Kekerasan pada anak tak hanya menimbulkan luka pada tubuh anak, akan tetapi juga menimbulkan luka pada kondisi mental anak yang akan membekas hingga ia dewasa, menimbulkan rasa traumatis yang dapat mempengaruhi emosional, penurunan fungsi otak, menjadikan pribadi anak yang kasar akibat tindakan kekerasan yang ia terima, menimbulkan rasa takut yang berlebihan karena jika seseorang merasa tidak aman, umumnya seseorang tersebut akan merasa ketakutan.
Dilansir dari cnnindonesia.com, pengumpulan data milik kemenPPPA dalam 3 tahun terakhir ini kekerasan pada anak terus meningkat. Kekerasan pada anak tahun 2019 sebanyak 11.057 kasus, pada tahun 2020 terdapat 11.279 kasus, dan 12.566 kasus pada tahun 2021
Pada anak-anak kasus yang paling banyak ditemukan adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen
Polri ataupun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) beberapa kali menerima laporan kasus kekerasan pada anak, termasuk kekerasan seksual, seperti pedofil, ternyata pelaku pada masa kecilnya pernah menjadi korban pedofil yang menimbulkan rasa trauma yang berkepanjangan. Trauma tersebut yang menjadikan korban melakukan hal yang sama sehingga ia menjadi pelakunya.
"Luka itu kemudian terbawa-bawa, tidak bisa diselesaikan, kemudian berada dalam lingkungan keluarga yang terus menerus menerornya sampai dia besar hingga akhirnya terbawa terus dan kemudian mereka bisa menjadi pelaku," kata Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA Valentina Gintings di artikel berjudul Kemen PPPA Khawatirkan Anak Korban Kekerasan Seksual Bisa Jadi Pelaku saat Dewasa di www.kumparan.com.
Kekerasan terhadap anak berupa fisik, psikologis, eksploitasi, seksual, verbal, penelantaran anak, pengabaian anak, hingga penjualan anak. Kekerasan pada anak dapat terjadi dimanapun, seperti dirumah, disekolah, maupun didalam komunitas masyarakat.
Ada beberapa efek negatif dari tindakan kekerasan pada anak diantaranya:
1. Ketidak mampuan korban dalam mengatasi emosinya hingga ia dewasa yang dapat mempengaruhi perilaku serta aktivitas korban seperti sulit memaafkan kesalahan seseorang.
2. Seorang anak yang menjadi korban kekerasan umumnya sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Karena tindakan kekerasan mengakibatkan korban tumbuh menjadi anak yang mudah curiga dan sulit untuk percaya pada orang disekitarnya.
Beberapa peneliti bahkan menunjukan bahwa korban kekerasan anak memiliki resiko lebih besar kegagalan dalam menjalin hubungan asmara dan pernikahan saat ia dewasa.
3. Anak yang sering mendapatkan kekerasan beresiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan, baik kesehatan fisik, dan  kesehatan mental, seperti penyakit jantung, stroke, asma, serangan panik, dan depresi.
4. Beresiko tinggi menjadi pelaku dalam kekerasan pada anak, karena seorang korban yang pernah mendapatkan kekerasan dimasa kecilnya, ia akan melakukan hal yang sama kepada anaknya.
Hal ini dikarenakan trauma pada korban yang tidak diatasi sehingga menjadikan korban meniru perilaku tersebut. Maka dari itu jika anda pernah menjadi korban kekerasan segeralah mendatangi psikolog atau psikiater.
Sebagai seorang muslim kita harus mengikuti ajaran Rosullah SAW, perlakuan kekerasan pada anak tidak diperbolehkan didalam islam. Hal ini diperkuat dengan beberapa hadist dibawah ini:
: {
Artinya: Nabi SAW bersabda: "Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarilah mereka tata krama." (HR Ibnu Majah)
"Seseorang dikatakan telah cukup berbuat dosa bilamana menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya." (HR. Abu Daud dan Nasa'i).
"Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adil lah di antara anak-anakmu, lalu Ia balik dan mengambil kembali pemberiannya." (HR. Muslim).
Jangan pernah menganggap enteng tindakan kekerasan pada anak karena dampak negatif yang ditimbulkan sangat mempengaruhi perkembangan pada anak. Sayangilah anak anda, Berikan yang terbaik untuknya.