalan teori komunisme adalah sikap diktaktor proletariat yang membuat masyarakat menjadi tidak nyaman dalam berkreatifitas ataupun beraktifitas.

kedua ideologi ini bertemu kembali didalam perperangan urat saraf dengan bermunculannya argumen yang saling menyerang diatara dua tokoh diatas. Argumen yg terlontar tersebut bersifat menyerang dan mengandung makna negatif atau menghina.

akan tetapi perang yang terjadi diantara US dan Korut hanya sebatas pada perang kata-kata, dan perang kekuatan militer. perang tersebut nampaknya tidak akan sampai pada perang fisik yang pernah terjadi pada perang dunia ke 1&2 apalagi munculnya perang ke-3 tentunya itu tidak kita harapkan. perang akan menyengsarakan banyak masyarakat yang tidak berdosa didalam krisis kemanusian dan ekonomi.

saya rasa kejadian uji coba nuklir tersebut adalah teguran dari Korut tehadap US untuk tidak terus-menerus bersikap diskriminatif terhadap negara-negara dunia ketiga. sebab nuklir adalah energi terbarukan yang jika dapat diproduksi massal maka akan mendatangkan kemajuan tekhnologi untuk keadilan yang lebih merata diseluruh dunia. Amerika seakan-akan memonopoli energi nuklir dan melarang negara dunia ketiga mengeksploitasi energi nuklir terbarukan tersebut.

 Ilmu politik memang selalu digunakan oleh seluruh politisi diseluruh dunia untuk mencapai suatu tujuan, pertemuan dari kedua Presiden US dan Korut tersebut adalah bagian dari konsensus politik untuk mencapai win win solution dari panas dinginnya uji coba nuklir Korut di semenanjung Korea. karena jika dapat dicapai suatu stabilitas politik maka ekonomi akan meningkat menurut para kapitalis.

Pada abad ke-21 sekarang ini, senjata nuklir menjadi bagian dari diplomasi politik untuk melakukan negoisasi antar negara. Bahkan negara yang dikatan terbelakang seperti Korut mampu membuat negara adidaya untuk mengikuti alur kepentingan politik korut. Karena, jika hanya US saja yang memiliki nuklir sebagai senjata militer terkuat, maka Amerika dapat muncul sebagai "preman" yang dapat menodongkan nuklirnya untuk kepentingan ekonomi negaranya. Akan tetapi jika negara-negara dunia ketiga dapat memiliki senjata nuklir ataupun pembangkit listrik tenaga nuklir, maka akan ada kesetaraan pada perpolitikan internasional.

Tetapi memang harus kita akui bersama bahwa dialog yang akan terjadi antara Trump dan Kim Jong UN adalah kemajuan komunikasi politik diantara kedua negara tersebut. Hikmah yang dapat kita ambil dari kasus perlawanan Kim Jong UN yang sedang memimpin negara yang tentunya secara tingkat ekonomi masih di bawah US, adalah contoh perlawan politik agar tidak selalu menjadi negara yang di injak-injak kedaulatannya oleh bangsa lain. jangan takut berkonfrontasi tapi selesaikanlah konfrontasi itu dengan dialog yang akan mencapi suatu konsensus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun