Mohon tunggu...
Miftahir Riska
Miftahir Riska Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

penulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menganalisis Pemakaian Berdasarkan Konteks Sosial dan Budaya Masyarakat dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia (CMPK4)

9 Juni 2024   17:00 Diperbarui: 9 Juni 2024   17:08 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

CALSI SUSANTI 22016017

 TRESSYALINA

 PENDAHULUAN

 Istilah kedwibahasaan yang dalam bahasa Inggris disebut bilingualisme yang secara harfiah dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa atau lebih yang digunakan dalam berkomunikasi. Istilah kedwibahasaan, bilingual, bilingualisme dan bilingualitas sebenarnya memiliki konsep yang sepadan. Istilah bilingual digunakan oleh seseorang yang mampu atau dapat menggunakan dua bahasa yang dikuasai dengan sama baiknya. Istilah bilingualisme yang digunakan untuk seseorang yang terbiasa untuk menggunakan dua bahasa dalam setiap komunikasinya.

 1.Hakikat Kedwibahasaan

 Secara umum kedwibahasaan yaitu penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Dalam perspektif sosiolinguistik, kedwibahasaan diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama adalah bahasa ibu atau bahasa pertamanya (disingkat B1) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2). (Chaer, 2004:84). Kedwibahasaan (atau bilingualisme) adalah kemampuan menuturkan dua bahasa dengan baik. Kedwibahasaan adalah perihal pemakaian dua bahasa seperti bahasa daerah dan bahasa nasional dalam berkomunikasi untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang suatu informasi tertentu. Setiap masyarakat yang di dalamnya terdapat kedwibahasaan sebagai pola sistem komunikasi masyarakatnya mempunyai variabel tertentu yang menentukan jenis masyarakat dwibahasa. Berikut ini beberapa definisi kedwibahasaan: 1. Weinreich Kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian 2.Bloomfield (1958:56) Merumuskan kedwibahasaan sebagai penguasaan yang sama baiknya atas dua bahasa atau native like control of two languages. Penguasaan dua bahasa dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti penutur asli sangatlah sulit diukur. 1 3.Mackey (1956:155) Merumuskan kedwibahasaan sebagai kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih oleh seseorang (the alternative use of two or more languages by the same individual). Perluasan pendapat ini dikemukakan dengan adanya tingkat kedwibahasaan dilihat dari segi penguasaan unsur gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. 4.Haugen (1968:10) Mengemukakan kedwibahasaan dengan tahu dua bahasa (knowledge of two languages), cukup mengetahui dua bahasa secara pasif atau understanding without speaking. 5.Oksaar Berpendapat bahwa kedwibahasaan bukan hanya milik individu, namun harus diperlakukan sebagai milk kelompok, sehingga memungkinkan adanya masyarakat dwibahasawan. Jadi kedwibahasaan berhubungan erat dengan pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau masyarakat dwibahasawan secara bergantian. Orang yang bisa menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual, dalam bahasa Indonesia disebut dwibahasawan. Sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualisme, dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan.

 2. Keterkaitan Kedwibahasaan dengan Kontak Bahasa

 Menurut Mackey, (1986: 554) kontak bahasa adalah pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang lainnya baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menimbulkan perubahan pada bahasa yang dimiliki oleh ekabahasawan. Sedangkan kedwibahasaan diartikan sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur. Untuk tidak mengacaukan antara kontak bahasa dan kedwibahasaan maka, perlu dijelaskan. Kontak bahasa cenderung kepada gejala bahasa (langue), sedangkan kedwibahasaan lebih cenderung sebagai gejala tutur (parole). Namun, karena langue pada hakikatnya adalah sumber dari parole, maka kontak bahasa sudah selayaknya tampak dalam kedwibahasaan. Atau dengan kata lain, kedwibahasaan terjadi akibat adanya kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu pada situasi seseorang belajar bahasa kedua di dalam masyarakatnya. Dalam situasi seperti itu, dapat dibedakan antara situasi belajar bahasa, proses pemerolehan bahasa, dan orang yang belajar bahasa. Dalam situasi belajar bahasa terjadi kontak bahasa, proses pemerolehan bahasa kedua disebut pendwibahasaan (bilingualisme) dan orang yang belajar bahasa kedua dinamakan dwibahasawan (Diebold, dalam Hymes, 1964: 496) Dapat disimpulkan bahwa, kedwibahasaan merupakan kondisi pemakaian dua bahasa secara bergantian oleh penutur dwibahasawan dalam interaksi sosialnya. Kedwibahasaan tidak mengacu pada proses terapi pada kondisi dan merupakan kebiasaan pemakai dua bahasa secara bergantian oleh penutur bilingual. 

3.Tingkat Kedwibahasaan 

Tingkat kedwibahasaan mengacu pada kemampuan seseorang dalam menggunakan dua bahasa. Tingkat ini dapat diukur berdasarkan beberapa faktor, antara lain: -Kemampuan reseptif: Kemampuan untuk memahami bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. 2 -Kemampuan produktif: Kemampuan untuk menggunakan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. -Akurasi: Ketepatan dalam menggunakan bahasa, baik secara gramatikal maupun leksikal. -Kelancaran: Kemampuan untuk menggunakan bahasa secara alami dan tanpa hambatan. -Beberapa skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kedwibahasaan: Skala ACTFL (American Council on the Teaching of Foreign Languages): Skala ini mengukur kemampuan reseptif dan produktif dalam empat keterampilan berbahasa: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Skala ILR (Interagency Language Roundtable): Skala ini mengukur kemampuan reseptif dan produktif dalam tiga keterampilan berbahasa: mendengarkan, berbicara, dan membaca. Skala BICS (Basic Interpersonal Communication Skills) dan CALP (Cognitive Academic Language Proficiency): Skala ini mengukur dua jenis kemampuan bahasa yang berbeda: BICS untuk komunikasi sehari-hari dan CALP untuk bahasa akademis. -Tingkat kedwibahasaan dapat dikategorikan sebagai berikut: Pemula: Memiliki kemampuan dasar dalam memahami dan menggunakan bahasa. Menengah: Memiliki kemampuan yang cukup baik dalam memahami dan menggunakan bahasa. Mahir: Memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memahami dan menggunakan bahasa. Dwibahasawan: Memiliki kemampuan yang sama baiknya dalam dua bahasa. -Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedwibahasaan: Usia: Semakin muda seseorang mulai belajar bahasa, semakin tinggi kemungkinan mereka untuk mencapai tingkat kedwibahasaan yang tinggi. Motivasi: Motivasi yang tinggi untuk belajar bahasa akan meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mencapai tingkat kedwibahasaan yang tinggi. Pengalaman: Semakin sering seseorang menggunakan bahasa, semakin tinggi kemungkinan mereka untuk mencapai tingkat kedwibahasaan yang tinggi. Lingkungan: Tingkat kedwibahasaan seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka tinggal dan belajar. -Manfaat kedwibahasaan: Meningkatkan kemampuan kognitif: Kedwibahasaan dapat meningkatkan kemampuan kognitif seperti memori, fleksibilitas mental, dan kemampuan memecahkan masalah. Meningkatkan peluang kerja: Kemampuan berbahasa asing dapat meningkatkan peluang kerja di berbagai bidang. Meningkatkan pemahaman budaya: Kedwibahasaan dapat membantu seseorang untuk memahami budaya lain dengan lebih baik. Meningkatkan hubungan sosial: Kedwibahasaan dapat membantu seseorang untuk menjalin hubungan sosial dengan orang-orang dari berbagai budaya. 3

 4.Pengukuran Kedwibahasaan

 Pengukuran kedwibahasaan adalah proses untuk menilai tingkat kemahiran seseorang dalam dua bahasa atau lebih. Hal ini penting untuk berbagai tujuan, seperti: -Penempatan di kelas bahasa: Untuk menentukan kelas bahasa yang tepat bagi siswa dwibahasa. Penilaian -kemajuan belajar: Untuk melacak kemajuan belajar bahasa siswa dwibahasa. -Penelitian: Untuk mempelajari berbagai aspek kedwibahasaan, seperti bagaimana orang-orang belajar dua bahasa, atau bagaimana dua bahasa mempengaruhi kognisi. Ada berbagai macam tes dan instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur kedwibahasaan. Tes-tes ini dapat mengukur berbagai aspek kemahiran bahasa, seperti: -Kemampuan reseptif: Kemampuan untuk memahami bahasa lisan dan tertulis. -Kemampuan produktif: Kemampuan untuk berbicara dan menulis dalam bahasa tersebut. -Pengetahuan tata bahasa: Pemahaman tentang struktur dan aturan bahasa. -Kosakata: Jumlah kata yang diketahui dalam bahasa tersebut. Berikut adalah beberapa contoh tes dan instrumen yang commonly digunakan untuk mengukur kedwibahasaan: 4

 Kesimpulan

 Kedwibahasaan yaitu penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Dalam perspektif sosiolinguistik, kedwibahasaan diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Kedwibahasaan merupakan akibat dari otak bahasa antara kelompok masyarakat yang berbahasa minoritas dengan bahasa masyarakat yang berbahasa mayoritas. Edwi bahasaan digunakan sebagai istilah seseorang yang mampu dengan mahir menggunakan dua bahasa. Bahasa pertama yakni bahasa ibu dan bahasa kedua yang bersumber dari masyarakat atau karena pendidikan. Sementara itu, kontak bahasa adalah proses perpindahan dari satu basa ke basa lain yang kemudian menimbulkan perubahan basa pada diri penutur. Faktor terjadinya kontak basah karena adanya pertemuan dua kelompok di satu wilayah tak berpenghuni, perpindahan satu kelompok ke kelompok lain praktik pertukaran buruh secara paksa hubungan budaya yang dekat, dan adanya pendidikan atau kontak belajar.

 DAFTAR PUSTAKA

 Cher Abdul & Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta. RinekaCipta.http//www.id.wikipedia.jorg/wiki/Diglosia.

 http:yosiabdiantindaon.blogspot.com/2012/11/hubungan-kedwibahasaan-dan-diglosia.html Ibrahim, Abd. Syukur. Sosiolinguistik: Sajian, Tujuan, Pendekatan dan Problem. Surabaya: Usaha Nasional. 

Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung : Angkasa. Chaer, Abdul dkk. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

 Cummins, Jim. (2000). Language, Power, and Pedagogy. Bilingual Children in the Classroom. Clevedon: Multilingual Matters. 

Hakuta, Kenji. (1986). Mirror of Language: The Debate on Bilingualism. New York: Basic Books.

 Lambert, Wallace E. (1974). Culture and Language as Factors in Learning and Education. Washington, D.C.: ERIC Clearinghouse on Languages and Linguistics.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun